Menuju konten utama

Berkaca dari Gia Pratama, Dokter Juga Punya Kode Etik di Medsos

Seorang dokter atau mahasiswa kedokteran harus memperhatikan batasan serta aturan dalam menggunakan media sosial terutama yang berkaitan dengan profesionalisme kerja

Berkaca dari Gia Pratama, Dokter Juga Punya Kode Etik di Medsos
Ilustrasi dokter. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Beberapa waktu lalu, di media sosial beredar curhatan seorang dokter bernama Gia Pratama yang menceritakan pengalamannya menangani pasien di salah satu rumah sakit jiwa saat ia masih berstatus sebagai mahasiswa koas.

Cuitan itu diunggah di akun twitter pribadi miliknya @GiaPratamaMD. Gia menceritakan berbagai pengalaman unik saat menangani pasien gangguan jiwa sebanyak 70 orang bersama 7 rekan sejawatnya.

Setelah diunggah, cuitan tersebut menjadi viral dan mendapat berbagai tanggapan dari warganet, baik positif maupun negatif. Banyak warganet yang merasa terhibur dengan kejadian lucu yang dialaminya, namun tak sedikit pula yang mengkritik cuitan tersebut. Sebagian bahkan menilai, postingan tersebut justru menyalahi etika, karena menggunakan kata "gila" untuk menyebut pasien.

Lalu sebenarnya apakah hal yang dilakukan oleh dokter Gia tersebut sesuai dengan kode etik dan profesionalisme kerja?

Jika merujuk pada panduan British Medical Association (BMA) terkait Social media, ethics and professionalism, seseorang yang berprofesi sebagai dokter ataupun mahasiswa kedokteran hakikatnya boleh menggunakan media sosial untuk berbagi gagasan dan informasi, berkampanye, memperdebatkan masalah kesehatan, dan mengikuti perkembangan terkini seperti yang umumnya dilakukan oleh orang lain.

Namun, penggunaan media sosial juga berpotensi untuk mengaburkan batas antara hal yang bersifat pribadi dan profesionalisme kerja, yang memungkinkan terjadinya pelanggaran kode etik. Jika penggunaannya tidak dilakukan secara bijak, maka dapat menimbulkan resiko.

Dari panduan tersebut diatas, ada 9 poin bagi seorang dokter maupun mahasiswa kedokteran dalam menggunakan media sosial.

Kamu tetaplah seorang dokter dan mahasiswa kedokteran di media sosial

Apapun yang diunggah di media sosial, akan menggambarkan kepribadian seseorang. Jika kamu menggunakan media sosial untuk mengunggah sesuatu yang berkaitan dengan hal medis, hal tersebut akan bersinggungan langsung dengan standar etis dan profesional kerja, dibandingkan ketika mengunggah hal yang bersifat pribadi.

Menjaga rahasia pasien

Anda memiliki tanggung jawab hukum dan etika untuk menjaga semua data dan rahasia pasien. Jika anda membagikan pengalaman klinis, pastikan anda telah mendapatkan persetujuan dari si pasien, serta berhati-hatilah saat membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan individu atau kasus medis tertentu.

Ikuti panduan General Medical Council (GMC) sebelum mengambil dan berbagi foto pasien di tempat anda bekerja

Jika mengambil atau berbagi foto pasien yang berkaitan dengan kasus klinis, anda harus memperhatikan aturan dan etika sebelum mengunggah ke media sosial, dan pastikan anda telah mendapatkan persetujuan dari pasien. Panduan GMC menyebutkan bahwa berhati-hatilah jika tidak sengaja mengambil gambar di tempat kerja yang bisa melanggar kerahasiaan.

Pertahankan batas profesionalisme

Hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga batasan jarak antara pribadi dan profesionalisme kerja. Misalnya, jika anda menggunakan facebook, secara umum mungkin tidak bijaksana untuk menerima permintaan pertemanan dari pasien, anda perlu mempertimbangkannya.

Mungkin ada situasi lain di mana anda bisa berinteraksi dengan pasien di media sosial. Secara umum, ini tidak menjadi masalah, namun yang perlu diperhatikan adalah anda harus mengesampingkan hal-hal dengan konteks antara dokter dan pasiennya.

Pikirkan dulu sebelum membagikan sesuatu

Sifat informal dan real-time media sosial adalah dua kekuatannya tapi bisa juga menjebak. Stress dalam bekerja adalah sebuah tantangan, seseorang seringkali meluapkan kekesalannya di media sosial, namun hal tersebut tidak selalu menjadi tempat terbaik untuk dilakukan.

Semua orang memiliki hak dan kebebasan untuk berbicara tapi hal tersebut tidaklah mutlak. Hindari berkomentar buruk tentang individu atau organisasi, yang bisa dianggap tidak pantas atau tidak berdasar.

Pikirkan apakah anda ingin menjadi seorang dokter anonim atau memperkenalkan identitas diri anda. GMC menyatakan bahwa jika anda mengidentifikasi diri anda sebagai dokter di media sosial itu adalah praktik terbaik, tapi tidak wajib. Identifikasilah diri anda sebagai dokter saat membahas kesehatan dan perawatan kesehatan.

Berhati-hatilah saat memberikan saran pengobatan di media sosial

Dokter dan mahasiswa kedokteran bisa menggunakan keahlian dan pengalamannya dalam memberikan informasi seputar masalah kesehatan kepada publik, namun hal yang perlu diperhatikan adalah hindari melakukan diskusi atau memberikan saran kepada pasien di sosial media. GMC menyatakan bahwa seorang dokter dilarang mendiskusikan kesehatan pasiennya, karena dapat diakses oleh publik.

Terbuka tentang konflik kepentingan apapun

Jika anda menggunggah sesuatu yang berkaitan dengan masalah kesehatan, maka hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang dapat diterima dan dipercaya. Berusahalah untuk jujur, dan terbuka tentang berbagai isu. GMC memiliki aturan terkait hal ini yang bisa dibaca dan diikuti.

Kelola privasi dan keamanan akun media sosial anda

Jagalah kerahasiaan dan keamanan akun media sosial anda, untuk menjaga resiko dari setiap unggahan anda yang bisa saja dibagikan secara luas diluar konteks. Bahkan fasilitas direct message di twitter bisa di screen capture dan dibagikan. Perlu diperhatikan untuk selalu meninjau media sosial anda secara berkala.

Baca juga artikel terkait MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yandri Daniel Damaledo
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo