Menuju konten utama
Periksa Fakta

Benarkah Ekor Ikan Tongkol Sebabkan Keracunan?

Ahli gizi sekaligus pengurus Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Ati Nirwanawati, tak membenarkan narasi ini.

Benarkah Ekor Ikan Tongkol Sebabkan Keracunan?
Header Periksa Fakta Ekor Ikan Tongkol Berbahaya. tirto.id/Fuad

tirto.id - Lebih dari satu dekade lalu, tepatnya pada 2010, ikan tongkol diduga telah meracuni 18 warga Dusun Ketuwon Kulon, di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Seperti dilaporkan Antara, saat itu warga mengaku pusing, mual, gatal, dan matanya merah, setelah mengonsumsi ikan tongkol yang dijajakan oleh penjual keliling.

Kasus semacam itu tak sekali terjadi. Pada pergantian tahun baru 2020, ikan tongkol telah menyebabkan 410 warga Jember keracunan. Berdasarkan hasil laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap beberapa sampel ikan yang dimakan para korban, dilansir Kompas, kandungan histaminnya terbukti tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi.

Mengenai ikan tongkol dan kaitannya dengan keracunan, Salah satu akun Instagram bernama “kastilongayu” menyebarkan video berdurasi 22 detik yang menunjukkan seseorang tengah mempraktikkan mencabut ekor ikan tongkol.

Narator video bilang bahwa ekor ikan tongkol berbahaya dan sebaiknya dibuang sebelum dimasak. Menurut video, hal itu disebabkan ekor ikan tongkol mengandung kelenjar racun atau histamin.

Jika kelenjar ini pecah, maka bisa mengakibatkan keracunan. Jadi sebelum masak ikan tongkol, sebaiknya buang dulu bagian ini dengan cara ditarik. Dengan demikian ikan tongkol ini sudah aman dimasak dan aman untuk dikonsumsi,” terang narator video.

Foto Periksa Fakta Ekor Ikan Tongkol Berbahaya

Foto Periksa Fakta Ekor Ikan Tongkol Berbahaya. foto/Hotline periksa fakta tirto

Sejak diunggah pada Senin (24/7/2024) sampai Jumat (5/7/2024), klip ini sudah disukai oleh 8.602 pengguna Instagram lainnya dan mendapatkan 561 komentar. Komentar warganet beragam. Beberapa mengungkap pengalamannya keracunan ikan tongkol, ada juga yang mengaku baru tahu informasi ini, dan ada pula yang menyanggah dan merasa selama ini makan tongkol tanpa dibuang ekornya aman-aman saja.

Klaim identik juga disebarkan akun Instagram ini dan akun TikTok ini.

Lalu, bagaimana fakta sebenarnya?

Penelusuran Fakta

Tim Riset Tirto menelusuri klaim ini lewat pencarian Google dan tak menemukan sumber kredibel yang mengonfirmasi kebenarannya.

Tirto mencoba menghubungi ahli gizi sekaligus pengurus Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Ati Nirwanawati. Ia tak membenarkan narasi ini dan menjelaskan bahwa salah satu jenis keracunan yang sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish poisoning).

“Karena ikan jenis ini mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase sehingga menghasilkan histamin. Racun bukan pada ekor tapi pada insangnya,” katanya saat dihubungi Tirto, Selasa (2/7/2024).

Mengutip situs RSUD Nyi Ageng Serang Kabupaten Kulon Progo, DIY, ikan tongkol disebut tergolong famili scombroidae. Jika dibiarkan pada suhu kamar, maka ikan tongkol akan mengalami proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi, dan jika dikonsumsi akan menimbulkan keracunan.

Selain keracunan histamin, keracunan ikan tongkol juga bisa disebabkan oleh kontaminasi bakteri pathogen seperti Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain.

“Bakteri ini banyak terdapat pada anggota tubuh manusia yang tidak higienis, kotoran atau tinja, isi perut ikan serta peralatan yang tidak bersih,” tulis informasi di laman tersebut.

Dengan demikian, ikan tongkol perlu disimpan dalam suhu rendah dengan melakukan penyiangan atau membuang sirip, insang, dan isi perut. Adapun peningkatan keamanan ikan tongkol terbaik yakni dengan melakukan penyiangan dan disimpan dalam suhu 0ºC. Cara ini bisa membantu memperpanjang waktu simpan ikan tongkol sehingga aman dikonsumsi hingga hari ke-10.

Adapun gejala keracunan ikan bisa dimulai dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah mengonsumsi hidangan yang terkontaminasi. Gejala keracunan scromboid (kombinasi dari histamin dan bahan kimia mirip histamin) misalnya, mengutip KlikDokter, bisa berupa mual, muntah, kram perut, diare, dan sakit kepala.

Gejala keracunan ikan tongkol ini biasanya berlangsung sekitar 3 jam. Namun, beberapa orang bisa mengalami ketidaknyamanan hingga berhari-hari, sehingga penderita bisa segera menemui dokter saat mengalami gejala tersebut.

Dokter Adeline Jaclyn menyampaikan lewat KlikDokter bahwa beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam memilih ikan tongkol segar antara lain menghindari produk ikan berbau amis, asam atau seperti amonia, dan memilih yang matanya jernih, serta badannya berkilau.

Pastikan juga tubuh ikan tongkol belum berlendir. Hal lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui ikan segar atau tidak adalah dengan cara menekan badan ikan secara lembut.

Kalau ikan segar, maka dagingnya dengan cepat akan kembali seperti semula dan tidak boleh ada bekas lekukan jari tertinggal di tubuh ikan.

Ikan segar juga ditandai dengan insang yang berwarna merah cerah. Sebaiknya jauhi ikan dengan insang yang berwarna gelap atau coklat. Saat membeli ikan yang sudah dibekukan, jangan dibekukan kembali, alias masak tidak lebih dari 48 jam setelah dibiarkan mencair.

Kesimpulan

Hasil penelusuran fakta menunjukkan kalau ekor tongkol tidak berbahaya dan menyebabkan keracunan. Dengan begitu, video yang beredar di media sosial tentang hal itu bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

Ahli gizi sekaligus pengurus Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Ati Nirwanawati, tak membenarkan narasi ini dan menjelaskan bahwa salah satu jenis keracunan yang sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish poisoning). Ati menyebut, racun bukan pada ekor tapi pada insangnya,

Mengutip situs RSUD Nyi Ageng Serang Kabupaten Kulon Progo, DIY, setiap ikan tongkol yang dibiarkan pada suhu kamar akan mengalami proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi, dan jika dikonsumsi akan menimbulkan keracunan.

==

Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Periksa fakta
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty