tirto.id - Baru-baru ini, polemik terkait kesehatan reproduksi dan pengendalian kehamilan terjadi di Amerika Serikat. Sebenarnya, sudah sejak lama isu aborsi mengundang penolakan dari pihak-pihak pro life.
Begitu Donald Trump yang menunjukkan sikap anti-aborsi berkuasa, sokongan luar biasa datang untuk kelompok ini. Imbasnya, posisi lembaga-lembaga penyedia jasa kesehatan reproduksi—termasuk yang memfasilitasi aborsi—semakin tersudut.
Planned Parenthood, lembaga penyedia informasi dan jasa kesehatan reproduksi di AS, mencuri perhatian khalayak AS pekan lalu. Selain edukasi seks, pengetahuan tentang pengendalian kehamilan, tes kehamilan, perawatan kehamilan, dan layanan pemeriksaan organ-organ reproduksi, Planned Parenthood juga memfasilitasi aborsi bagi warga AS.
Seperti diwartakan CNN, sebesar 3 persen jumlah layanan yang telah diberikan Planned Parenthood berkaitan dengan aborsi. Tahun 2014, ada 323.999 aborsi yang dilayani oleh klinik-klinik Planned Parenthood.
Sejumlah media mengabarkan tentang Planned Parenthood dengan ragam perspektif. Ada yang mengetengahkan wacana penolakan Planned Parenthood dengan alasan anggaran negara tidak layak digelontorkan untuk proyek menghabisi nyawa bayi yang tidak diinginkan. Sementara di lain sisi, ada yang membicarakan rekam jejak positif Planned Parenthood yang dikatakan telah membantu pasien-pasiennya menangani masalah kesehatan reproduksi.
Menariknya, aplikasi kencan online semacam OKCupid pun turut menyokong Planned Parenthood yang tengah dihujat. Dengan eksplisit, mereka menunjukkan sikap ini dengan mencantumkan tagar #StandwithPP pada publikasi di media sosial mereka.
Sudah jamak diketahui bahwa aplikasi kencan online sering dimanfaatkan untuk mencari teman di ranjang alias hook up. Tidak semua pengguna melek soal kesehatan reproduksi saat melakukan hook up. Karenanya, OKCupid mencoba menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang reproduksi dan pengendalian kehamilan dengan mengangkat wacana #StandwithPP.
Baca juga:Aplikasi Kencan: Cari Jodoh atau Teman Bobo?
Aksi yang dipilih OKCupid ini mendatangkan pertentangan. Kendati spektrum layanan Planned Parenthood cukup luas, banyak orang lebih menyoroti isu aborsi. Inilah sebabnya mereka menolak keberlangsungan Planned Parenthood.
Wacana Aborsi dan Pengendalian Kehamilan di Indonesia
Sebagaimana kelompok pro life dan konservatif di Amerika, mayoritas masyarakat Indonesia pun menolak praktik aborsi. Berdasarkan hasil studi Pew Research pada 2014, 89 persen responden asal Indonesia menyatakan tak setuju aborsi. Alasan ajaran agama menjadi faktor utama mengapa aborsi ditabukan di negeri ini.
Tak peduli apakah si bayi diinginkan kedua orangtua atau tidak, apakah dapat membawa mudarat lebih sering daripada manfaat, atau apakah pasangan sanggup bertanggung jawab membesarkan si anak kelak, pokoknya aborsi diharamkan buat sebagian besar warga Indonesia.
Baca juga:
Meski demikian, segelintir lembaga muncul untuk mengedepankan wacana kebebasan mengambil pilihan terkait tubuh sendiri atau kerap dikenal dengan jargon “tubuhku otoritasku.” Komunitas Samsara adalah salah satunya. Pada wacana pengendalian kehamilan, ada LSM Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang merupakan rekanan dari organisasi International Planned Parenthood Federation.Sejak 1957, PKBI menggalakkan gerakan keluarga berencana di Indonesia. Kala itu, program KB masih dianggap sebagai pengekangan hak bereproduksi masyarakat. Padahal, urusan merencanakan jumlah anak berimbas signifikan terhadap perkembangan suatu negara, bukan cuma perkara privat yang tak semestinya dijamah pihak luar.
Ada beberapa program terkait keluarga berencana yang dijalankan PKBI, mulai dari edukasi seks dan sosialisasi KB untuk para remaja, pelayanan kesehatan reproduksi untuk orang-orang di daerah bencana, layanan konseling terkait hak kesehatan seksual, dan studi untuk mengembangkan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan klien.
Di samping program-progam tersebut, PKBI juga memfasilitasi pasien-pasien yang datang dengan masalah kehamilan tidak diinginkan (KTD).
Dalam siaran pers PKBI tahun 2015, tercatat ada 32.729 perempuan yang mengalami KTD dan mendapat layanan aborsi aman di klinik-klinik mereka sejak 2010-2014. Jangan bayangkan yang paling banyak mengakses layanan ini adalah perempuan yang belum menikah. Sebaliknya, persentase pasien dengan KTD paling besar diduduki oleh pasien dengan status menikah, yakni 83,4 persen. Hanya 16,6 persen perempuan dengan latar belakang lajang yang menjadi pasien aborsi di klinik-klinik PKBI.
Praktik aborsi yang dilayani PKBI tentu saja bukan tanpa alasan. Tindakan ini dilakukan atas dasar maraknya praktik aborsi tidak aman yang malah membahayakan nyawa si ibu hamil. PKBI mencatat, 32 persen pasien aborsi yang datang ke klinik mereka pernah mencoba upaya menggugurkan kandungan dengan meminum jamu, 15 persen pernah dilayani oleh tenaga medis, dan 1 persen mencoba aborsi dengan bantuan dukun.
KB Lebih Banyak untuk Perempuan
Sehubungan dengan pengendalian kehamilan, aneka pilihan kontrasepsi telah disediakan untuk masyarakat. Namun bila dicermati, sebagian besar alat kontrasepsi yang ada ditujukan bagi perempuan. IUD (spiral), pil dan suntikan KB, spermicidal gel,vaginal ring, kondom perempuan, dan sterilisasi adalah bentuk-bentuk kontrasepsi yang bisa digunakan perempuan, sementara bagi laki-laki, pilihan yang ada ialah kondom laki-laki dan vasektomi. Adapun kontrasepsi suntik untuk laki-laki menjadi pilihan yang lebih tidak populer dibanding dua metode kontrasepsi laki-laki lainnya.
Minimnya pilihan kontrasepsi untuk laki-laki bukan berarti tidak pernah ada studi untuk menciptakan alat baru pengendali kehamilan bagi mereka. Dilansir Bloomberg, pada dekade 50-an silam, peneliti dari perusahaan farmasi Sterling Drug mencoba mengembangkan pil kontrasepsi untuk dikonsumsi laki-laki. Setelah 12 minggu menjajal pil tersebut, ditemukan penurunan jumlah sperma dalam diri para partisipan eksperimen. Namun, satu kejadian membuat pengembangan penemuan ini dihentikan.
Salah satu partisipan meminum alkohol ketika tengah mengonsumsi pil kontrasepsi. Akibatnya, ia jatuh sakit. Jantung berdebar, berkeringat, mual, dan muntah adalah gejala-gejala yang timbul akibat konsumsi dua hal secara bersamaan ini.
Pada 2016 silam, peneliti lain kembali mencoba menciptakan kontrasepsi oral lain untuk laki-laki. Lagi-lagi, pil tersebut menunjukkan efek samping berupa perubahan mood dan depresi. Sementara dari studi berbeda, kontrasepsi suntik laki-laki menimbulkan efek samping munculnya jerawat dan peningkatan libido.
Baca juga:Pria Pemberani Tak Takut Disuntik Kontrasepsi
Kendala-kendala macam ini kerap kali membuat mandek pengembangan kontrasepsi alternatif untuk laki-laki. Padahal pada saat bersamaan, selama puluhan tahun, perempuan telah mengkonsumsi pil kontrasepsi yang juga bukan tanpa efek samping.
Mual, sakit kepala, ketidaknyamanan pada payudara, pendarahan tiba-tiba di luar masa haid, peningkatan berat badan, gairah seks menurun, dan perubahan mood adalah gejala yang sering dikeluhkan perempuan saat mengonsumsi pil KB. Gejala-gejala yang muncul dengan menggunakan KB suntik pun dapat setali tiga uang dengan penggunaan pil KB.
Penggunaan IUD pun membawa risiko tersendiri bagi perempuan. Masalah saat menstruasi, IUD yang menusuk uterus, dan IUD yang terlepas dari uterus adalah contoh-contoh problem yang bisa terjadi saat perempuan memilih metode KB ini. Ditambah lagi, tidak sedikit biaya yang mesti dikeluarkan untuk memasang IUD.
Mudah saja mungkin orang berpikir, cukup gunakan kondom laki-laki, maka selesai masalah pengendalian kehamilan. Namun kenyataannya, efektivitas kondom tidak mencapai 100 persen. Lebih-lebih bila kondom tidak dipasang dengan benar, efektivitas pencegahan kehamilan dengan metode ini mencapai 82 persen saja.
Artinya, 18 dari 100 orang akan tetap hamil bila pasangannya hanya mengandalkan penggunaan kondom laki-laki. Belum lagi keadaan tertentu seperti alergi perempuan terhadap produk lateks. Bila dipaksakan digunakan sebagai satu-satunya metode KB, yang ada ialah ketidaknyamanan saat bercinta.
Deretan konsekuensi yang mesti siap ditanggung perempuan ini menunjukkan bahwa dalam hal pengendalian kehamilan, kerap kali mereka mengemban beban lebih berat. Ketimpangan adalah hal yang jarang sekali disoroti dari wacana pengendalian kehamilan. Orang-orang lebih melumrahkan efek samping yang diterima perempuan dibanding laki-laki dan ini terus berlangsung hingga sekarang seolah tidak ada yang salah dengan hal tersebut.
Bila pasangan tidak menggunakan metode KB apa pun dan KTD terjadi, kebanyakan dari mereka lebih memilih membiarkan kehamilan sampai anak lahir, dan mau tidak mau membesarkan si anak. Pilihan aborsi cenderung dihindari lantaran tidak mau dicemooh masyarakat bila sampai ketahuan.
Apakah perempuan masih bisa menegakkan prinsip tubuhnya adalah otoritasnya? Kalaupun ya, ia mesti siap dengan sanksi-sanksi sosial, mulai dari pandangan miring sampai peminggiran. Sebab, hingga kini masyarakat umumnya melihat tubuh bersifat sosial, tidak bisa lepas dari aneka norma dan regulasi yang ada.
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani