Menuju konten utama

BI: Industri Pariwisata Bisa Selamatkan Defisit Transaksi Berjalan

Kondisi Thailand jauh lebih baik karena negara itu bisa unggul dalam sektor pariwisata.

BI: Industri Pariwisata Bisa Selamatkan Defisit Transaksi Berjalan
Sejumlah wisatawan menikmati wahana permainan air di kawasan 'watersport' Tanjung Benoa, Badung, Bali, Jumat (20/7/2018). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

tirto.id - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengatakan, neraca transaksi berjalan Indonesia dan Thailand sama-sama mengalami defisit. Namun, pemerintah Thailand lebih mampu dalam menyiasati persoalan tersebut.

"Kalau kita lihat dari trade balance ditambah dengan neraca income, kita bandingkan Thailand itu sama-sama defisit. Cuma bedanya Indonesia ekspornya dibandingkan Thailand lebih kecil," kata Mirza di Bank Indonesia Jakarta pada Jumat (27/7/2018).

Menurut Mirza, kondisi Thailand jauh lebih baik karena negara itu bisa unggul dalam sektor ekspor, khususnya jasa pariwisata. Tahun lalu, jumlah turis Thailand sudah mencapai 30 juta. Sementara Indonesia hanya sebanyak 14 juta turis.

"Jadi kalau ditanya memang pemerintah sudah pada track-nya bagaimana nambah ekspor, pariwisata dan PMA (Penanaman Modal Asing) berkaitan dengan ekspor," ujarnya.

Pada tahun 2020 nanti, pemerintah menargetkan, jumlah wisatawan asing ke Indonesia sebanyak 20 juta dengan asumsi pengeluaran setiap orangnya 1.000 dolar AS. Sehingga, kata Mirza, dapat menambah devisa negara sebesar 20 miliar dolar AS.

"Pemerintah kembangkan 10 Bali baru dan BI fokus kembangkan 4 destinasi wisata. Insentif pajak dikaitkan dengan ekspor sudah pada arah yang benar," ucapnya.

Menurut dia, jumlah Devisa Hasil Ekspor (DHE) Indonesia yang sudah masuk ke dalam negeri sekitar 90 persen. BI mencocokkan antara dokumen pengapalan dengan dokumen uang masuk ke bank.

"Itu sudah ada aturan devisa hasil ekspor. Kita menganut sistem devisa bebas, uang setelah masuk kemudian mau keluar lagi digunakan buat apapun enggak dilarang. Sekalipun untuk keperluan bayar impor, bayar utang luar negeri, bayar bunga utangnya, ada outflow ya silakan," ujarnya.

Data BI menunjukkan nilai DHE yang dikonversi ke dalam rupiah rata-rata 15-25 persen. Tujuan daripada dikonversi rupiah biasanya untuk keperluan membayar pegawai, modal kerja, dan sebagainya.

"Enggak ada kewajiban konversi, enggak ada holding periode," ucapnya.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto