Menuju konten utama

Beda Data Tekstil Indonesia dan Cina Jadi Indikasi Impor Ilegal

Penyajian data secara jelas penting untuk mengetahui seberapa besar impor ilegal yang masuk ke Indonesia.

Beda Data Tekstil Indonesia dan Cina Jadi Indikasi Impor Ilegal
Pekerja merapikan kain lokal yang dijual di salah satu tokoh di Pasar Baru, Jakarta, Senin (12/1). Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia pada 2015 hanya akan naik satu persen, perlambatan ekspor TPT tersebut disebabkan semakin melemahnya daya saing produk Indonesia di pasar. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/Spt/15

tirto.id - Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, menyoroti besarnya perbedaan data industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan pemerintah Cina.

Untuk kode HS 61 dan 62 berupa produk pakaian dan aksesorisnya, baik rajutan maupun bukan rajutan, masing-masing sebesar 24,83 juta dolar AS dan 24,78 juta dolar AS pada Mei 2024.

Angka tersebut mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang masing-masing hanya senilai 22,86 juta dolar AS dan 19,38 dolar AS. Meski begitu, impor kedua komoditas ini tidak sebesar realisasi pada bulan Maret 2024 yang sebesar 23,98 juta dolar AS untuk Kode HS 61 dan 24,91 juta dolar untuk kode HS 62.

"Kalau kita lihat impor Indonesia dari Cina ya, kalau kita mencatatnya dari apa namanya, yang masuk itu ternyata jauh lebih sedikit daripada yang dicatat oleh Cina," ujar Heri dalam Diskusi Publik Indef, Kamis (8/8/2024).

Sementara ekspor Cina ke Indonesia untuk kode HS 6109 dengan produk berupa kaos, singlet dan rompi, serta pakaian rajut atau renda pada 2023 tercatat sebesar 39,57 juta dolar AS. Pada periode yang sama, Indonesia mencatat impor komoditas dengan kode HS yang sama dari Cina hanya senilai 19,91 juta dolar AS.

Selain itu, ada pula komoditas pakaian wanita, setelan, jaket, blazer, gaun, rok, dan pakaian lainnya yang termasuk kode HS 6104 tercatat ekspor dari Cina ke Indonesia pada 2023 senilai 40,94 juta dolar. Sebaliknya, nilai impor oleh Indonesia dari Cina untuk produk yang sama hanya sebesar 7,21 juta dolar AS.

"Nah, ini sisanya ke mana, apa nyemplung di laut gitu ya? Atau hilang di jalan, atau masuk lewat mana, kan gitu. Nah, ini yang menjadi pertanyaan ya, kok jauh banget selisihnya, selisihnya ini dua kali lipat lebih. Jadi yang dicatat keluar dari Cina ke Indonesia itu lebih besar, jauh lebih besar daripada yang tercatat masuk dari Cina ke Indonesia. Nah, ini indikasi tentunya ya, adanya impor ilegal," imbuhnya.

Heri menyangkan sikap pemerintah yang tidak bisa membuka data impor komoditas, khususnya tekstil secara gamblang. Penyajian data secara jelas penting untuk mengetahui seberapa besar impor ilegal yang masuk ke Indonesia.

Sementara sebagai bentuk penindakan impor ilegal, Heri melihat pentingnya perluasan Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal yang saat ini masih diketuai oleh Plt Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, menjadi diketuai oleh menteri. Dus, kuasa yang dimiliki oleh Satgas Impor Ilegal pun dapat lebih kuat daripada sekarang.

"Kemudian itu terkait dengan indikasi ya, impor ilegal yang juga harus diseriusi. Dan ini kan juga sudah ada pembentukan Satgas pemberatasan impor ilegal, namun juga tadi disebutkan harus di-upgrade lagi ya, dari segi mungkin regulasinya, kemudian juga ranah stakeholder-nya harus diperluas lagi," imbuh Heri.

Baca juga artikel terkait IMPOR ILEGAL atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi