Menuju konten utama

Biaya Pengesahan STNK Dihapus MA: Hasil Warga Melawan Presiden

Mahkamah Agung (MA) membatalkan sebagian Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal biaya mengurus STNK.

Biaya Pengesahan STNK Dihapus MA: Hasil Warga Melawan Presiden
Ilustrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan pada halaman biaya administrasi. tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Mahkamah Agung (MA) menetapkan Keputusan Nomor 12 P/HUM/2017 yang mencabut sebagian isi Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016. PP ini mengatur tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dampak keputusan MA, biaya yang dikeluarkan untuk mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bisa lebih hemat Rp25 ribu untuk kendaraan roda dua dan tiga. Bagi pemilik STNK kendaraan roda empat ada penghematan Rp50 ribu. Penghematan ini terjadi karena dihapusnya komponen biaya pengesahan STNK. Komponen biaya pengesahan STNK hanya satu dari sekian banyak biaya dalam pembuatan STNK.

Selama ini biaya yang dikeluarkan pemilik kendaraan untuk membuat atau memperpanjang STNK cukup beragam. Merujuk pada lembar STNK yang dikeluarkan Samsat, ada lima komponen yang perlu dibayar antara lain: Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), Biaya Administrasi STNK, dan Biaya Administrasi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).

BBN-KB adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor. Pajak ini dibayar pada tahun pertama kepemilikan kendaraan. Nominal BBN-KB diatur melalui Peraturan Daerah. Di Jakarta misalnya, tarif BBN-KB ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang bea balik nama kendaraan bermotor.

Khusus kendaraan yang dibeli langsung dari dealer, maka BBN-KB-nya sebesar 10 persen dari nilai objek pajak off the road atau harga dealer. Misalnya, saat harga off the road sepeda motor Rp10 juta, maka biaya BBN-KB Rp1 juta. Untuk kendaraan kedua dan seterusnya (membeli dari orang lain) ditetapkan satu persen.

Selain itu, ada biaya PKB. Di Indonesia, semakin banyak memiliki kendaraan, maka semakin besar pula pajak yang harus ditanggung. Kendaraan bermotor pertama akan dikenakan PKB sebesar 2 persen dari total nilai objek pajak; kendaraan kedua 2,5 persen; kendaraan ketiga 3 persen dan seterusnya.

SWDKLLJ juga wajib dibayar ketika mengurus STNK. Ini adalah premi yang dibayarkan secara tidak langsung ke Jasa Raharja. Besaran tarifnya tergantung pada kendaraan, dilihat dari jumlah roda dan kapasitas mesin (cc). Semakin besar, maka semakin mahal.

Biaya lain yang harus ditanggung adalah biaya penerbitan STNK. Pada PP 60/2016, biaya penerbitan ditetapkan biaya Rp100 ribu untuk roda dua maupun roda tiga, dan Rp200 ribu untuk roda empat atau lebih. Sebagai pembanding, lewat aturan lama biayanya Rp50 ribu untuk roda dua dan Rp75 ribu untuk roda empat atau lebih.

Komponen biaya lain yang harus dibayar adalah biaya administrasi TNKB. Biaya ini muncul untuk keperluan mencetak plat nomor kendaraan. Jumlahnya Rp60 ribu (untuk roda dua atau tiga) dan Rp100 ribu (roda empat atau lebih). Pembayaran berlangsung lima tahun sekali karena pelat nomor diganti setiap lima tahun.

Berapa sebenarnya yang harus dikeluarkan untuk biaya STNK?

Sebagai ilustrasi, seorang memiliki sepeda motor 110 cc buatan 2013 yang membayar pajak pada awal 2018, maka pemilik motor tak perlu lagi membayar BBN-KB karena masih dipakai pemilik awal. Namun, ada biaya lainnya mencakup: PKB Rp151.500, SWDKLLJ Rp48.700, Biaya Administrasi STNK Rp100 ribu, Biaya Pengesahan STNK Rp25 ribu, dan Biaya Administrasi TNKB Rp60 ribu, totalnya yang harus dibayar Rp385.200.

Namun, setelah ada keputusan MA dan aturan penghapusan biaya administrasi pengesahan STNK berlaku efektif, maka pemilik sepeda motor 110 cc tahun 2013 hanya akan mengeluarkan biaya Rp360.200.

Digugurkan Sebagian

Putusan ini adalah hasil dari gugatan seorang warga bernama Noval Ibrohim Salim, asal Desa Waru Barat, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Ia berstatus sebagai pemohon yang melawan Presiden RI sebagai termohon.

Gugatan Noval diterima Kepaniteraan MA pada 6 Februari 2017. Noval menggugat karena merasa dirugikan dengan aturan baru dari PP No 60 Tahun 2016. Ia ingin aturan ini dicabut dan dikembalikan ke peraturan lama.

Noval menggugat Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, E angka 1 dan 2, dan H angka 1 dan 2 pada PP 60/2016. Lampiran Nomor D berisi biaya penerbitan STNK (Rp100 ribu untuk roda dua dan tiga, Rp200 ribu untuk roda empat atau lebih), E biaya pengesahan STNK (Rp25 ribu untuk roda dua dan tiga, Rp50 ribu untuk roda empat atau lebih), dan H biaya penerbitan BPKB (Rp225 ribu-Rp375 ribu).

Setelah lima bulan berlalu, MA akhirnya memutus aturan yang dibatalkan hanya Lampiran Nomor E, untuk yang lainnya tidak dikabulkan. Ketua Majelis MA Supandi menetapkan keputusan ini pada Rabu, 14 Juni 2017. Namun, salinan putusan baru disebarkan ke media pada Selasa (20/2) kemarin.

Ketua Majelis dan anggota majelis MA menyimpulkan biaya pengesahan STNK "berlebihan" dan "dapat dikualifikasi sebagai pungutan ganda."

Sebagian lampiran PP No 60 Tahun 2016 menyalahi regulasi yang ada di atasnya. Disebutkan: "Lampiran Nomor E... bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 73 ayat (5) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan."

Isi Pasal 73 ayat (5) UU 30/2014 tertulis: "legalisasi salinan/fotokopi dokumen yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Pemerintah tidak dipungut biaya."

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, merasa putusan ini sudah tepat. "Seharusnya aturan itu dibatalkan dulu semuanya, agar jelas," kata Yenny kepada Tirto, Kamis (22/2/2018).

Alasannya mendesak lampiran PP 60/2016 sebaiknya dicabut seluruhnya adalah karena, aturan ini tidak pernah melibatkan masyarakat sama sekali dalam proses perumusan.

"PP bisa cacat administrasi jika tak ada uji publik," kata Yenny.

Alasan lain adalah belum ada perbaikan layanan dari Samsat meski tarif STNK naik seperti yang diatur pada PP 60 Tahun 2016. Selain itu, pembatalan sebagian aturan "tidak menjamin masyarakat diuntungkan".

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Halim Pagarra mengaku baru tahu putusan Nomor 12 P/HUM/2017 setelah Tirto meminta tanggapannya ihwal putusan MA. Halim memastikan kepolisian akan mengikuti Putusan MA tersebut bila sudah berlaku efektif setelah ditetapkan pemerintah.

"Sementara masih berlanjut [bayar biaya pengesahan STNK]. Menunggu pencabutan atau proses [resmi] dari pemerintah," kata Halim, Kamis (22/2/2018).

Baca juga artikel terkait TARIF STNK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino