Menuju konten utama

Bertahan Seusai Gempa dan Tsunami Donggala-Palu

Gempa dan tsunami di Donggala dan Palu dipicu aktivitas Sesar Palu-Koro yang membujur 500 km di Pulau Sulawesi.

Bertahan Seusai Gempa dan Tsunami Donggala-Palu
Kondisi pesisir pantai Palu usai dihantam tsunami. YOUTUBE/KIRA OFFICIAL 212

tirto.id - Takut dan panik. Demikian situasi yang mendadak menyergap Vivi Yanti Baseng seusai gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter di pantai barat Donggala. Gempa berkedalaman 11 km ini merambat sampai Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat sore kemarin, 28 September 2018. Vivi seketika enggan kembali ke rumah lantaran waswas lindu besar kembali mengguncang.

“Gempa masih terjadi sampai sekarang. Warga tidur di luar ... di aspal,” kata Vivi kepada Tirto, Jumat malam, sekitar pukul 10 malam. Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) memang merilis gempa di Donggala dan Palu terjadi sejak pukul 2 siang, lalu susul-menyusul sampai malam hari, dengan kekuatan di atas 5 SR.

Rasa takut yang menyelimuti Vivi adalah pengalaman pertamanya merasakan guncangan permukaan Bumi "yang begitu keras" selama 25 tahun ia menetap di Palu. Ia menggambarkan situasinya mencekam lantaran gempa terus terjadi dan seluruh jaringan listrik padam.

“Selama ini enggak pernah ikut pelatihan [mitigasi]," ujar Vivi. "Cuma dulu sempat ada gempa besar, kata bapak saya."

Gempa yang dimaksud Vivi terjadi pada 1968, juga disertai tsunami, dan menewaskan 200-an orang. Kini cerita yang pernah dialami ayahnya harus dirasakan Vivi.

Cerita serupa dialami Andriansa Manu, warga Jalan Anoa-Tatura Utara, Kota Palu. Warga panik, sementara gempa terus beruntun, ujar Manu.

Kepanikan memuncak saat air laut merayah bibir pantai dan menggulung daratan. Tempat tinggal Manu bisa ditempuh hanya sekitar 15 menit dari bibir pantai.

Saat dihubungi Tirto pukul setengah 11 malam, Manu berkata Kota Palu ibarat kota mati. Listrik padam dan jaringan komunikasi terputus sejak pukul 7 malam. Kondisi ini diperparah masih minimnya akses bantuan dan petugas pencarian dan penyelamatan.

Manu berkata ia tak tahu bahwa peringatan dini tsunami sudah diakhiri oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sekitar pukul 19:30 waktu setempat. “Saya baru tahu,” katanya kepada Tirto.

“Gempa 7,4 telah diawali gempa berkekuatan 5,9 SR, diikuti gempa-gempa lain sejak pukul 2 dan akhirnya pukul 17.02 [waktu Jakarta] terjadi gempa lebih kuat,” ucap Dwikorita dalam keterangan pers, Jumat malam.

Gempa beruntun ini, ujar Dwikorita, membuat jaringan komunikasi BMKG Pusat dengan BMKG Palu dan Donggala terputus pada pukul 14:00 waktu Jakarta atau pukul 15:00 waktu Palu. Situasi ini membuat Dwikorita langsung berkoordinasi dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk meminta aparat TNI memantau Palu dan Donggala

“Kami keluarkan peringatan dini tsunami pada lima menit setelah gempa terjadi,” kata Dwikorita.

Tsunami itu menerjang kawasan pantai barat Donggala dan Palu bagian barat sekitar pukul 18.22 waktu setempat.

Gempa di kawasan Donggala, yang mengelilingi Kota Palu, dipicu oleh aktivitas sesar Palu-Koro, salah satu dari empat sesar besar dan paling aktif di Pulau Sulawesi. Sesar ini sepanjang 500 km, membujur dari utara ke selatan, bermula di Laut Sulawesi, melewati Kota Palu dan berakhir di Kota Bone (Sulawesi Selatan).

Berdasarkan data pantauan yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ketinggian tsunami pada Jumat petang kemarin mencapai sekitar 6 meter. Sementara di pesisir Mamuju, sebuah kabupaten di antara Palu dan Makassar, kenaikan air karena gempa tersebut mencapai 6 sentimeter. Setelah tsunami surut, BMKG menghentikan peringatan dini tsunami sekitar pukul 6.36 waktu setempat.

“Dengan surutnya kenaikan air, peringatan dini tsunami ini kami akhiri,” ucap Dwikorita.

Meski Dwikorita sudah mengumumkan informasi itu, tetapi sangat mungkin pesannya terlambat diterima warga sekitar. Jaringan komunikasi dan listrik yang mati membuat arus informasi tersendat. Terlebih gempa masih terjadi hingga Sabtu malam.

Situasi itu membuat Kementerian Komunikasi dan Informatika mengirimkan 30 telepon satelit guna mendukung koordinasi penanganan bencana di Donggala dan sekitarnya.

“[Karena] jaringan telekomunikasi di Donggala dan sekitarnya tidak dapat beroperasi karena pasokan listrik PLN terputus,” ujar Ferdinandus Setu, pelaksana tugas Kepala Biro Humas kementerian, dalam keterangan tertulis kepada Tirto.

Situasi serba kalut itu yang bikin khawatir Vivi Yanti Baseng maupun Adriansa Manu. Mereka harus terus waspada sembari menunggu jaringan informasi kembali pulih dan bantuan segera datang.

Di Jakarta, Menteri Polhukam Wiranto menggelar siaran pers mendadak pada dini hari Sabtu, “Sudah ada instruksi [dari presiden]. Beliau langsung perintahkan saya untuk lakukan operasi tanggap darurat, melakukan konsolidasi tingkat pusat. Kami sedang menyusun rencana untuk menyalurkan bantuan."

=====

Ralat: Kami memakai versi BNPB bahwa gelombang tsunami di pantai barat Donggala dan Teluk Palu setinggi 6 meter. Angka ini berbeda dari rilis BMKG yang kami kutip sebelumnya dalam artikel bahwa tsunami setinggi 1,5 meter.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Husein Abdulsalam, Rio Apinino & Addi M Idhom
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Fahri Salam