tirto.id - Keguguran adalah istilah untuk menggambarkan kehilangan janin secara spontan pada awal kehamilan atau pada masa 20 minggu awal kehamilan. Istilah medis untuk keguguran adalah "aborsi spontan".
Keguguran adalah salah satu komplikasi paling umum terkait dengan awal kehamilan. Sayangnya, sekitar seperempat dari seluruh kehamilan berakhir dengan keguguran.
Kebanyakan keguguran terjadi selama beberapa bulan pertama kehamilan. Diperkirakan, 85 persen keguguran terjadi sebelum minggu ke-12. Pada sebagian wanita, mungkin mengalami keguguran sebelum dia mengetahui kehamilannya.
Menurut Medical News Today, meskipun keguguran relatif umum terjadi, ini bisa menjadi pengalaman yang sangat traumatis dan menghancurkan, demikian
Keguguran umumnya disebabkan sejumlah faktor risiko, mulai dari faktor usia hingga jarak pendek antara kehamilan sebelumnya. Berikut adalah beberapa faktor risiko penyebab keguguran menurut Baby Center:
Usia
Wanita yang lebih tua lebih cenderung mengandung bayi dengan kelainan kromosom yang bisa mengakibatkan keguguran. Faktanya, wanita usia 40 tahun dua kali lebih mungkin mengalami keguguran dibandingkan usia 20 tahun. Risiko keguguran juga meningkat dari setiap anak yang dilahirkan.
Riwayat keguguran
Wanita yang pernah mengalami dua kali atau lebih keguguran berturut-turut lebih mungkin untuk mengalami keguguran lagi dibandingkan wanita lain.
Penyakit atau gangguan kronis
Diabetes yang tidak terkontrol, gangguan autoimun (seperti sindrom antifosfolipid atau lupus), dan gangguan hormonal (seperti sindrom ovarium polikistik) adalah beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko keguguran.
Masalah rahim atau serviks
Memiliki kelainan rahim bawaan tertentu, perlekatan rahim yang parah (pita jaringan parut), atau leher rahim yang lemah atau tidak normal pendek (dikenal sebagai insufisiensi serviks) meningkatkan kemungkinan keguguran. Hubungan antara fibroid rahim (pertumbuhan jinak yang umum) dan keguguran masih kontroversial, tetapi kebanyakan fibroid tidak menimbulkan masalah.
Riwayat cacat lahir atau masalah genetik
Jika seorang wanita memiliki kelainan genetik, pernah mengidentifikasinya pada kehamilan sebelumnya, atau telah melahirkan anak dengan cacat lahir, maka wanita tersebut berisiko lebih tinggi untuk mengalami keguguran.
Infeksi
Penelitian telah menunjukkan risiko keguguran yang agak lebih tinggi jika menderita listeria, gondongan, rubella, campak, cytomegalovirus, parvovirus, gonore, HIV, dan infeksi tertentu lainnya.
Merokok, minum alkohol, dan menggunakan narkoba
Merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat-obatan seperti kokain dan MDMA (ekstasi) selama kehamilan dapat meningkatkan risiko keguguran.
Pengobatan
Beberapa obat telah dikaitkan dengan peningkatan risiko keguguran, jadi penting untuk bertanya kepada ahli kesehatan tentang keamanan obat apa yang dikonsumsi. Ini berlaku untuk obat resep dan obat bebas, termasuk obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) seperti ibuprofen dan aspirin.
Racun lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko keguguran termasuk timbal; arsenik; beberapa bahan kimia, seperti formaldehida, benzena, dan etilen oksida; dan radiasi atau gas anestesi dosis besar.
Faktor ayah
Sedikit yang diketahui tentang bagaimana kondisi ayah berkontribusi terhadap risiko keguguran pasangan, meskipun risikonya meningkat seiring dengan usia ayah. Para peneliti sedang mempelajari sejauh mana sperma bisa dirusak oleh racun lingkungan tetapi masih bisa membuahi sel telur. Beberapa penelitian menemukan risiko keguguran yang lebih besar ketika sang ayah terpapar merkuri, timbal, dan beberapa bahan kimia dan pestisida industri.
Obesitas
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara obesitas dan keguguran.
Prosedur diagnostik
Ada sedikit peningkatan risiko keguguran setelah pengambilan sampel vilus korionik dan amniosentesis, yang dapat dilakukan untuk pengujian genetik diagnostik.
Waktu singkat antara kehamilan
Risiko keguguran lebih tinggi jika kehamilan terjadi dalam waktu tiga bulan setelah melahirkan.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto