tirto.id - Sebuah video beredar di media sosial Facebook pada 12 Agustus. Video ini dibagikan oleh akun Mita CH (tautan) dengan deskripsi: “Malaysia tidak bisa bayar utang ke Indonesia. Punya utang ke Indonesia kini Malaysia tak mampu bayar”.
Video ini telah disaksikan sebanyak 1,7 juta kali, mendapat 33 ribu reaksi, serta 6,1 ribu komentar, per 18 Agustus 2022. Unggahan ini juga telah dibagikan sebanyak 6,4 ribu kali.
Video berdurasi 4:19 menit ini berisi narasi yang menyatakan bahwa Malaysia perlu membayar utangnya, soal ahli waris Kesultanan Suluh, serta jumlah utang yang berusaha dilunasi Malaysia.
Beberapa hal yang disebutkan narator adalah bahwa utang Malaysia disebut "menggunung" hingga Rp 3.500 triliun dan mencapai 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut. Informasi ini diklaim dikutip dari media Grid Hot dari Intisari.
Ahli waris Kesultanan Sulu disebut "meminta belas kasihan" dalam pembayaran utangnya. Katanya pula, Pengadilan Resmi Negeri Jiran memutuskan Malaysia harus membayar utangnya kepada Indonesia sebesar 14,92 miliar dolar Amerika Serikat (AS) kepada pemerintah Indonesia. Pemerintah Malaysia juga disebut melanggar Perjanjian 1878 yang ditanda tangani Raja Malaysia. Negara tersebut juga disebut melakukan renegoisasi utang dengan Indonesia.
Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), juga disebut memperingatkan Malaysia akan ledakan utangnya. Pun, disebut adanya pertemuan Ismail Sabri Yaakob, Perdana Menteri Malaysia, dengan pihak Indonesia.
Lantas, bagaimana kah sebenarnya informasi-informasi ini? Apakah ia berkaitan satu sama lain?
Penelusuran Fakta
Tim riset Tirto menelusuri informasi-informasi kunci yang disampaikan dalam video berdurasi 4:19 menit tersebut. Seperti jumlah utang Malaysia, siapa itu ahli waris Kesultanan Sulu, Perjanjian 1878, dan juga pertemuan Perdana Menteri Malaysia dengan Indonesia.
Kami menelusuri sumber informasi yang dikutip video, yakni situs Grid.id. Pada Maret 2021, Grid mempublikasikan artikel berjudul “Punya Utang Rp 3.500 Triliun, Malaysia Terancam Bangkrut, Padahal Baru Setengah Utang Indonesia, Apakah RI Bakal Ikut Jejak Negara Tetangga? Begini Penjelasannya!”.
Artikel itu menyebut bahwa banyak negara yang terdampak oleh pandemi COVID-19, termasuk dalam bertambahnya utang negara. Penulis artikel juga menyebut bahwa utang Malaysia berjumlah Rp 3.500 triliun per 31 Desember 2017, yang diklaim dikutip dari Reuters. Namun utang ini bukan spesifik utang Malaysia pada Indonesia.
Mengutip dari Katadata pada September 2021, Malaysia, Thailand, hingga Amerika Serikat memang menaikkan batas maksimal atau pagu utang akibat kebutuhan penanganan pandemi yang membengkak. Artikel Katadata sendiri memang lebih berfokus pada utang AS, namun hal penting untuk digarisbawahi adalah bahwa krisis ekonomi memang dialami banyak negara, termasuk juga Malaysia.
CNBC Indonesiajuga sempat membahas rasio utang berbagai negara yang meningkat tajam akibat pandemi pada artikel tertanggal 20 Juni 2022. Salah satunya dialami pula oleh Malaysia. Disebutkan oleh CNBC, utang pemerintah Malaysia per Desember 2021 menembus MYR 979,8 miliar atau 63,4 persen dari PDB. Rasio tersebut meningkat dibandingkan 60,7 persen terhadap PDB pada 2020.
Terakhir, artikel New Straits Times tertanggal 21 Juli 2022 juga menyebut bahwa utang pemerintah Malaysia hingga akhir Juni 2022 berjumlah 1.045 triliun ringgit Malaysia atau 63,8 persen dari PDB negara itu, mengutip dari Menteri Keuangan Malaysia Datuk Seri Zafrul Tengku Abdil Aziz.
Pada minggu sebelumnya, Tengku Zafruil juga memberi pernyataan bahwa posisi fiskal Malaysia masih kuat dan bahwa utang pemerintah masih terkontrol.
Ia juga menyebut bahwa pemerintah Malaysia tetap memiliki disiplin tinggi dan tidak pernah gagal untuk membayar bunga utang dan utang yang jatuh tempo walaupun sempat mengalami krisis-krisis resesi ekonomi dan finansial.
Pada artikel New Straits Times lain tertanggal 2 Agustus 2022, Tengku juga menyebut bahwa 97,5 persen utang Malaysia dalam ringgit, sehingga hal ini menurunkan risiko terhadap posisi keuangan pemerintah Malaysia.
Artikel-artikel tersebut juga tidak memuat pernyataan bahwa Malaysia tidak bisa membayar utangnya, seperti yang diklaim dalam video.
Kemudian satu poin lain yang juga disebutkan di video adalah bahwa pada tahun 2022, Malaysia dituntut membayar utang yang sangat besar kepada ahli waris Kesultanan Sulu.
Ditulis Kompas yang menukil Reuters, para ahli waris kesultanan abad ke-19 memang berusaha untuk menyita aset Pemerintah Malaysia di seluruh dunia dalam upaya untuk menegakkan putusan arbitrase senilai 14,9 miliar dollar AS (Rp 223,10 triliun) yang mereka menangkan. Berita ini diterbitkan pada 19 Juli 2022 yang mana penyitaan aset sendiri dilakukan baru-baru ini.
Kompas menyebut, upaya penyitaan dilakukan di tengah putusan Pengadilan Perancis, tempat di mana kasus hukum tersebut diproses. Pengadilan Perancis memerintahkan Malaysia untuk membayar sejumlah uang kepada keturunan Sultan Sulu terakhir untuk menyelesaikan perselisihan mengenai kesepakatan tanah di era kolonial.
Seperti yang juga disebut Reuters, dan berkaitan dengan kata kunci selanjutnya yakni Perjanjian 1878, ahli waris Sultan Sulu mengklaim sebagai penerus kepentingan Sultan Sulu terakhir, yang menandatangani kesepakatan pada 1878 atau Perjanjian Sabah 1878. Perjanjian ini dilakukan dengan perusahaan perdagangan Inggris untuk mengeksploitasi sumber daya di wilayah yang berada di bawah kendalinya. Wilayah itu termasuk Sabah yang terletak di ujung utara Kalimantan.
Malaysia sendiri mengambil alih wilayah tersebut setelah merdeka dari Inggris. Setiap tahun, Pemerintah Malaysia membayar sejumlah uang kepada ahli waris, yang merupakan warga negara Filipina. Namun, Malaysia sendiri menghentikan pembayaran pada 2013. Sebab menurut Malaysia, tidak ada orang lain yang memiliki hak atas Sabah, yang merupakan bagian dari wilayahnya.
Inilah yang dimaksud narator video, Malaysia melanggar perjanjian Sabah 1878. Namun hal ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan Indonesia.
Ini pula yang disebut Reuters bahwa Malaysia berusaha mempertahankan asetnya dari keturunan sultan terakhir Sulu yang berusaha menegakkan putusan pengadilan sebesar USD 15 miliar.
Kemudian tentang pertemuan Ismail Sabri Yaakob, Perdana Menteri (PM) Malaysia, dengan Indonesia, hal ini juga ditemukan di situs Kominfo.go.id. PM Malaysia bertemu dengan Presiden Jokowi pada 10 November 2021 untuk mendorong penyelesaian MoU Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan negosiasi batas negara.
Pertemuan ini sendiri terjadi di Istana Bogor. Mengutip Kominfo, sejumlah isu yang dibahas dalam pertemuan di antaranya, pertama, mengenai pentingnya kerja sama perlindungan warga negara Indonesia yang berada di Malaysia. Kedua, Presiden ingin agar kedua negara segera menyelesaikan negosiasi batas negara, baik batas darat maupun batas laut. Menurut Presiden, negosiasi terkait hal tersebut sudah cukup lama berlangsung.
Selain itu, kedua pimpinan negara juga membahas sejumlah isu kawasan, antara lain soal situasi di Myanmar dan Laut China Selatan. Namun, sama sekali tidak disebut mengenai utang.
Kesimpulan
Menurut penelusuran Tirto, tidak benar bahwa Malaysia tidak bisa membayar utangnya. Tak ada pula laporan mengenai utang Malaysia pada Indonesia. Meski rasio utang pemerintahnya terhadap PDB menembus 60 persen, Menteri Keuangan Malaysia juga menegaskan bahwa posisi fiskal Malaysia masih kuat dan bahwa utang pemerintah masih terkontrol.
Hal lain yang disebut seperti utang terhadap keturunan Sultan Sulu terakhir tidak ada hubungannya dengan utang dengan Indonesia.
Semua narasi yang disampaikan di video tidak ada hubungannya dengan Indonesia dan hanya dikait-kaitkan ke Indonesia. Informasi yang disebarkan oleh akun Facebook Mita CH bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
Editor: Farida Susanty