tirto.id - Kasus efek samping termasuk reaksi alergi usai disuntik vaksin COVID-19 bisa terjadi, tetapi kasusnya jarang, ungkap Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).
Menurut CDC, ada 29 kasus reaksi alergi parah yang dikenal sebagai anafilaksis setelah pemberian vaksin COVID-19 baik itu dari Pfizer-BioNTech atau produk Moderna dan lainnya.
"Bahkan dengan kasus yang terlihat sampai saat ini, vaksin COVID-19 tetap merupakan proposisi nilai yang baik," kata Direktur Pusat Imunisasi Nasional CDC, Nancy Messonnier seperti dikutip dari WebMD, Sabtu (9/1/2021).
Messonnier mengatakan, ada sekitar 11,1 kasus anafilaksis per 1 juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech COVID-19 atau lebih tinggi dari perkiraan 1,3 kasus per 1 juta dosis dengan vaksin flu.
Walau begitu, hal ini seharusnya tidak membuat orang takut untuk mendapatkan vaksin COVID-19.
"Risiko mereka akibat COVID-19 dan hasil yang buruk masih lebih besar daripada risiko akibat parah dari vaksin dan untungnya, kami tahu bagaimana menangani anafilaksis," tutur Messonnier.
Messonnier mendesak petugas kesehatan yang mengelola vaksin COVID-19 untuk bersiap terhadap reaksi efek samping.
"Siapa pun yang memberikan vaksin tidak hanya perlu memiliki EpiPen, tetapi tahu cara menggunakannya," kata dia.
CDC melaporkan pada 14 Desember dan 23 Desember terjadi 21 kasus anafilaksis setelah pemberian 1.893.360 dosis pertama vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech. Sebagian besar reaksi atau 71 persen, terjadi dalam 15 menit setelah vaksinasi.
Vaksinasi COVID-19 di Indonesia berlangsung mulai pekan depan, 13 Januari. Kementerian Kesehatan mengantisipasi dampak vaksinasi lewat Komnas Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI).
Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, KIPI dibentuk untuk menampung keluhan penerima vaksin. Dengan adanya KIPI langkah penanganan bisa cepat, meski hal itu tidak diharapkan.
Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari mengatakan vaksin adalah produk biologis, sehingga bisa menimbulkan reaksi alamiah seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan di daerah suntikan.
Menurut dia, orang yang mengalami gangguan kesehatan diduga akibat KIPI akan menerima pengobatan dan perawatan selama proses investigasi dan pengkajian kausalitas KIPI berlangsung.
"Semua biaya akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah daerah atau sumber pembiayaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 12 tahun 2017,” kata Hindra dalam konferensi pers, Jumat (8/1).
Langkah awal memantau efek samping yakni memastikan sistem pelaporan berjalan seperti penyediaan nomor layanan di fasilitas kesehatan.
Selanjutnya, pelaporan temuan akan berjenjang mulai dari lokasi vaksinasi, berlanjut ke puskesmas hingga ke dinas kesehatan setempat. Setelah menerima laporan, dinas kesehatan memverifikasi kepada pelapor.
Hindar menyebut bila terjadi efek samping serius, akan ada investigasi dari dinas kesehatan dan puskesmas setempat. Kemudian bila perlu dilakukan pemeriksaan uji sampel vaksin, maka dinas kesehatan tingkat provinsi akan berkoordinasi dengan balai besar di bawah Kementerian Kesehatan.
Editor: Agung DH