tirto.id - Aksi nekat pengunjung museum Louvre sama saja dengan pengunjung museum di Indonesia. Memotret karya seni menggunakan blitz. Hal ini pernah terjadi saat pengunjung hadir di dalam ruangan yang memuat lukisan Mona Lisa, salah satu karya yang jadi daya tarik turis. Pada hari biasa, ruangan tersebut dipenuhi pengunjung.
Mereka berdesakan sembari mengangkat tangan yang menggenggam kamera. Menggeser tangan-tangan lain agar dapat frame sempurna untuk memotret karya Leonardo Da Vinci. Blitz yang diaktifkan mengganggu pandangan mata pengunjung lain yang berniat memandang detail lukisan. Penjaga tentu saja ada di sana. Namun, mereka diam saat melihat pelanggaran terhadap aturan museum.
Keruwetan yang lumrah terjadi di depan lukisan Mona Lisa ini tidak dialami Beyoncé dan Jay Z. Mereka jadi bagian dari 500 individu dan kelompok yang menyewa Louvre untuk keperluan syuting setiap tahunnya. Louvre punya tarif berbeda untuk berbagai kategori syuting. Pada 2015, uang sewa ruang untuk pengambilan gambar film yang melibatkan lebih dari 50 kru ialah 10.000 euro. Syuting iklan dikenakan biaya 7.000-15.000 euro. Sementara syuting yang dilakukan oleh stasiun televisi dipatok dengan harga 10.000 euro. Biaya tersebut belum termasuk uang parkir yang mencapai 5.000 Euro.
Beyoncé dan Jay Z yang menamai diri mereka The Carters menyewa kawasan Denon Wing untuk syuting video lagu "Apeshit" dari album Everything Is Love. Kawasan tersebut memuat kumpulan karya seni lukis dan patung kuno dari Italia, Mesir, dan Asia. Di tangga yang memuat patung Winged Victory of Samothrace, Beyoncé atau Queen Bey duduk dan berjoget tanpa alas kaki. Tubuh ibu Blue Ivy yang dibalut bodysuit berwarna senada dengan kulit itu meliuk-liuk persis di depan lukisan-lukisan dan patung. Bersama suami, ia duduk berdampingan di atas sofa yang diletakkan di tengah ruang pamer. Para penari latar pria berjoget dengan dada telanjang.
Bila The Carters adalah pengunjung biasa, mereka pasti sudah dihukum oleh Presiden Direktur museum karena melanggar sejumlah ketentuan resmi. Untuk syuting ini, mereka mendapat perlakuan spesial.
Posisi Karya Seni Afrika
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan The Carters ternyata tidak membikin geram sejumlah penggiat seni. Mereka justru merespons positif video ini. Time mewawancara Kimberley Drew, kurator seni dan Alexandra Thomas, sejarawan seni. Mereka menganggap aksi The Carters di Louvre membentuk persepsi tersendiri tentang Louvre, museum yang selama ini dianggap fokus pada karya seni dunia Barat dan kurang menunjukkan keragaman.
Drew berkata bahwa "Apeshit" membuka wacana baru tentang representasi standar estetika yang ditetapkan kaum kulit putih. “Baik disengaja maupun tidak, The Carters menunjukkan bahwa semua pihak bisa berdampingan di dalam seni. Terbuka kesempatan untuk melihat lebih dalam tentang referensi seni kontemporer dan karya-karya koleksi museum. Ketika mereka memandang Mona Lisa, tersirat bahwa pembuat karya seni dan karya seni sedang berhadapan.”
Sementara itu, Thomas melihat ada hal sensitif yang tersirat dari "Apeshit". “Museum tidak mempertimbangkan Mesir kuno sebagai bagian dari seni Afrika. Biasanya ia ditempatkan bersama dengan karya dari zaman Yunani Kuno dan Roma. Beyoncé ialah bagian dari seniman kulit hitam yang mengingatkan orang tentang masa lalu Afrika yang juga punya inovasi dan kekuasaan. Pilihan pengambilan gambar di depan Sphinx mengingatkan hal tersebut,” kata Thomas.
Ellen C. Caldwell, profesor sejarah seni mengungkap pendapat senada. Lewat "Apeshit", ia menganggap The Carters sedang mengkritik keberadaan museum dan karya-karyanya sebagai bukti imperialisme. “The Carters mengomentari sejarah penindasan visual dalam seni barat yang dibuat untuk mengelukan kulit putih dan menghapus budaya kulit hitam,” tulis media tersebut.
Hal itu turut tersirat saat Jay Z berdiri di muka Raft of The Medusa karya Théodore Géricault. Karya tersebut bercerita tentang Medusa, kapal yang digunakan sebagai alat transportasi pasukan Perancis untuk merebut Senegal. Kapal bermuatan 147 orang itu tenggelam di perairan Afrika Barat. Hanya 15 orang yang selamat. Sang pelukis menyelesaikan lukisan tersebut pada tahun 1819. Lukisan dibuat berdasarkan gambaran yang didapat pelukis dari salah satu korban yang selamat.
“Dengan berdiri di depan Mona Lisa, The Carters bagai mengganggu, menyesuaikan, menentang, dan merenungkan praktik-praktik kuno yang telah dibuat berabad-abad lalu sejak museum ini didirikan,” kata Caladwell.
Rekonsiliasi Pernikahan
Terlepas dari pelanggaran dan dukungan terhadap klip "Apeshit", lagu serta album baru ini ialah cara Beyoncé dan Jay Z untuk memulihkan hubungan mereka yang sempat menegang. Pada 2016, Beyoncé mengeluarkan album Lemonade, album yang menyiratkan hubungannya dengan Jay Z yang memburuk.
Album itu berisi lagu dengan lirik-lirik keras seperti “If you try that shit again, you’re going to lose your wife”, “My torturer became my remedy”, dan “You ain’t married to an average bitch boy!”
Salah satu video klip di album tersebut menayangkan ekspresi amarah Beyoncé. Aksi kekerasan yang dilakukan di video itu mengundang protes. Beyoncé dituduh meniru karya seniman Swis Pipilotti Rist. Namun, bagi Beyoncé, dituduh meniru bukanlah cerita baru. Ia pun pernah dianggap menjiplak koreografi Anne Teresa De Keersmaker dan Lorella Cuccarini.
Setelah Beyoncé menyelesaikan proyek album Lemonade, Jay Z meluncurkan album 4:44 yang merespons album terbaru istrinya. Judul album dibuat dengan angka yang dianggap punya arti bagi pasangan tersebut. Jay dan Beyoncé lahir dan menikah di tanggal 4. Setelah menikah, pasangan ini membuat tato di jari manis berbentuk angka empat romawi.
Kepada New York Times, Jay Z berkata bahwa membuat musik bersama Beyoncé ialah terapi. Demikianlah lahir "Everything is Love" dan video "Apeshit" yang dibuat di museum yang mendatangkan 8.1 juta pengunjung pada 2017. Di tempat yang melambangkan keglamoran Paris, Beyoncé membuktikan pernyataan bahwa dirinya bukan "average bitch". Queen Bey pun seakan sedang menyebar ide konsep foto pre-wedding di museum ke seantero dunia.
Editor: Maulida Sri Handayani