Menuju konten utama

BI Tegaskan Larang Penggunaan Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran

BI juga meminta pada seluruh penyedia jasa pembayaran untuk tidak memproses transaksi yang memakai bitcoin.

BI Tegaskan Larang Penggunaan Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran
Suasana Ducatus Cafe, cafe pertama non tunai yang menerima 'cryptocurrency' seperti Bitcoin, di hari pembukaan di Singapura, Kamis (21/12/2017). ANTARA FOTO/REUTERS/Edgar Su

tirto.id - Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa virtual currency tidak diakui dalam transaksi pembayaran yang sah. Karenanya, bitcoin pun dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.

Pemilikan virtual currency seperti bitcoin ini dinilai sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga.

BI juga menjelaskan, nilai perdagangan bitcoin ini sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble), bahkan rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Akibatnya, kondisi ini dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

“Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency,” papar Agusman, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, melalui siaran pers pada Sabtu (13/1/2018).

Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI juga melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyelenggara teknologi finansial memproses transaksi pembayaran dengan bitcoin.

“Sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,” kata Agusman menambahkan.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebelumnya akan mengkaji produk kontrak berjangka berbasis mata uang digital bitcoin. Pengkajian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar potensi investasi dengan menggunakan bitcoin.

“Kami bukan memberi peluang dibukanya transaksi bitcoin. Ini lebih karena euforia di masyarakat, investasi dengan bitcoin ramai dibicarakan,” kata Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Dharmayugo Hermansyah, Jumat (12/1/2018).

Dharmayugo mengatakan inisiatif pengkajian transaksi bitcoin tersebut karena Bappebti ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan dari peluang investasi yang ada. Dari kajian tersebut, Bappebti tidak ingin menutup diri apabila menemukan potensi nilai ekonomi maupun hal-hal lain yang bisa jadi risiko saat melakukan transaksi bitcoin.

Tanpa merinci waktu pastinya, Dharmayugo hanya menyatakan bahwa pengkajian bakal mulai dilakukan secepatnya. Ia pun mengklaim Bappebti tidak memiliki target khusus kapan hasil kajian tersebut harus selesai.

“Ini baru sekadar wacana. Karena belum tahu potensinya, maka kita akan mencoba untuk melihatnya dari sisi legalitas, mekanisme, penjaminan, sampai dengan kesimpulannya,” ungkap Dharmayugo.

Baca juga artikel terkait BITCOIN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari