Menuju konten utama

Beda Pandangan Anies dengan Jokowi dan Basuki soal Penyebab Banjir

Anies Baswedan, Basuki Hadimuljono dan Jokowi tak ragu-ragu menunjukkan perbedaan pandangan masing-masing soal penyebab banjir Jabodetabek dan sekitarnya.

Beda Pandangan Anies dengan Jokowi dan Basuki soal Penyebab Banjir
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau banjir di Jalan Rusun Pesakih Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (2/1/2020). ANTARA/Devi Nindy/aa. (ANTARA/DEVI NINDY)

tirto.id - Banjir yang mendera sejak Rabu (1/1/2020) menjadi pukulan telak bagi sebagian warga Jabodetabek dan Banten. Transportasi umum sempat lumpuh, akses jalan tergenang, listrik padam dan kerugian materiel ada di mana-mana.

Di Bekasi saja, jika ditotal jumlah warga terdampak menyentuh lebih dari 366 ribu jiwa. Sedangkan di Jakarta, pada hari pertama saja seluruh posko banjir di DKI tercatat menampung total 31.232 pengungsi. Itu belum termasuk pengungsi di daerah lain seperti Tangerang (diperkirakan lebih dari 16.000).

BNPB mencatat secara keseluruhan ada lebih dari 409 ribu warga terdampak banjir kali ini. Itu belum termasuk di wilayah lain di luar Jabodetabek seperti di Lebak, Banten.

Fakta bahwa peristiwa nahas tersebut terjadi pada momen pergantian tahun bikin dampak yang dirasakan warga makin tampak terang belaka.

“Geliat ekonomi di Jakarta pada libur 1 Januari sejogyanya bergairah karena warga akan banyak mengisi liburan ke tujuan wisata dan pusat-pusat perbelanjaan. Belum lagi acara tahun baruan mungkin makan bersama keluarga di hotel, kafe, restoran,” ujar Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jakarta, Sarman Simanjorang.

“Kejadian ini praktis terhenti.Termasuk arus logistik pasti terganggu apalagi beberapa kawasan ruas tol juga terkena banjir.”

Puncak dari segala nestapa banjir adalah banyaknya korban berjatuhan. Terhitung hingga hari ini rekapitulasi sementara BNPB mencatat banjir di Jabodetabek dan Banten telah memakan 43 korban meninggal.

Situasi parah ini bikin Presiden Joko Widodo angkat bicara. Jokowi memberi komando agar di situasi genting seperti sekarang pemerintah pusat dan provinsi maupun daerah bisa gotong royong, menyelaraskan sikap satu sama lain.

“Pemerintah pusat, Pemprov, Pemkab, Pemkot, semua [harus] bekerja sama dalam menangani ini,” ujar Jokowi.

Beda Pandangan Anies dan Basuki

Sayangnya, sikap yang dituntut Jokowi tampaknya belum bisa seratus persen terwujud. Alih-alih menyamakan persepsi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan malah saling menampakkan silang pendapat saat bersama-sama meninjau beberapa titik banjir Rabu (1/1/2020) lalu.

Semua bermula tatkala Basuki menyayakan kekecewaan kepada Anies lantaran ada belasan kilometer titik di Kali Ciliwung yang belum dinormalisasi. Dari 33 kilometer panjang sungai ini, baru 16 kilometer yang sudah dinormalisasi.

Padahal, jika saja seluruh titik telah dinormalisasi, Basuki meyakini dampak banjir tak akan separah sekarang.

“16 kilometer itu kami lihat tadi aman dari luapan, tapi yang belum dinormalisasi tergenang. Nanti saya dengan Pak Gubernur akan diskusikan untuk membuat program itu,” ucap Basuki.

Di sisi lain Anies, yang juga berada di samping Basuki lantas menanggapi sindiran itu dengan tidak kalah lantang.

Anies menilai banjir di Jakarta utamanya bukan dipicu aspek normalisasi, melainkan karena minimnya pengendalian terhadap air yang masuk dari sisi selatan ke Jakarta. Oleh sebab itu, menurut Anies, “kuncinya ada pada pengendalian air.”

“Mohon maaf pak menteri, saya harus berpandangan. Selama air dibiarkan dari kawasan Selatan masuk dari Selatan ke Jakarta dan tidak ada pengendalian dari Selatan, maka apa pun yang kami kerjakan di kawasan Jakarta tidak akan bisa mengendalikan airnya,” ujar dia.

Anies menyampaikan pandangan tersebut bukan tanpa data. Dia mencontohkan kawasan Kampung Melayu, yang tetap kerap diterjang banjir meski normalisasi sudah rampung sepenuhnya.

“Oleh sebab itu kami bersyukur Kementerian PUPR sekarang sedang mengerjakan dua bendungan, dan jika bendungan itu selesai maka volume air yang masuk ke kawasan pesisir bisa dikendalikan. Kalau volume air bisa dikendalikan Insya Allah nanti akan terbebas dari banjir,” tegasnya.

Sehari usai wawancara itu Anies menegaskan argumennya dengan mengungkit fakta bahwa banjir tidak cuma melanda Jakarta.

“Yang terkena banjir itu di berbagai wilayah. Jadi ini bukan sekadar soal yang belum kena normalisasi saja, nyatanya yang sudah ada normalisasi juga terkena banjir,” ucap Anies seperti dilansir Antara.

Perang argumen tidak berhenti di situ.

Dalam pernyataan terbarunya saat ditemui wartawan di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1/2020), Basuki kembali menyinggung pendapat Anies yang dinilainya tetap kurang kuat.

Dia pun berbekal data, yakni argumen bahwa normalisasi di Kelurahan Kampung Melayu--yang sempat disebut Anies telah rampung--sebenarnya belum selesai.

“Ini ada yang belum. Di Kampung Pulo, Bukit Duri ini. Ini ada dataran rendah. Jadi airnya muter kelihatan banjir,” ucap Basuki.

Basuki lantas memungkasi sanggahannya dengan kengototan: setiap bagian normalisasi Jakarta yang belum selesai akan tetap dirampungkan.

Dia akan menempuh langkah itu, bahkan meski Anies sebelumnya sudah menerbitkan Pergub 31 Tahun 2019 yang mengatur tentang konsep penataan sungai dengan naturalisasi.

“Saya kira itu [normalisasi bakal dilanjutkan].”

Beda Pandangan Anies dan Jokowi

Silang pendapat bukan cuma terjadi antara Anies dan Basuki. Belakangan, polarisasi pandangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah juga tergambarkan dari sikap berseberangan Anies dan Jokowi.

Kamis (2/1/2019) kemarin Jokowi dalam petikan pernyataannya sempat menyinggung bahwa banjir juga dipicu oleh kebiasaan membuang sampah sembarangan.

“Ada yang disebabkan kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi yang ada, tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana. Banyak hal," ujar dia.

Jokowi tidak secara spesifik membawa data soal kebiasaan sampah itu, tapi barang tentu sudah jadi rahasia umum bahwa budaya membuang sampah sembarangan masih marak di tengah masyarakat. Dan, situasi ini makin diperparah dengan data riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) yang menyebut sebanyak 24 persen sampah di Indonesia masih tidak terkelola.

Dari sekitar 65 juta ton sampah yang diproduksi di Indonesia tiap hari, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani, kata riset tersebut.

Jokowi memang tidak secara spesifik mengarahkan kritik tersebut kepada Pemprov atau Pemkot tertentu, tapi tampaknya pernyataan itu sudah cukup bikin Anies bereaksi.

Menurut dia, bukan sampahlah penyebab utamanya. Seperti halnya saat menanggapi pandangan Basuki, dalam kasus sanggahan terhadap Jokowi Anies mengambil satu sampel sebagai percontohan, yakni kawasan Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Menurut Anies, faktanya lokasi tersebut terendam banjir sehingga sejumlah penerbangan terganggu. Padahal, dia meyakini tidak ada sampah yang menumpuk di Bandara Halim.

"Halim itu setahu saya tidak banyak sampah, tapi bandaranya kemarin tidak bisa berfungsi. Apakah ada sampah di bandara? Rasanya tidak" ujar Anies, dikutip dari Kompas TV, Kamis (2/1/2019).

Bukan berarti Anies berpendapat sampah sama sekali tak punya andil terhadap banjir. Hanya saja, bagi dia, penyebab banjir antara satu daerah dan yang lain tidak bisa disama ratakan. Penyebabnya pun menurut dia tidak mungkin cuma karena satu hal.

“Ada yang daerah kontribusinya karena masalah curah hujan saja, ada yang kontribusinya karena ukuran saluran, ada yang kontribusinya karena faktor-faktor yang lain. Jadi ini bukan single variable problem, ini multiple variable," kata dia.

“Pada fase ini saya selalu katakan, kami fokus dulu pada penyelamatan warga, evakuasi warga, sesudah ini beres baru kami duduk kumpulkan data dan bicarakan secara objektif,” pungkasnya enggan berpolemik.

Baca juga artikel terkait BANJIR JABODETABEK atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz