Menuju konten utama

Berapa yang Diperoleh Negara dari Kenaikan Tarif STNK/BPKB?

Tarif administrasi STNK dan BPKB kendaraan bermotor terhitung melonjak drastis. Kenaikan tarif itu ternyata tak signifikan menambah pendapatan negara. Lalu untuk apa?

Berapa yang Diperoleh Negara dari Kenaikan Tarif STNK/BPKB?
Warga memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) di Samsat Keliling Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (5/1). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Sejak 2010, tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku di Kepolisian belum mengalami perubahan. Berdasar PP No.60 Tahun 2016, beberapa jenis tarif pengurusan administrasi mengalami perubahan, khususnya terkait dengan kepemilikan kendaraan bermotor.

Dari PP baru tersebut, kenaikan tarif terbesar ada pada penerbitan BPKP kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan biaya dari Rp100.000 menjadi Rp375.000 atau tumbuh sebesar 275%. Tarif berikutnya yang mengalami kenaikan signifikan adalah penerbitan mutasi kendaraan bermotor roda empat atau lebih ke luar daerah dari Rp75.000 menjadi Rp250.000 -- naik sebesar 233,3%.

Melihat perubahan tarif yang signifikan pada kepemilikan kendaraan bermotor, benarkah hal ini untuk mengoptimalkan PNBP yang pada 2015 kontribusinya terhadap penerimaan negara disebut mengalami penurunan?

Hasil analisis data menunjukkan perubahan tarif ini ternyata masih belum dapat menutupi pendapatan fiskal Indonesia. Kontribusi PNBP dari kenaikan tarif pengurusan administrasi kendaraan bermotor kepada penerimaan negara sebenarnya tidak signifikan, baik terhadap PNBP maupun pendapatan negara secara keseluruhan.

Dalam akun APBN, penerimaan dari SIM, STNK, STCK dan tarif sejenisnya masuk dalam Pendapatan Jasa Kepolisian I. Sejak 2011-2015, Pendapatan Jasa Kepolisian per tahunnya hanya berkontribusi rata-rata sebesar 0,25% terhadap pendapatan negara. Sedangkan, terhadap PNBP, kontribusinya pun masih di kisaran 1%. Hal ini menunjukkan penerimaan negara dari tarif kendaraan bermotor masih rendah sehingga belum dapat dijadikan sumber pendapatan pengganti pajak.

Kontribusi Penerimaan dari Jasa Kepolisian

Setiap tahun, pendapatan dari Surat Izin Mengemudi (SIM) selalu memberi kontribusi terbesar bagi pendapatan jasa kepolisian I. Pada 2015, kontribusinya mencapai 31,06%. Menariknya, justru pendapatan dari SIM ini tidak mengalami kenaikan sama sekali.

Penerimaan STNK dan BPKB menempati urutan kedua dan ketiga sebagai kontributor terbesar untuk pendapatan jasa kepolisian -- dan pendapatan nomor dua dan tiga inilah yang mengalami lonjakan tarif per 2017 ini. Pada 2015, kontribusi penerimaan STNK mencapai 27,67% terhadap pendapatan jasa kepolisian.

Melihat tingginya kenaikan tarif pembuatan baru maupun perpanjangan STNK yang berkisar antara 100-167%, maka dapat dipastikan bahwa selain bertujuan untuk mengoptimalkan PNBP, juga untuk mendorong masyarakat beralih ke sarana transportasi umum.

Kontribusi pnpb dan Pendapatan Kepolisian

Mari kita lihat potensi penerapan tarif baru ini bagi PNBP. Sesuai pernyataan GAIKINDO bahwa target penjualan mobil pada 2017 sebesar 1,1 juta unit, maka potensi PNBP 2017 dari penjualan mobil baru ini sebesar Rp687,5 miliar. Sedangkan, jika menggunakan tarif sebelumnya, potensi pendapatan sebesar Rp253 miliar. Ini artinya, potensi kenaikannya diperkirakan mencapai Rp434,5 miliar.

Meski demikian, baik menggunakan tarif baru maupun lama, kontribusinya terhadap PNBP maupun pendapatan negara tidak lebih dari 1%. Hal ini menunjukkan perubahan tarif memang tidak ditujukan untuk menambal pendapatan fiskal Indonesia.

Perbandingan Potensi Penerima Negara

Jika kenaikan tarif ini tidak berdampak signifikan pada pendapatan fiskal negara, lantas dampak apa lagi yang bisa diharapkan? Salah satunya bisa untuk mendorong warga agar beralih dari kendaraan pribadi menjadi menggunakan transportasi publik.

Sebagai contoh di Jakarta, sejak 2010 hingga 2014, pertumbuhan jumlah mobil di Jakarta per hari mencapai rata-rata sebesar 38%, sedangkan jumlah motor per hari rata-rata sebesar 11%. Hal ini menunjukkan masyarakat Jakarta dan sekitarnya lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan umum. Hal ini diperkuat data moda transportasi yang digunakan masyarakat komuter Jabodetabek, lebih dari 60% masyarakat menggunakan kendaraan pribadi dan hanya sekitar 27-28,67% yang menggunakan kendaraan umum.

Maka, tak menutup kemungkinan, jika tarif kendaraan naik, masyarakat akan berpikir panjang untuk membeli kendaraan pribadi baru dan mulai beralih ke penggunaan kendaraan umum.

Persentase Komuter Jabodetabek

Hanya saja perlu juga digarisbawahi bahwa usaha mengalihkan kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi menjadi penggunaan transportasi publik tidak sesederhana menaikkan tarif pajak maupun non pajak. Ada banyak faktor yang harus didorong secara bersamaan, terutama kualitas dan kuantitas transportasi publik itu sendiri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan, kenaikan tarif pengesahan STNK ditujukan untuk memperbaiki pelayanan surat perizinan yang dilakukan Polri kepada masyarakat.

"PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dalam hal ini adalah tarif yang ditarik oleh kementerian lembaga dan harus mencerminkan jasa yang diberikan. Jadi dia harus menggambarkan pemerintah yang lebih efisien, baik, terbuka dan kredibel," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (3/1/2017).

Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif PNBP ini merupakan kewajaran karena terakhir kali tarif tersebut mengalami penyesuaian pada 2010 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini yang dinamis.

"Tarifnya sejak 2010 tidak pernah di-update. Ini sudah tujuh tahun. Jadi untuk tarif PNBP di kementerian lembaga memang harus disesuaikan, karena faktor inflasi maupun untuk jasa pelayanan yang lebih baik," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN TARIF STNK atau tulisan lainnya dari Dinda Purnamasari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dinda Purnamasari
Penulis: Dinda Purnamasari
Editor: Zen RS