Menuju konten utama

Banting Setir ala BlackBerry

BlackBerry sedang berjuang keras untuk mengatasi keterpurukannya. Mereka banting setir menggarap bisnis software. Hasilnya cukup menggembirakan meski belum memuaskan.

Banting Setir ala BlackBerry
Seorang reporter menggunakan perangkat Blackberry untuk memotret CEO Blackberry John Chen saat ia berbicara kepada wartawan setelah pertemuan tahunan perusahaan bagi pemegang saham di Waterloo, Kanada, 23 juni 2015. Reuters/mark blinch

tirto.id - Di masa jayanya, handphone adalah BlackBerry. Belum keren kalau belum memakai BlackBerry. Mengirim email ataupun mengunggah status di Facebook pun akan terasa keren jika ada embel-embel “sent from BlackBerry”. Kalau sudah tanya PIN, bikin pengguna lain tersinggung seolah inferior. Itu dulu, sekitar 5 tahun silam.

Era kejayaan BlackBerry sempat mencapai puncaknya pada 2011. Ketika itu, BlackBerry yang masih menyandang nama Research In Motion (RIM) berhasil memeroleh pendapatan hingga 19,907 miliar dolar. Sebuah peningkatan hingga 33 persen jika dibandingkan pendapatan sebesar 14,953 miliar pada 2010.

Memasuki 2012, pendapatan RIM mulai turun 7,5 persen menjadi 18,423 miliar dolar. Pendapatannya terus susut, dan pada 2015 hanya membukukan angka 3,33 miliar dolar.

Sejalan dengan pendapatannya yang terus turun, BlackBerry akhirnya mencetak rugi. Tahun 2011 merupakan puncak kejayaan dengan laba sebesar 3,4 miliar dolar. Kerugian pertama dicetak pada 2013 di angka 646 juta dolar. Kerugian sempat membengkak hingga 5,87 miliar pada 2014, sebelum susut menjadi rugi 304 juta dolar di 2015.

Perjalanan BlackBerry

BlackBerry terlahir dengan nama Research In Motion (RIM). Perusahaan ini didirikan pada 1984 oleh dua mahasiswa, Mike Lazaridis dan Douglas Fregin. Pada 1988, RIM menjadi perusahaan pertama yang sukses mengembangkan teknologi data nirkabel di Amerika Utara. RIM juga menjadi perusahaan pertama di luar Skandinavia yang mengembangkan konektivitas untuk jaringan Mobitex. Teknologi yang dikembangkan semakin membuat RIM berjaya.

Pada 1997, RIM mencatatkan sahamnya ke Toronto Stock Exchange, (TSX) setelah setahun sebelumnya sukses meluncurkan Inter@ctive Pager RIM 900, piranti pertamanya yang menggunakan keyboard. Pertumbuhan dan pengembangan produk oleh RIM terus melesat.

Pada 2004, RIM memeringati perayaan 20 tahun perusahaan sekaligus mengumumkan angka pelanggannya mencapai 1 juta. Hingga akhir tahun, pelanggan yang mendaftarkan diri sebagai pengguna pirantinya mencapai 2 juta. Setahun kemudian, pelanggan terdaftar RIM menembus 4 juta. Pendirinya, Lazaridis untuk pertama kalinya masuk dalam daftar 100 orang paling berpengaruh versi Time.

Tiga tahun berselang, RIM menjadi perusahaan paling berharga di TSX, dengan kapitalisasi pasar menembus 67 miliar dolar. Jumlah pelanggannya mencapai 10 juta. Namun, RIM mulai dibayangi oleh Apple. Setahun kemudian, tepatnya pada Juni 2008, harga saham RIM menembus angka tertinggi hingga 149,90 dolar.

Sayangnya, euforia melonjaknya harga saham itu tidak berlangsung lama. Pada September 2008, pasar saham mengalami kejatuhan. Harga saham RIM pun ikut terpuruk hingga di bawah 50 dolar. RIM juga mulai menghadapi persaingan, terutama dari Apple. BlackBerry kemudian meluncurkan App World untuk menghadap App Store Apple. Namun, App World gagal.

Pada 2010, RIM menembus 40 juta pengguna dan sukses mengapalkan piranti ke 100 jutanya.

Memasuki 2011, RIM mulai goyah. PlayBook yang diluncurkannya gagal. Kemudian RIM mengumumkan PHK 2.000 karyawannya. Pada Oktober 2011, pengguna bahkan sempat mengalami kegagalan layanan selama 4 hari.

Lazaridis dikecam habis-habisan oleh pemegang saham. Sang founder akhirnya mundur dari RIM pada 2012. Thorsten Heins bertindak sebagai CEO pengganti. Heins kemudian mengumumkan PHK 5.000 karyawan dan menunda update BlackBerry 10. Sahamnya terus terjun ke titik terendah menjadi 6,10 dolar. Masih tahun yang sama, dua petinggi senior RIM dipecat atas desakan pemegang saham, Alan Brenner dan Alistar Mitchell masing-masing wakil presiden divisi platform dan BBM.

RIM mencoba bangkit. Mereka kemudian meluncurkan dua smartphone yang menggunakan OS yakni Z10 dan Q10. Mereka juga membelanjakan iklan yang sangat mahal di Super Bowl, khusus untuk mengumumkan pergantian nama menjadi BlackBerry Limited.

Agustus 2013, BlackBerry mengumumkan lagi PHK 4.500 karyawannya dan berencana mengocok ulang fokusnya ke pasar entreprise. Pada 23 September 2013, Fairfax mengumumkan pembelian saham BlackBerry senilai 4,7 miliar dolar atau 9 dolar per saham.

Fairfax kemudian menjadi pemegang saham terbesar BlackBerry sebanyak 51,9 juta lembar saham. Pemegang saham utama lainnya adalah Primecap Management sebesar 54,9 juta lembar saham. Namun, Fairfax pada 2014 akhirnya melepas 5,2 juta lembar sahamnya.

Digencet Pesaing

BlackBerry memang terus digencet oleh pesaing-pesaingnya. OS BlackBerry semakin ditinggalkan karena dianggap tidak asik, tidak modern, berat. Hingga kuartal II-2015, menurut data IDC, pengguna OS BlackBerry hanya tersisa 0,3 persen. Andoid masih berjaya dengan menguasai 82,80 persen pangsa pasar OS smartphone dunia. Di tempat ketiga ada iOS milik Apple yang menguasai 13,90 persen, diikuti Windows Phone sebesar 2,60 persen. Pada 2012, ketika BlackBerry mulai memasuki senjakala, mereka hanya menguasai 4,9 persen pangsa pasar OS. Android baru menguasai 69,30 persen.

Sementara dilihat dari sisi pengguna Platform media sosial di dunia, BlackBerry Messenger (BBM) juga kalah jauh. Facebook ada di peringkat pertama dengan 1,55 miliar pengguna, disusul WhatsApp sebanyak 900 juta pengguna. BBM ada di peringkat ke-19 dengan jumlah 100 juta pengguna saja.

Masa depan BlackBerry kini memang belum jelas. Gus Papageorgiou, seorang analis dari Macquarie Capital Markets menyarankan agar para kliennya untuk sementara menghindari saham BlackBerry. Tahan hingga BlackBerry secara resmi mengumumkan bisnis jasa dan software-nya sebagai mesin pertumbuhan. Jika BlackBerry masih mengandalkan bisnis dari piranti kerasnya, maka lupakan saja.

“Terus berjalannya penurunan bisnis layanan dan ketidakpastian masa depan untuk telepon gengam memberikan hempasan yang kuat untuk sahamnya. Kami akan menghindari saham-saham itu untuk jangka pendek,” kata Papageorgiou, seperti dikutip dari Financial Post.

BlackBery memang sudah mengumumkan rencananya untuk meninggalkan bisnis hardware-nya pada September. Pada kuartal IV, BlackBerry hanya bisa menjual 500.000 smartphone. Itulah mengapa bisnis software dan lisensinya akan menjadi tumpuan.

Bisnis software enterprise BlackBerry kini memang merupakan salah satu lini yang penting. BlackBerry berhasil melebihi target pendapatan 500 juta untuk segmen enterprise ini pada tahun fiskal 2015. Seperti dikutip dari Yahoo! Finance, sebanyak 3.600 nasabah berhasil digaetnya pada kuartal terakhir tahun fiskal 2015.Ssecara total untuk tahun fiskal 2015, nasabahnya mencapai 10.000.

CEO BlackBerry, John Chen mengatakan, kenaikan signifikan pada kuartal terakhir adalah termasuk kontrak dengan Departemen Veteran AS. Nilai kontrak dengan perusahaan mencapai 20 juta dolar untuk pesanan platform komunikasi krisis. BlackBerry yakin kontrak-kontrak besar di masa depan bisa diperolehnya, sehingga lini bisnis ini semakin kuat menopang perusahaan.

Transformasi adalah hal yang sangat penting dalam dunia bisnis. Di tengah perubahan yang sangat cepat, perusahaan juga harus ikut bergerak mengikuti dinamikanya. Inilah yang akan dilakukan BlackBerry dengan transformasi bisnisnya. Meninggalkan bisnis piranti keras, dan menggarap bisnis piranti lunak yang pangsa pasarnya lebih luas dan menjanjikan.

Masuknya Emtek Indonesia bak datangnya dewa penyembuh yang datang dari rakyat penggunanya. Mampukah? Perjalanan waktu yang menjawabnya.

Baca juga artikel terkait BLACKBERRY atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Bisnis
Reporter: Sapto Anggoro
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Sapto Anggoro