Menuju konten utama

Beda Sikap Demiz dan Demul Soal Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Komnas HAM memberikan penghargaan kepada Dedi Mulyadi atas perannya melindungi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan di Purwakarta.

Beda Sikap Demiz dan Demul Soal Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Bakal calon Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dan bakal calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berpose bersama seusai mendaftarkan diri, di kantor KPU Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/1/2018). ANTARA FOTO/Novrian Arbi

tirto.id - Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi maju menjadi pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam pilgub Jabar. Keduanya punya rekam jejak yang bertolak belakang dalam menyikapi persoalan keberagaman.

Dedi Mulyadi (Demul) menerima penghargaan dari Komnas HAM atas perannya melindungi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan di Purwakarta. Penghargaan itu diberikan pada Februari 2016 dalam Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Saat itu Dedi masih menjabat sebagai Bupati di sana.

Kerja nyata Demul di Purwakarta merajut keberagaman memang patut diacungi jempol. Ia menggagas ide sekolah dengan fasilitas tempat ibadah semua agama. Ide ini mulai diterapkan saat Demul menjabat, namun baru terimplementasi semuanya pada tahun 2016.

Demul memulai karirnya sebagai politisi sejak tahun 2001 sebagai anggota DPRD Purwakarta. Sebelum akhir masa jabatan, ia maju sebagai wakil bupati dan terpilih pada tahun 2003. Selesai masa jabatan lima tahun, Dedi memutuskan bertarung sebagai Bupati pada tahun 2008. Ia kembali terpilih pada pilbup 2013.

Ia dikenal sebagai sosok yang nyentrik. Terlihat dari caranya berpakaian yang kerap menggenakan pakaian adat sunda dengan ikat kepala. Begitu pula tindakan dan kebijakannya. Ia pernah mewajibkan PNS untuk mengenakan sarung tiap hari jumat, ia juga ikut membersihkan gereja. Pada November 2015, Demul bahkan mengeluarkan surat edaran tentang Jaminan Melaksanakan Ibadah Berdasarkan Keyakinan. Mirisnya, menjelang Pilkada, Demul justru dihajar isu SARA. Ia dianggap tidak islami.

“Saya itu sejak awal diserang dengan isu SARA. Ya menurut saya itu karena mereka itu tidak punya apa-apa untuk mengkritik saya selain itu,” kata Demul saat berkunjung ke tirto beberapa bulan lalu.

Prestasi Demul ini adalah anomali di Jawa Barat. Sebab jika dilihat secara menyeluruh, Jawa Barat justru mendapat peringat buruk soal kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dari survei yang dilakukan Setara Institut menyebutkan Jawa Barat adalah provinsi yang paling banyak terdapat kasus perlanggaran atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, yakni sebanyak 44 kasus pada tahun 2015.

Pada tahun 2016, giliran Komnas HAM yang memberikan nilai jeblok pada Jawa Barat dalam urusan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Salah satu yang jadi penilaian Komnas HAM adalah dikeluarkannya Pergub nomor 12 tahun 2011 tentang larangan kegiatan jamaat Ahmadiyah di Jawa barat. Sampai saat ini, pergub ini tidak juga kunjung dicabut.

Dua bulan setelah Demul mendapatkan penghargaan dari Komnas HAM, Deddy Mizwar (Demiz) yang saat itu menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat mengeluarkan stamen tidak mengenakan. Demiz memperbolehkan ormas seperti FPI melakukan sweeping saat bulan Ramadan. “Sweeping boleh, asal enggak anarkis tapi santun. Tolong hormati bulan Puasa, tutup dulu warungnya,” kata Demiz dilansir dari Pikiran Rakyat.

Demiz sebenarnya bukan lah politisi dari partai berbasis agama, seperti PKS yang mengusungnya. Ia terjun ke politik bersama Demokrat, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelum terjun ke politik, Demiz adalah aktor. Dahulu ia terkenal dengan lakon Jendral Naga Bonar yang diperankannya pada tahun 1987. Naga Bonar adalah sosok pejuang nasionalis kemerdekaan Indonesia.

Di akhir-akhir karirnya sebagai aktor, Demiz banyak terlibat dalam peran di film dan sinetron religi. Misalnya sinetron Lorong Waktu yang tayang perdana pada tahun 1999 di SCTV. Peran sebagai pak haji melekat pada Demiz. Ia juga membintangi film Kiamat Sudah Dekat yang kemudian dijadikan sinetron. Terakhir ia berperan sebagai penjaga mushala (marbot)di sinetron Para Pencari Tuhan.

Citra Demiz lewat film dan sinetron yang dibintanginya terbawa sampai ke politik. Semasa menjabat sebagai wakil Gubernur, Demiz tampil islami, ia juga terlihat mesra dengan ormas Islam. Ia bahkan ikut dalam aksi bela Islam yang digelar berjilid-jilid di Jakarta. Menurutnya, apa yang diucapkan Basuki Tjahaja Purnama di pulau Pramuka akhir 2016 adalah penghinaan buat umat Islam.

“Sekarang sudah menghina umat Islam. Saya umat Islam. Dan saya disumpah dengan Alquran. Jadi Alquran pegangan saya. Kalau Alquran dihina dan tidak ada pembelaan dari negara, saya bekerja untuk negara yang mana sebetulnya. Saya lebih baik kehilangan jabatan daripada kehilangan iman saya. Kutip itu,” kata Demiz 18 November 2016 seperti dikutip Tribun.

Suara keras Demiz soal penistaan agama ini tidak terdengar ketika kasus pembubaran ibadah Natal di Sabuga, Bandung pada 2016. Demiz justru diam, mirip seperti Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan yang tidak banyak bicara.

Bahkan ketika desakan pencabutan Pergub tentang larangan Ahmadiyah pada 2015 mencuat, Demiz pun tidak menunjukan sikap setuju atau tidak setuju. Lagi-lagi ia cuma diam. Padahal, dengan jabatannya sebagai wakil gubernur, sangat mungkin ia mengambil langkah politik.

Dalam urusan sikap, pasangan cagub nomor 4 ini memang berbeda, namun keduanya terlihat “kompak” untuk tidak menjadikan isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) sebagai prioritas dalam kampanye. Setelah pendaftaran ke KPUD Jabar, keduanya merilis sembilan janji yang akan dilakukan jika terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Sembilan janji itu yakni penyediaan air baku untuk minum dan irigasi, penyediaan listrik di daerah yang belum terjangkau, penyediaan pangan dan makanan tambahan bergizi untuk daerah rawan pangan dan gizi buruk, pembangunan ruang kelas, sekolah dan peningkatan kesejahteraan guru, pelayanan uji kompetensi bagi pencari kerja, pembangunan puskemas, percepatan pertumbuhan wisaha usaha baru dan akses modal, pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan pariwisata berbasis budaya dan terakhir pengelolaan tata ruang, lingkungan hidup, infrastruktur dan rehabilitasi rumah layak huni.

Dari sembilan janji itu sama sekali tidak ada yang menyinggung isu KBB. Isu soal keagamaan itu baru disinggung oleh keduanya dalam lima belas lembar visi-misi yang diberikan pada KPUD. Pada lembar ke empat belas atau bagian akhir visi-misi itu, mereka menyelipkan program “peningkatan kehidupan berketuhanan Yang Maha Esa”.

Ini tentu saja jadi uji komitmen keduanya terhadap isu KBB. Jika Demiz diam, sebaiknya Demul bisa berinisiatif. Tidak ikut diam seperti Demiz menjadi Wakil Gubernur. Semoga.

Baca juga artikel terkait DEBAT PILGUB JABAR 2018 atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Muhammad Akbar Wijaya