Menuju konten utama

BI, OJK, dan BEI Luncurkan Central Counterparty, Apa Fungsinya?

BI, OJK dan BEI resmi meluncurkan Central Counterparty alias CCP. Simak fungsinya bagi pasar keuangan.

BI, OJK, dan BEI Luncurkan Central Counterparty, Apa Fungsinya?
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar.

tirto.id - Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan lembaga baru yang bertindak menjalankan kliring dan pembaruan utang (novasi) bagi transaksi anggotanya di pasar uang dan valuta asing (PUVA), Central Counterparty alias CCP.

Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK, Mahendra Siregar, mengatakan lembaga ini akan meningkatkan mitigasi risiko kredit pihak lawan (counterparty) serta meningkatkan transparansi dan efisiensi di pasar derivatif.

“Keberadaan CCP akan memberikan manfaat bagi industri jasa keuangan di Indonesia, terutama dalam memitigasi risiko kredit pihak lawan, serta meningkatkan efisiensi dalam proses clearing dan penyelesaian transaksi derivatif. Dengan beroperasinya CCP, pasar derivatif di Indonesia akan menjadi lebih teratur, stabil dan kredibel di mata investor global,” jelas dia, saat membuka acara Peluncuran Central Counterparty (CCP), di Kantor Pusat BI, Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024).

Karenanya, sebagai regulator sekaligus pengawas pasar uang, OJK bakal memastikan kebermanfaatan CCP bagi pengembangan pasar uang dan valuta asing. Dengan begitu, operasionalisasi CCP dapat berjalan secara berkelanjutan.

“Dengan peranan penting mengurangi risiko pihak lawan dan meningkatkan efisiensi transaksi keuangan, CCP akan meningkatkan kepercayaan dan partisipasi pasar, sekaligus mendukung stabilitas sistem keuangan,” ujar Mahendra.

Sementara itu, untuk memitigasi risiko di pasar derivatif, CCP sebagai salah satu lini bisnis PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) memiliki organisasi dan manajemen risiko yang terpisah dengan bisnis lembaga kliring penjaminan.

“Hal ini merupakan perwujudan penguatan mitigasi risiko dan pemenuhan tata kelola yang baik dan sesuai dengan best practices internasional,” sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan, dengan mitigasi risiko dan efisiensi yang dihasilkan, CCP diharapkan dapat mendongkrak transaksi domestic non delivery forward (DNDF) hingga 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) per hari hingga 2030. Artinya, transaksi diharapkan dapat meroket hingga 900 persen dari yang saat ini hanya sekitar 100 juta dolar AS per hari.

Perlu diketahui, transaksi DNDF merupakan transaksi derivatif valuta asing terhadap mata uang rupiah. Dalam hal ini, transaksi dilakukan di pasar domestik melalui forward dengan mekanisme fixing.

“Sekarang per day baru 100 juta dolar AS, dalam lima tahun dengan CCP kita tingkatkan menjadi 1 miliar dolar AS per hari,” kata Perry.

Selain DNDF, CCP juga diharapkan bisa meningkatkan transaksi repo atau penjualan surat berharga dengan janji kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Melalui lembaga anyar yang baru memiliki 8 anggota dari bank umum ini, transaksi repo ditarget naik 114,28 persen menjadi Rp30 triliun lima tahun mendatang.

“Sehingga ke depan, ini sejalan dengan blue print kita untuk (transaksi) repo dari Rp14 triliun ke Rp30 triliun. Karena tersentralisasi dengan close out netting, maka risiko antar party-nya bisa kita minimalkan. Ini menjadi credit risk-nya yang sangat tinggi,” imbuh dia.

Baca juga artikel terkait BEI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang