tirto.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Takdir Suhan mengatakan bahwa terdakwa dugaan merintangi penyidikan korupsi e-KTP terhadap tersangka Setya Novanto, Bimanesh Sutarjo mengaku tak ingin satu jadwal persidangan dengan Fredrich Yunadi. Hal tersebut dilakukan agar Bimanesh bisa tenang menjalani persidangan.
"Permintaan itu lebih condong pada sisi psikologisnya Pak Bimanesh, karena memang kembali lagi ada keinginan supaya sidang beliau ini lebih cepat dan bisa lebih tenang saat sidang," kata Takdir usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).
Takdir mengatakan, pemindahan jadwal sidang tidak berkaitan dengan kemungkinan Fredrich menekan Bimanesh dalam persidangan.
Selain itu, permohonan diajukan setelah perkara Bimanesh dilimpahkan ke tahap penuntutan. Niatan tersebut pun diungkapkan kembali sesaat setelah sidang perdana.
"Pada saat selesai sidang tadi, beliau [Bimanesh] ada dua kali penegasan permintaan," kata Takdir.
KPK pun memandang sidang Bimanesh bisa berjalan lama bila disatukan dengan Fredrich. Mereka khawatir proses pembuktian perkara Fredrich akan memakan waktu lama sehingga persidangan Bimanesh berjalan larut malam.
"Otomatis Pak Bimanesh sidangnya bisa agak malaman, karena kita juga pertimbangannya efisiensi waktu sama tenaga, baik itu Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hakim, penasihat hukum kan mesti kita jaga juga," tambah Takdir.
Sementara penasihat hukum Bimanesh, Wirawan Adnan menegaskan, pemisahan jadwal sidang bukan karena permintaan Bimanesh. Mereka hanya ingin persidangan berjalan cepat karena ia mengklaim Bimanesh akan mengakui perbuatan.
Namun, pengakuan perbuatan tidak berarti sesuai isi dakwaan. Ia menerangkan, isi dakwaan hanya tuduhan. Selain itu, permohonan perbedaan jadwal pun bukan karena takut ditekan, tetapi karena ingin lebih cepat selesai.
"Jadi, bukan soal tekanan, tapi kami meminta karena menurut kami persidangan kami lebih sederhana. Saksinya lebih sedikit paling 5 atau 6, yang penting sudah cukup untuk mengambil kesimpulan persidangan terbukti atau tidak," kata Wirawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yandri Daniel Damaledo