tirto.id - Pendaftaran bakal calon kandidat untuk pemilihan kepada daerah serentah 2018 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan berlangsung pada 8-10 Januari 2018. Partai-partai telah menyiapkan kandidat calon kepala daerah di 171 daerah yang menyelenggarakan Pilkada, tak terkecuali pemilihan gubernur (pilgub) di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat yang disebut-sebut sebagai barometer politik nasional.
Proses penentuan bakal cagub dan cawagub di tiga provinsi itu oleh partai politik berlangsung alot. Hingga hari kerja terakhir sebelum masa pendaftaran dibuka KPU, nama-nama kandidat kepala daerah di tiga provinsi tersebut belum dapat dipastikan seutuhnya.
Jawa Barat Menyisakan Kandidat dari PDIP
Pilgub Jawa Barat menjadi pilgub paling dinamis di Pulau Jawa. Tarik menarik koalisi terjadi di antara 10 partai yang punya kursi di DPRD. Pada 12 Oktober 2017, misalnya, muncul istilah koalisi poros baru yang diprakarsai Partai Demokrat, PPP, Gerindra, dan PAN.
Koalisi ini muncul sebagai respons atas penolakan Gerindra pada pasangan Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu sekaligus menandingi dukungan Golkar-PDIP kepada Dedi Mulyadi dan Nasdem-PKB kepada Ridwan Kamil yang saat itu sedang menguat.
Koalisi poros baru ini hanya seumur jagung. Satu bulan setelah deklarasi, koalisi ini mencair. PPP mendeklarasikan diri mendukung Ridwan Kamil, bergabung dengan Nasdem dan PKB. PAN dan Demokrat kemudian juga menarik diri pada November. Kedua partai kemudian bergabung dengan PKS dan memutuskan mengusung Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu sebagai cagub dan cawagub Jabar.
Gerindra yang ditinggal sendirian akhirnya mengambil langkah. Pada 9 Desember 2017, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mendeklarasikan Mayjend (Purn) Sudrajat sebagai bakal cagub Jabar. Deklarasi ini secara tidak langsung mengubah peta keseluruhan koalisi di Jabar, terlebih setelah PKS dan PAN menyambut baik dukungan tersebut.
Pada 27 Desember, PAN dan PKS ikut mendeklarasikan diri bersama Gerindra mengusung pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu sebagai cagub dan cawagub Jabar 2018.
Sudrajat-Ahmad Syaikhu lantas menjadi pasangan cagub-cawagub Jabar pertama yang final dan memenuhi syarat 20 kursi untuk maju dengan mengantungi 26 kursi dari total jumlah kursi milik ketiga partai tersebut. Imbas deklarasi ini, Deddy Mizwar dan Partai Demokrat tinggal sendiri.
Beruntung kondisi itu tak berlangsung lama dan hanya berselang sehari dari deklarasi Sudrajat-Syaikhu, Deddy Mizwar akhirnya sepakat dengan Dedi Mulyadi. Saat kesepakatan Deddy-Dedi muncul, Golkar dan Demokrat belum resmi sepakat berkoalisi.
Peresmian koalisi Demokrat dan Golkar baru terjadi pada 5 Januari 2017 ditandai dengan penyerahan Surat Keputusan (SK) resmi dari DPP Golkar untuk pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.
"Kami resmikan Deddy Mizwar sebagai cagub dan Dedi Mulyadi sebagai cawagub Jabar," kata Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto saat mengumunkan pasangan ini di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.
Peresmian ini menjadikan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi sebagai pasangan cagub-cawagub Jabar kedua yang final dan memenuhi syarat minimal 20 kursi dengan mengantungi 29 kursi dari total kursi Demokrat dan Golkar. Penetapan ini sekaligus mengakhiri petualangan Golkar di Pilgub Jabar, setelah sebelumnya sempat berkoalisi dengan PDIP dan sempat bergabung dengan koalisi pengusung Ridwan Kamil.
Komposisi kandidat pada Pilgub Jabar 2018 ini belum final sebab PDIP sebagai partai pemilik kursi terbanyak belum juga menentukan kandidat yang hendak diusungnya. Belum pastinya kandidat yang akan diusung PDIP di Jabar ini berbanding lurus dengan belum pastinya cawagub pendamping Ridwan Kamil.
Dalam beberapa hari terakhir, PDIP kerap dikaitkan dengan nama Ridwan Kamil apalagi setelah Wali Kota Bandung ini mengunjungi Kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis 4 Januari lalu. Usai pertemuan itu, Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno menyatakan PDIP telah punya tiga formasi terkait Pilgub Jabar 2018.
Ketiga formasi itu yakni: memasangkan Ridwan Kamil dengan Anton Charliyan, lalu Ridwan Kamil dengan Bupati Bandung Barat Abubakar, terakhir Ketua DPD PDIP Jabar TB Hasanudin dan ketua DPW salah satu partai di Jabar.
"Tiga-tiganya sama-sama kami pertimbangkan," kata Hendrawan kepada Tirto.
Jika PDIP jadi mengusung Ridwan Kamil, peta koalisi di Jabar berpeluang berubah kembali lantaran dua dari empat partai pengusung Ridwan Kamil sebelumnya telah memberikan ultimatum kepada Ridwan untuk segera memilih calon wakil gubernur.
Masuknya PDIP dikhawatirkan membikin Uu Ruzhanul Ulum yang disodorkan PPP dan Maman Imanulhaq yang ditawarkan PKB kemungkinan terpental lantaran PDIP juga mengusung calonnya sendiri untuk mendampingi Ridwan Kamil.
"Kalau PDIP kemudian akan mendorong wakil, sepatutnya berbicara dengan seluruh partai koalisi yang ada. Apakah calon wakil itu sejalan tidak dengan kami," kata Ketua Umum PPP Romahurmuzy.
Romahurmuzy menegaskan, PPP siap keluar barisan dan bergabung dengan koalisi dengan partai lain jika Ridwan Kamil berpasangan dengan calon wakil gubernur selain Uu Ruzhanul Ulum.
"[Kamis 4 Januari] Sore saya sudah berkomunikasi dengan Pak SBY, apabila kemudian ada hal-hal yang tidak menjadi kondisi ideal yang kami bayangkan untuk Jabar," kata Romahurmuzy.
Keputusan final tentang koalisi pendukung Ridwan Kamil ini diprediksi terjadi pada Minggu, 7 Januari 2018, setelah PDIP mengumumkan calon untuk Pilgub Jabar.
"Jawa Barat sudah komplet, tinggal diumumkan tanggal 7 di Lenteng Agung. Namanya nanti ya datang saja," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Jawa Tengah Belum Ada Pasangan Final
Berbeda dengan Jabar yang sangat dinamis, konstelasi Pilgub Jateng paling landai. Sampai saat ini, belum ada pasangan cagub-cawagub yang terbentuk meskipun suara-suara koalisi di antara partai-partai telah terdengar.
Gerindra menjadi partai pertama yang telah resmi mendeklarasikan bakal cagub Jateng. Partai berlambang garuda ini resmi mengusung Sudirman Said sebagai bakal cagub Jateng 2018 pada 16 Desember 2017. PKS dan PAN pun telah resmi menyatakan diri merapatkan dukungan ke koalisi pengusung Sudirman Said.
Koalisi ini juga belum mempunyai bakal calon wakil gubernur, meskipun sudah ada dua nama yang mengerucut menjadi pendampingnya, yakni Majid Kamil atau Gus Kamil yang saat ini menjadi Ketua DPRD Kabupaten Rembang dan Taj Yasin atau Gus Yasin seorang anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Selain Sudirman Said, nama lain yang bakal maju adalah petahana Gubenur Ganjar Pranowo yang akan diusung PDIP. Sejauh ini, Ganjar dan PDIP belum resmi mendeklarasikan diri padahal jumlah suara yang mereka miliki di DPRD Jawa Tengah mencapai 31 kursi.
Soal rencana memajukan Ganjar ini, PPP menjadi salah satu partai yang berpeluang ikut merapat.
Ketua Umum PPP Romahurmuzy mengatakan pihaknya saat ini telah menjalin komunikasi intens dengan PDIP. "Saya sudah bicara dengan Pak Hasto. Kemungkinan besar merapat ke PDIP," kata Romahurmuzy.
Romahurmuzy pun menyatakan PPP menyiapkan nama calon untuk pendamping Ganjar, yakni Ahmad Muqowwam. "Kami yakin Ganjar dan Muqowwam akan jadi pasangan nasionalis dan NU yang lebih ramah bagi masyarakat Jateng," kata Romahurmuzy.
Sementara Golkar dan Demokrat belum menentukan sikap di Pilgub Jateng 2018. Keduanya yang sempat mewacanakan poros baru di Jateng, kini belum menemukan pelabuhan dukungan pada cagub tertentu setelah gagal mengusung mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Golkar sendiri sudah memastikan hanya akan mengusung cawagub, yakni Ariantu Dewi.
"Untuk Jawa Tengah, kami hanya siapkan wakil. Kami akan sodorkan kader sendiri untuk jadi wakil. Itu pasti," kata Nurdin Halid di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (5/1/2018).
Pengamat Politik Universitan Parahyangan, Asep Warlan, menilai masih belum pastinya pasangan cagub dan cawagub Jateng 2018 adalah karena dominasi PDIP. Menurutnya, sosok Ganjar dan PDIP sudah tidak memiliki lawan di Jateng. Sementara, baru Gerindra yang berani menjadi penantang.
"Perkaranya partai lain juga berhitung ulang mau merapat ke Sudirman. Pilkada kan yang dicari kemenangan," kata Asep kepada Tirto.
Jawa Timur Mulai Panas
Tak jauh berbeda dengan Pilgub Jateng, Pilgub Jatim pun terbilang minim dinamika. Bisa dikatakan Pilgub Jatim menjadi yang paling jelas peta pertarungannya, yakni antara Syaifullah Yusuf atau akrab disapa Gus Ipul dan Khofifah Indar Parawansa sebagai bakal cagub Jatim 2018.
Dinamika politik di provinsi paling timur di Pulau Jawa ini hanya terjadi terkait calon pendamping gubenur dan komposisi partai pengusung di antara kedua kandidat tersebut.
Dalam konteks dukungan partai, Gus Ipul lebih beruntung ketimbang Khofifah. Ia sejak awal mendapat dukungan dari PKB yang memiliki 20 kursi di Jatim dan bisa mengusung calon sendiri. Kemudian, ia juga cepat mendapat tambahan dukungan dari PDIP.
Hingga akhirnya, pada 15 Oktober 2017, PDIP dan PKB resmi mendeklarasikan Syaifullah Yusuf sebagai cagub Jatim dengan didampingi oleh Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas sebagai cawagub.
Pada sisi lain, Khofifah harus terlebih dahulu mencari partai pengusung karena statusnya sebagai non-partisan. Upaya awal dari Khofifah di Pilgub Jatim adalah membentuk Tim 9 yang bersisi 18 kiai NU Jatim di bawah pimpinan KH Solahudin Wahid. Tim 9 ini bertugas untuk memberi pertimbangan kepada Khofifah perihal pencarian partai pengusung dan cawagub pendampingnya.
Perihal pendamping Khofifah, Tim 9 menyeleksi beberapa nama hingga mengerucut kepada dua nama, yakni Bupati Trenggalek Emil Listianto Dardak dan Bupati Ponorogo Ipong Muchlison. Emil pada akhirnya terpilih sebagai pendamping Khofifah.
Dukungan resmi kepada Khofifah-Emil untuk pertama kali diberikan Partai Demokrat pada 21 November 2017. Belakangan, Nasdem, Golkar, PPP dan Hanura juga memberikan dukungan kepada Khofifah-Emil.
Sempat ada upaya dari Gerindra, PKS dan PAN untuk membuat poros baru di Pilgub Jatim 2018. Ketiganya sempat memunculkan nama Moreno Suprapto, Bupati Bojonegoro Suyoto dan Yenny Wahid untuk diusung di Pilgub Jatim, tapi akhirnya urung. Tiga partai tersebut sampai hari ini pun belum menentukan sikap di Pilgub Jatim 2018.
Belakangan, tensi dinamika di Pilgub Jatim kembali memanas setelah tersebarnya foto tidak senonoh seseorang mirip Azwar Anas. Nasib Azwar Anas di Pilkada Jawa Timur, yang diusung bersama Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul oleh PKB dan PDIP, menjadi tidak pasti. Pasangan ini sebelumnya telah dipastikan maju sebagai Cagub-cawagub sejak Oktober lalu.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Andreas Hugo Pareira, mengatakan setelah foto itu beredar partainya memikirkan ulang siap Cawagub yang lebih cocok mendampingi Gus Ipul—panggilan karib Saifullah Yusuf.
"PDIP akan merespons," kata Andreas kepada Tirto, Jumat (5/1/2018).
Selang beberapa dari pernyataan Andreas, Azwar mengambil sikap mundur dan mengembalikan mandat sebagai calon wakil gubernur kepada PDIP.
“Demi tanggung jawab saya kepada masyarakat, bahwa menjadi pemimpin itu harus amanah, juga demi terwujudnya program-program kerakyatan partai dalam pembangunan untuk menyejahterakan rakyat Jatim, maka saya memberikan kembali mandat penugasan sebagai cawagub Jatim ke partai,” kata Azwar, Sabtu (6/1/2017).
Azwar Anas sendiri sudah memberikan pernyataannya terkait peredaran foto tersebut. Ia tidak membantah ataupun mengiyakan, apakah benar tokoh dalam foto tersebut dirinya. Ia hanya mengatakan, dirinya banyak dikirimi "gambar-gambar di masa lalu" menjelang Pilgub Jatim 2018. Ada pun nama yang dikabarkan sebagai pengganti Azwar Anas sebagai pendamping Gus Ipul adalah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dan Bupati Ngawi Kanang Budi Sulistyono.
Lambatnya Parpol Mendeklarasikan Kandidat Bukan Masalah
Dari seluruh peta mutakhir Pilgub di tiga provinsi di Jawa tersebut, terlihat ada kelambangan beberapa partai dalam mengusung kandidat cagub-cawagub. Pengamat politik dari Populi Center Rafid Pamenang Imawan berkata, cepat-lambatnya parpol menentukan kandidat di Pilkada tak berpengaruh ke elektabilitas karena saat ini banyak metode sosialisasi bisa digunakan.
"Tinggal bagaimana calon dapat dikemas oleh parpol dan pendukung yang mengusungnya," kata Rafif.
Ia memandang waktu efektif untuk 'menjual' kandidat justru terletak pada masa kampanye, alih-alih saat sebelum pendaftaran bakal calon. Saat kampanye, parpol dan relawan saat ini bisa melakukan sosialisasi dengan beragam cara. Kemajuan teknologi membantu kampanye para kandidat di Pilkada beberapa tahun belakangan.
"Waktu yang pendek tidak lagi menjadi kendala bagi parpol. Justru saat ini parpol perlu untuk mematangkan betul bagaimana mendapatkan calon yang secara track record bagus dan memiliki selling point yang kuat," ujarnya.
Menurut Rafif, masing-masing kandidat di pilkada memiliki kesempatan sama untuk menang atau kalah. Calon yang mendapat dukungan dari parpol lebih dulu bisa kalah jika tak efektif dikampanyekan. Hal serupa juga bisa menimpa kandidat yang diumumkan pada detik-detik akhir masa pendaftaran.
"Kita ingat bagaimana Ical [Aburizal Bakrie] sudah mencalonkan diri untuk pilpres 2014 jauh-jauh hari, namun elektabilitasnya tidak kunjung naik," katanya.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih