tirto.id - PT Biofarma menggunakan pinjaman atau utang dari bank plat merah untuk mendanai sebagian produksi vaksin COVID-19. Direktur Utama Biofarma Honesti Basyir menjelaskan pendanaan ini ditujukan sebagai modal kerja.
“Ada mekanisme vaksin jadi dan ada yang bulk maka Biofarma memerlukan modal kerja. Perlu pencarian pendanaan di samping APBN sendiri. Ada pendanaan dari pihak ketiga kami dapatkan dari Himbara, ada mix APBN dan working capital dari proses produksi vaksin,” ucap Honesti dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (20/1/2021).
Honesti mengatakan pendanaan bagi modal kerja ini diperlukan karena tidak semua vaksin akan didatangkan dalam bentuk jadi seperti 3 juta dosis yang diimpor langsung pada Desember 2020. Sebaliknya, vaksin akan didatangkan dalam bentuk bahan baku (bulk) sehingga memerlukan sejumlah uang yang akan berasal dari pendanaan modal kerja.
Pendanaan untuk keperluan bahan baku ini juga belum tentu seluruhnya dapat menggunakan pos APBN. Pasalnya APBN hanya ditujukan untuk mendanai vaksin yang sudah jadi.
Mekanisme pendanaan APBN mengharuskan Biofarma mengirimkan Harga Pokok Produksi (HPP) kepada Kemenkes. Proses perhitungan juga akan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kami berikan ke Kemenkes. Nanti Kemenkes menentukan harga yang diberikan ke kami,” ucap Honesti.
Dalam rapat, Honesti juga sempat menerima pertanyaan dari Anggota Komisi VI DPR RI mengenai mengapa pemerintah harus memproduksi vaksin sendiri. Honesti menjawab kalau harga vaksin produksi sendiri lebih murah dari hasil impor.
Sebagai perbandingan, harga 1 dosis vaksin Sinovac mencapai 17 dolar AS. Pemerintah sempat memperoleh harga 13,3 dolar AS per dosis melalui negosiasi yang baik.
Namun harga vaksin Sinovac hasil produksi Biofarma akan lebih murah di kisaran 11-12 dolar AS. Bahan bakunya sendiri dibandrol 6 dolar AS per dosisnya.
Kalau pun Indonesia mau tetap mengimpor vaksin jadi dalam jangka panjang, Honesti tetap ragu karena pasokan dan produksi negara asal juga terbatas sehingga impor juga akan terbatas. Menurutnya hal ini lebih baik lantaran Biofarma dapat mempersiapkan diri memproduksi vaksin merah putih yang sedang dalam proses penelitian.
“Bandingkan dengan 17 dolar AS kalau kita impor langsung. Jadi memang seperti saya sampaikan kita mesti punya kemampuan produksi sendiri,” ucap Honesti.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan