tirto.id - Rumor yang tak berdasar dalam dunia kesehatan acapkali bertahan lama di internet. Beberapa kali, pihak berwenang telah memberikan klarifikasi. Para pemeriksa fakta juga melakukan pengujian. Namun, rumor-rumor lawas selalu muncul kembali, dengan modifikasi maupun tidak.
Salah satunya adalah unggahan Melany Putrimangunjaya di akun Facebook-nya (arsip), 23 Juli lalu. Dia memperingatkan orang yang biasa meminum obat parasetamol. Menurutnya, obat pereda nyeri itu mematikan karena mengandung “virus Machupo".
“Hati hati untuk tidak menggunakan Paracetamol yang datang ditulis P/500, ini adalah Paracetamol baru sangat putih dan mengkilap, mengandung MACHUPO VIRUS dianggap salah satu virus yang paling berbahaya di dunia, dan dengan tingkat kematian yang tinggi, silahkan berbagai pesan ini untuk semua orang dan keluarga dan menyelamatkan hidup dari mereka, saya sudah melakukan bagian saya, sekarang giliran anda,” tulis Melany.
Pesan yang sama turut muncul dalam grup Facebook Info Citeureup dan sekitarnya (arsip), serta dibagikan lebih dari 3,6 ribu pengguna lainnya.
Foto
Foto laki-laki dengan bercak merah di seluruh tubuh itu sempat pula dijadikan bahan untuk menyebarkan isu adanya virus monkey pox (cacar monyet). Laki-laki dalam foto itu disebut sebagai anggota TNI yang diberitakan meninggal karena kasus itu.
Namun, faktanya tidak demikian. Laki-laki dengan bercak merah tersebut memang meninggal, tapi bukan karena virus cacar monyet. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa sendiri pun telah memberi klarifikasi atas rumor itu.
Kementerian Kesehatan RI, pada 16 Mei 2019, telah memberi imbauan kepada masyarakat untuk tidak resah dan tenang menghadapi pemberitaan soal cacar monyet atau monkey pox karena hingga di Indonesia belum ditemukan kasus cacar monyet.
Asal-usul Rumor Berasal
Pelacakan kami di internet menemukan fakta bahwa rumor ini telah menyebar lintas bahasa dan negara.
Setidaknya sejak Januari 2015, informasi ini sudah pernah muncul dan jadi pertanyaan di Mozambik, Afrika. Namun, dalam pesan yang muncul pada saat itu, parasetamol disebut mengandung virus Ebola (arsip).
Setahun berikutnya, mulai ada rumor menyebut bahwa parasetamol mengandung virus machupo (arsip). Kenyataannya, kabar itu tidak benar sama sekali.
Selanjutnya, rumor berseliweran lintas negara. Di India pada Januari 2017, kabar ini dideteksi sebagai spam di internet. Ia disebut-sebut muncul karena pernah menjadi isu viral di Malaysia. Namun, Malaysia menyanggah rumor itu. Kementerian kesehatan setempat menyatakan belum menerima peringatan tentang kontaminasi parasetamol dari pihak berwenang ataupun dari negara lain, demikian yang diberitakan The Star Online, 9 Februari 2017.
Sepanjang tahun itu, rumor turut muncul di Rusia (Februari 2017), Kepulauan Solomon (Maret 2017), Bosnia (2017), Singapura (Agustus 2017), hingga di Suriah (Oktober 2017) dan Yordania (Oktober 2017).
Pada 2018, rumor soal parasetamol sebabkan virus machupo turut menyebar ke Austria (Januari 2018), Rumania (Januari 2018), Albania (Januari 2018), Tunisia (Januari 2018), Kazakhstan (Oktober 2018), dan Thailand (Desember 2018).
Rumor masih sempat muncul pada tahun 2019 di Portugal (Februari 2019), dan Spanyol (Mei 2019)
Setidaknya rumor ini memiliki dua versi. Versi pertama menyebut parasetamol atau tablet “P-500” mengandung virus Ebola, yang muncul di Mozambik. Versi kedua adalah kabar yang memperingatkan bahwa tablet “P-500” atau “Aeknil Paracetamol” tidak boleh dikonsumsi. Ia disertai peringatan yang menyebut tablet parasetamol yang baru yang sangat putih dan mengkilap itu mengandung virus “Machupo”. Versi kedua ini menyebar di banyak negara.
Klarifikasi Badan POM di Indonesia
Sementara itu, di Indonesia, rumor ini sempat diramaikan pada 2017. Badan Pengawas Obat Dan Makanan (POM) sendiri, pada 8 Februari 2017, telah membuat edaran klarifikasi. Mereka menyatakan informasi itu tidak benar.
“[...] sampai saat ini Badan POM tidak pernah menerima laporan kredibel yang mendukung klaim bahwa virus Machupo telah ditemukan dalam produk obat Parasetamol atau produk obat lainnya”, tulis Badan POM.
Virus Machupo
Arsip Centers for Disease Control and Prevention menyebut virus ini berhasil diisolasi pada 1963. Awalnya, wabah ini muncul secara luas di beberapa wilayah Bolivia dari 1959 sampai awal 1960-an.
Rakyat Bolivia menyebut penyakit misterius itu sebagai “Tifus Hitam”, yang merujuk pada pendarahan, demam tinggi, nyeri, dan kematian cepat yang disebabkan oleh penyakit itu.
Diagnosis gejala Machupo cukup sulit, mengingat beberapa ciri yang muncul tampak serupa dengan penyakit endemik lainnya, seperti demam berdarah, malaria, dan demam kuning. Penyebarannya melalui lewat udara, bawaan makanan, atau kontak langsung partikel virus.
Michael Patterson, dkk. dalam artikel "Epidemiology and Pathogenesis of Bolivian Hemorrhagic Fever" (Curr Opin Virol. 2014 Apr; 0: 82–90) menyebut bahwa antara tahun 1976 dan 1993 tidak ada kasus Machupo yang dilaporkan. Namun, ada beberapa kasus dilaporkan pada pertengahan 1990-an, termasuk wabah keluarga yang mengakibatkan 6 infeksi. Ia juga menyebut peningkatan kasus dilaporkan setiap tahun mulai 2006, dengan puncak kasus yang dilaporkan pada 2008.
Kesimpulan
Melalui pemeriksaan fakta ini, kami dapat menyimpulkan bahwa rumor-rumor tentang adanya virus berbahaya mematikan (virus Machupo, virus Ebola, dan sebagainya) dalam obat parasetamol adalah informasi yang keliru.
Rumor itu bukan saja ramai di Indonesia, tetapi memiliki rekam jejak panjang menjadi kabar palsu di berbagai negara, seperti yang telah kami tunjukkan di atas.
Para konsumen obat dapat selalu menggunakan informasi resmi dari lembaga pengawas obat dan kesehatan setempat. Di Indonesia, misalnya, keterangan penggunaan obat parasetamol serta daftar merek dagang yang terdaftar tentu selalu tersedia di situs resmi Badan POM.
Tidak menutup kemungkinan bahwa rumor ini akan muncul kembali di masa mendatang. Penerima informasi semestinya selalu melakukan cek dan ricek sebelum pesan itu dibagikan ke orang lain.
Editor: Maulida Sri Handayani