tirto.id - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Golkar akan menyelenggarakan rapat pleno penonaktifan Setya Novanto sebagai ketua umum dan penentuan Plt Partai Golkar pada Selasa (21/11/2017). Dua nama muncul sebagai sosok kuat Plt Ketua Umum Golkar, yaitu Ketua Harian Golkar, Nurdin Halid dan Sekjen Golkar, Idrus Marham.
Nurdin menyatakan, Pasal 19 AD/ART Partai Golkar menyebutkan, setelah penonaktifan Ketua Umum, Ketua Harian bisa menjadi Plt. Ini artinya, jika Setya Novanto nonaktif, maka ia bisa menjadi Plt Ketua Umum.
"Secara AD/ART partai sudah jelas kalau ketua umum dinonaktifkan, ketua harian yang akan menjadi Plt," kata Nurdin kepada Tirto, Senin (20/11/2017).
Pernyataan Nurdin ini pun kemudian didukung oleh mantan Koordinator Bidang Polhukam DPP Golkar, Yorrys Raweyai. Ia menyatakan, keputusan AD/ART itu tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa ketua harian berwenang menjadi Plt Ketua Umum Golkar.
"Kalau kita bicara sesuai AD/ART dan tata kerja, ya ketua harian, itu kan jelas kalau ketum berhalangan maka ketua harian akan menggantikan," kata Yorrys kepada Tirto, Senin (20/11/2017).
Dengan tegas bahkan Yorrys menyatakan Idrus Marham tidak bisa menjadi Plt Ketua Umum Golkar karena posisi Sekjen tidak diperkenankan untuk itu. Menurut Yorrys, kalau Idrus menjadi Plt justru akan merusak tatanan.
"Enggak mungkin lah Sekjen. Enggak usah terlalu berpikir yang macam-macam bilang Sekjen itu mengangkat dirinya sendiri dengan memaksakan kehendak ini, kan enggak bagus buat partai," kata Yorrys.
Di sisi lain, Idrus Marham pun telah menyatakan kesiapan dirinya menjadi Plt Ketua Umum Golkar setelah Setya Novanto resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.
“Masak sudah pontang-panting begini enggak siap," kata Idrus di Kantor DPP Golkar, Senin (20/11/2017).
Berbeda dengan Nurdin, Idrus Marham tidak menggunakan dalih AD/ART sebagai pembenaran kesiapannya. Melainkan, pria asal Sulawesi Selatan itu menyatakan bergantung pada keputusan rapat pleno DPP Golkar yang akan digelar pada Selasa (21/11/2017).
“Semua tergantung hasil rapat pleno besok. Sudah ditentukan kok. Kalau saya kasih tahu sekarang kalian besok tidak datang," kata Idrus.
Idrus mendapat dukungan dari Dewan Pakar Golkar yang telah resmi merekomendasikan dirinya sebagai Plt Ketua Umum Golkar sebagaimana disampaikan Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono, pada Senin (20/11/2017) di Kantor DPP Golkar.
"Kami mendukung usulan Ketua Umum DPP Partai Golkar yang telah menunjuk saudara Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum dengan ‘tugas melaksanakan kegiatan DPP Partai Golkar sehari-hari dan khususnya untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan Munaslub Partai GOLKAR sesegera mungkin," kata Agung.
Agung juga telah menandatangani surat resmi Dewan Pakar Golkar untuk rekomendasi hal tersebut. Agung beralasan, rekomendasi itu dikeluarkan karena menurutnya Idrus selama ini telah mendampingi Novanto dan dianggap paham mengenai mekanisme kepartaian.
"Ketua Harian Nurdin Halid, kan sedang sibuk fokus Pilgub Sulsel," kata Agung.
Rekomendasi ini, kata Agung, dikeluarkan melalui rapat pleno Dewan Pakar Golkar yang digelar setelah Idrus Marham mendatangi dirinya pagi ini.
"Tadi pagi Pak Idrus ke rumah saya melaporkan bahwa mendapat mandat jadi Plt ketum oleh Pak Novanto. Kami setuju dengan Pak Novanto," kata Agung.
Agung menyatakan, Idrus Marham datang tanpa membawa surat mandat tertulis dari Novanto. Meskipun begitu, Agung tetap mempercayai ucapan Idrus tersebut. "Saya dalam posisi positive thinking saya percaya. Masa iya dia [Idrus] berani bohongi saya," kata Agung.
Ditentukan dalam Rapat Pleno DPP Golkar
Sementara itu, Ketua Bapilu DPP Golkar Nusron Wahid menyatakan, siapa saja berhak untuk menjadi Plt Ketua Umum Golkar, tidak harus ketua harian atau Sekjen.
"Bisa ketua harian, bisa sekjen, bisa Pak Airlangga. Semua punya kesempatan. Termasuk saya juga punya kesempatan," kata Nusron di DPP Golkar, Senin (20/11/2017).
Pemilihan Plt Ketua Umum Golkar, kata Nusron, juga bukan soal perdebatan hukum kepartaian, melainkan soal politik. Sehingga, kata dia, sosok yang akan menjadi Plt adalah yang dipilih secara resmi dalam rapat pleno DPP Golkar.
“Karena yang namanya DPP Partai Golkar itu kolektif kolegial. Kolektif kolegial itu berarti kepemimpinannya berdasarkan keputusan yang ada. Karena sudah jadi kekosongan," kata Nusron.
Secara pribadi, Nusron tidak menginginkan pemilihan Plt Ketua Umum Golkar dilakukan melalui voting, melainkan musyawarah mufakat. Sebab, menurutnya, Golkar saat ini membutuhkan soliditas internal untuk menghadapi proses politik ke depannya.
Nantinya, kata Nusron, Plt ini akan mempunyai kewenangan seperti halnya ketua umum setelah disahkan oleh Kemenkumham. Pengesahan tersebut agar Plt bisa mengajukan calon kepala daerah dan legislatif untuk Pemilu 2019.
"Karena dalam undang-undang politik yang berhak mengajukan pemilu adalah ketua umum atau kepemimpinan partai yang bukan ketua umum yang telah disepakati oleh forum tertinggi. Kalau di DPP Golkar adalah pleno," kata Nusron.
Terkait masa menjabat Plt, Nusron menyatakan dalam rapat pleno Golkar besok akan ada dua opsi. Pertama, Plt menjabat sampai akhir masa periode kepemimpinan Golkar atau sampai tahun 2019. Kedua, Plt menjabat sampai Munaslub Golkar.
Dari dua opsi tersebut, secara pribadi Nusron menginginkan, Plt menjabat sampai Munaslub Golkar. Sebab, dengan adanya Munaslub, Ketua Umum Golkar akan menjadi definitif dan dapat meminimalisasi konflik di internal Golkar.
"Supaya sewaktu-waktu kalau sifatnya masih Plt, nanti kalau ada pihak yang kecewa dia akan mengajukan Plt lagi. Sama-sama mengajukan ke kumham. Dualisme lagi," kata Nusron.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz