Menuju konten utama

Bareskrim Polri Tangkap Penjual Satwa Liar yang Dilindungi UU

Bareskrim Polri menangkap pelaku perdagangan ilegal satwa liar yang memanfaatkan media sosial untuk menjangkau pembeli di luar negeri.

Ilustrasi. Barang bukti burung kakatua ditunjukkan kepada media saat rilis perdagangan satwa dilindungi di Desa Curah Kalong, Bangsalsari, Jember, Jawa Timur, Selasa (9/10/2018). ANTARA FOTO/Seno.

tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri menangkap pelaku perdagangan ilegal satwa liar.

Para tersangka yakni TAN, ASI, FBR, SPRY, RIS, HAM, EM, SS, SWR, IH, DP, NRH, dan RH.

“Para pelaku melakukan tindak pidana menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi,” ucap Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Kombes Pol Adi Karya Tobing di kantor Bareskrim Polri, Selasa (5/3/2019).

Dalam berdagang satwa liar tersebut, lanjut dia, para pelaku memanfaatkan media sosial untuk menjangkau pembeli di luar negeri.

Mereka tidak mau pembeli melakukan pembayaran dengan metode cash on delivery (COD).

"Pelaku menggunakan jasa rekening bersama dalam proses jual-beli dan pengangkutan," jelas Adi.

Polisi menangkap mereka pada waktu dan tempat yang berbeda di sejumlah lokasi di Indonesia.

Kasus bermula ketika tersangka DR alias AS diringkus kepolisian pada Jumat (11/1/2019), sekitar pukul 14.00 WIB di Miko Mal, Bandung Jawa Barat.

Ia kedapatan memperdagangkan seekor monyet Yaki tanpa disertai dokumen resmi.

Lantas gambar monyet itu diunggah ke Facebook milik DR.

“Sebelum dijual, satwa itu disimpan dan dipelihara di rumah AH di daerah Cimahi lalu hewan itu dititipkan ke salah satu lembaga konservasi di Jawa Barat,” jelas Adi.

Ia menambahkan monyet tersebut kini dirawat oleh Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) di Jawa Barat.

Sebelum kasus ini, diketahui DR pernah juga terlibat peristiwa serupa pada tahun 2015.

Ketika itu ia divonis 20 bulan penjara lantaran memiliki dan menjual 33 ekor satwa liar, 14 ekor diantaranya dilindungi undang-undang.

Adi menyatakan dalam beraksi, DR menggunakan dua nomor telepon seluler dan tiga akun Facebook, ia juga menghindari COD dan melakukan pembayaran melalui transfer ke rekening bersama.

DR juga mengirimkan satwa liar itu ke Bangladesh dan Thailand. Berdasarkan invoice miliknya, pada 16 Maret 2016 ia menjual dua ekor Kakatua Hitam dengan nilai penjualan 1.500 dolar AS kepada PK di Bangkok, Thailand.

Sedangkan pada 30 Mei 2018, ia menjual dua Orang Utan senilai 30.000 dolar AS ke Dhaka, Bangladesh.

Berdasarkan pengembangan dari perkara DR, polisi menangkap 11 tersangka lain di Kudus, Jawa Tengah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Halmahera Utara.

Dari penangkapan ke-12 pelaku, polisi menyita 205 ekor satwa hidup serta 78 bagian tubuh satwa.

Hewan yang disita seperti Cendrawasih Raja, Kuskus, Kakatua Jambul Kuning, Nuri Raja Ambon, Elang Ular Bido, Kepala Julang Sulawesi, Kakatua Putih, serta Kakatua Hitam.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 21 ayat (2) huruf a juncto Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

Baca juga artikel terkait SATWA DILINDUNGI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari
-->