Menuju konten utama

Biografi Ahmad Yani: Pahlawan Revolusi Korban G30S & Panglima AD

Ahmad Yani saat G30S sempat menerima info ancaman, tetapi tak menambah pasukan pengawal di rumahnya. Selengkapnya di biografi Jenderal Ahmad Yani berikut.

Biografi Ahmad Yani: Pahlawan Revolusi Korban G30S & Panglima AD
Ahmad Yani (tengah) semasa menjadi kolonel, bersama dengan Kolonel Rivai dan Sunaryo, dubes Indonesia untuk Inggris saat menandatangani perjanjian di Kedutaan Besar Indonesia di kota London, Inggris. FOTO/Dok. Keluarga Ahmad Yani

tirto.id - Ahmad Yani merupakan korban G30S (Gerakan 30 September) pada 1965 dengan posisi tertinggi di Angkatan Darat kala itu. Saat terbunuh pada dini hari 1 Oktober 1965, Letjen Ahmad Yani masih memegang jabatan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).

Ahmad Yani adalah orang nomor satu di Angkatan Darat sejak tahun 1962. Setelah kematiannya pada peristiwa G30S 1965, Ahmad Yani diberi gelar Jenderal Anumerta dan Pahlawan Revolusi.

Dikutip dari Ensiklopedia Pahlawan Nasional (1995), Pahlawan Revolusi adalah gelar yang diberikan kepada 10 korban peristiwa G30S. Gelar ini diberikan melalui Surat Keputusan Presiden RI yang terbit pada bulan Oktober 1965.

Lantas, apa perjuangan Jenderal Ahmad Yani? Dan bagaimana pula kisah jenderal Ahmad Yani? Penjabaran keduanya termasuk apa saja prestasi Ahmad Yani akan dibahas singkat pada biografi Jenderal Ahmad Yani di bawah ini.

Biografi Jenderal Ahmad Yani

Ahmad Yani merupakan Menteri/Panglima Angkatan Darat ke-6 (kini Kepala Staf TNI Angkatan Darat atau KASAD) yang menjabat pada periode 23 Juni 1962 – 1 Oktober 1965. Pangkat terakhirnya sebelum peristiwa G30S adalah Letnan Jenderal atau Letjen.

1. Riwayat Pendidikan Ahmad Yani

Ahmad Yani lahir pada tanggal 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah. Putra dari pasangan Sarjo (M. Wongsorejo) dan Murtini ini semula menempuh pendidikan dasar di HIS (Hollandsch Inlandsch School) Purworejo.

Saat kelas II, ia pindah ke HIS di Magelang, dan kemudian ke Bogor setelah kelas III. Ahmad Yani berhasil tamat HIS pada 1935 di Bogor.

Di Kota Hujan itu pula, Ahmad Yani menamatkan pendidikan menengah pertama di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) pada 1938. Dia lalu melanjutkan sekolah ke AMS (Algemeene Middelbare School) pada tahun yang sama di Jakarta. Namun, setahun sebelum kelulusan, Ahmad Yani dan rekan-rekannya di AMS berhenti sekolah seiring meletusnya Perang Dunia II.

Kala itu, bala tentara Jepang belum datang. Meskipun demikian, pemerintah Hindia Belanda sudah bersiap mengadang Dai Nippon, mengumumkan masa darurat perang dan mengenakan pendidikan militer terhadap para pemuda Indonesia. Pemerintah kolonial berniat membentuk Milisi Bumiputera untuk menjadi pasukan cadangan yang diharapkan ikut membendung serangan Jepang.

2. Karier Militer Ahmad Yani

Tidak lama setelah berhenti dari AMS, Ahmad Yani lantas diterima sebagai Aspirant Dinas Topografi Militer KNIL (angkatan perang kolonial Hindia Belanda). Pada 1940, ia dikirim ke Malang untuk menjalani pendidikan Aspirant Militaire Topografie Dienst selama 6 bulan. Sejak itulah, Ahmad Yani memulai karier di militer.

Di tahun berikutnya, Ahmad Yani sudah berpangkat Sersan Cadangan dan berdinas di Bandung. Pelatihan militer bagi Ahmad Yani kembali berlanjut saat penghujung 1941. Dia mengikuti pendidikan Leerling Kader Milicent Dienst selama 3 bulan di Bogor sehingga memperoleh pangkat Sersan.

Ketika Jepang datang ke Indonesia pada awal 1942, militer Hindia Belanda faktanya cuma mampu bertahan kurang dari tiga bulan. Nasib sial menimpa Ahmad Yani karena sempat ditahan pasukan Dai Nippon di Cimahi, meski tidak lama ia meringkuk dalam bui. Setelah bebas, Ahmad Yani balik ke Purworejo.

Namun, ketertarikan Ahmad Yani pada dunia militer tidak lenyap. Kala Jepang membentuk Heiho (tentara pembantu) untuk pemuda bumiputera, ia segera mendaftar dan menjalani pendidikan di Magelang pada 1943. Karena lulus dengan nilai tinggi, Ahmad Yani mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan Shodancho (perwira) PETA di Bogor. Di sana, ia termasuk lulusan terbaik.

Setelah Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 1945, sebagaimana banyak eks anggota PETA lainnya, Ahmad Yani turut aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian jadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

3. Perjuangan Jenderal Ahmad Yani

Sejak 1945, kepiawaian Ahmad Yani sebagai komandan militer Republik sudah terlihat. Ahmad Yani pernah sukses menghalau pasukan Sekutu (Inggris) yang sedang memasuki Magelang. Karena kewalahan, rombongan tentara Inggris itu mundur dari Magelang pada 21 November 1945.

Namun, gabungan pasukan TKR bersama laskar pemuda yang dikerahkan Ahmad Yani mengadang mereka di jalan sehingga cuma satu kompi yang lolos (Ahmad Yani: Sebuah Kenang-Kenangan, 1981:76).

Ahmad Yani juga memiliki peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, meski tidak terlibat secara langsung dalam serbuan kilat ke Yogyakarta (ibu kota RI yang saat itu diduduki Belanda). Sejak 19 Februari 1949, pasukan Ahmad Yani aktif mengadang tentara Belanda yang sedang menuju ke Yogyakarta. Para tentara Republik itu pun menghancurkan pos-pos Belanda di jalur penghubung Yogyakarta dengan Jawa Tengah.

Berpangkat mayor, Ahmad Yani kala itu memimpin Brigade IX dengan area operasi dari Kedu bagian utara hingga Semarang barat. Aksi pasukan Ahmad Yani menjelang Serangan Umum 1 Maret membuat wilayah utara Magelang menjadi garis pertahanan yang tak bisa ditembus tentara Belanda. Dengan begitu, jelang 1 Maret 1949, suplai pasukan dari arah Magelang untuk pertahanan Belanda di Yogya dapat diputus.

4. Puncak Karier Ahmad Yani

Memasuki dekade 1950-an, karier militer Ahmad Yani terus menanjak. Tahun 1952, Ahmad Yani turut membidani Banteng Raiders, pasukan khusus TNI AD yang sering kali dikerahkan untuk memberantas gerakan separatis, seperti DI/TII dan PRRI/Permesta. Banteng Raiders juga terjun dalam pembebasan Irian Barat.

Ahmad Yani tidak hanya digembleng oleh pertempuran. Dia termasuk pula generasi awal perwira militer RI yang dikirim belajar ke luar negeri. Selama 1955-1956, Yani sempat mengenyam kursus militer di Amerika Serikat dan Inggris.

Selain dikenal sebagai tentara cakap juga cerdas, Ahmad Yani adalah salah satu perwira AD kepercayaan Presiden Soekarno. Tak heran, Soekarno memilih Ahmad Yani untuk mengisi posisi Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), menggantikan A.H. Nasution.

Sejak 23 Juni 1962, Ahmad Yani memegang posisi Menteri/Panglima Angkatan Darat atau KASAD. Jabatan itu ia duduki hingga tutup usia.

5. Ahmad Yani Gugur saat Peristiwa G30S

Sekalipun sempat menerima info dirinya terancam, Ahmad Yani tak menambah pasukan pengawal di rumahnya sampai malam 30 September 1965. Karena itu, saat Pasukan Pasopati menggeruduk rumahnya pada dini hari 1 Oktober 1965, penjagaan di sana mudah dilumpuhkan.

Saat menemui para pasukan penculik, Ahmad Yani yang merasa diperlakukan dengan kurang ajar sempat mengadakan perlawanan hingga dia tewas ditembak oleh Sersan Gijadi. Tubuh Yani lalu diangkut truk dan dibawa oleh pasukan Pasopati ke Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Jasad Ahmad Yani dan 6 orang perwira TNI lainnya ditemukan dua hari berselang, terkubur dalam sumur sedalam 12 meter yang sudah ditutup. Jenazah para perwira TNI itu kemudian dikebumikan di TMP Kalibata Jakarta. Gelar Pahlawan Revolusi lantas disematkan pada nama mereka.

Baca juga artikel terkait G30S atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Ibnu Azis