Menuju konten utama

Bantah Megawati, Gerindra: Tak Ada Pelanggaran Konstitusi di MK

Waketum Gerindra Habiburokhman mengklaim tidak ada pelanggaran konstitusi pada putusan MK terkait syarat usia capres-cawapres dalam Undang-Undang Pemilu.

Bantah Megawati, Gerindra: Tak Ada Pelanggaran Konstitusi di MK
Habiburokhman sarankan KPU tinjau lebih lanjut soal rencana majunya jadwal pendaftaran Capdes dan Cawapres. (Tirto.id/Iftinavia Pradinantia )

tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, membantah pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, soal rekayasa hukum dalam putusan Mahakamah Konstitusi (MK).

Habiburokhman mengklaim tidak ada pelanggaran konstitusi pada putusan MK terkait syarat usia capres-cawapres dalam Undang-Undang Pemilu.

"Tidak ada masalah, tidak ada pelanggaran konstitusi, tidak ada pelanggaran UU," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023).

Habiburokhman membela hakim konstitusi Anwar Usman selaku ketua MK yang memutus perkara syarat usia capres dan cawapres tersebut. Ia mengatakan Anwar dituduh melanggar Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023, yakni tidak mundur dari jabatannya

Padahal, klaim Habiburokhman, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie sendiri yang pertama kali membuat yurisprudensi pengesampingan asas benturan kepentingan di perkara PUU.

"Yang ada dalam perkara tersebut adalah Pak Anwar Usman dituduh melanggar Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 yang tidak mundur," ucap Habiburokhman.

Habiburokhman lantas menantang pihak yang merasa putusan MK yang diputus Anwar Usman dkk cacat prosedur untuk menunjukkan bukti pelanggaran konstitusi. Putusan batas usia capres-cawapres dinilai cacat prosedur karena MKMK memutuskan Anwar Usman melanggar etik berat.

"Coba tunjukkan kepada kami. Persoalan intervensi ini dimana dalam putusan MKMK sekalipun, terbukti adanya intervensi tidak ada," tutur Habiburokhman.

Di sisi lain, Habiburokhman sepakat dengan Megawati agar Pemilu 2024 tidak ada kecurangan. "Jadi, makanya kami terima nasihat Ibu Mega soal bagaimana menjaga pemilu tidak curang dan sebagainya," kata Habiburokhman.

Kemarin, Minggu (12/11/2023), Megawati mengatakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) merupakan bukti adanya rekayasa hukum konstitusi. Putusan MKMK yang dimaksud adalah perkara pelanggaran etik hakim konstitusi yang menjerat Anwar Usman.

"Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi," kata Megawati dalam siaran langsung di akun YouTube PDIP, Minggu.

Menurut Megawati, rekayasa hukum konstitusi terjadi akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, yakni politik atas dasar nurani.

"Rekayasa hukum tidak boleh terjadi lagi. Hukum harus menjadi alat yang menghadirkan kebenaran. Hukum harus menjadi alat mewujudkan keadilan. Hukum harus jadi alat mengayomi seluruh bangsa dan negara Indonesia," tegas Megawati.

Dalam perkara pelanggaran kode etik hakim konstitusi, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Meski begitu, ipar Presiden Joko Widodo itu masih berstatus hakim konstitusi.

MKMK menyatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Selain dicopot dari jabatan Ketua MK, Anwar juga dilarang ikut campur menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

MKMK menyatakan Anwar Usman sengaja membuka ruang kepada pihak luar untuk mengintervensi putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal capres-cawapres dalam Undang-Undang Pemilu. Akan tetapi, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie tidak mengungkap siapa yang mengintervensi paman bakal cawapres Gibran Rakabuming Raka itu.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Gilang Ramadhan