Menuju konten utama

Bantah Hadir di Rapat e-KTP, Teguh Juwarno Beralasan Sakit

Saksi sidang korupsi pengadaan e-KTP, Teguh Juwarno, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR periode 2009-2010 mengklaim tak pernah mengikuti rapat internal DPR dengan Kemendagri dalam hal pembahasan proyek e-KTP 2010-2013.

Bantah Hadir di Rapat e-KTP, Teguh Juwarno Beralasan Sakit
Terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman (kiri) dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto (kanan) mengikuti sidang lanjutan dugaan Korupsi proyek E-KTP dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww/17.

tirto.id - Saksi sidang korupsi pengadaan e-KTP, Teguh Juwarno, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR periode 2009-2010 dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengklaim tak pernah mengikuti rapat internal DPR dengan Kemendagri dalam hal pembahasan proyek e-KTP 2010-2013.

"Saya tidak pernah datang rapat pembahasan e-KTP yang mulia. Seingat saya ada dua kali rapat di bulan Mei, saya sedang sakit cidera otot dan yang satu ada keperluan," jelas Teguh Juwarno dalam persidangan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Besar, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (23/3/2017).

Teguh Juwarno menjelaskan di rapat tahap awal perencanaan e-KTP digelar pada Mei 2010, tepatnya di tanggal 5 Mei dan 11 Mei, dia tengah mengalami sakit serius. Dalam kesaksian Teguh menyebutkan dua rapat penyusunan dan pembentukan anggaran saat itu dia tidak menjabat apapun.

"Pasca saat cidera otot itu, Yang Mulia, saya non aktif sementara waktu sampai recovery selesai. Jadi saya tidak aktif mengikuti semua program anggaran dan kegiatan di DPR," jelas Teguh Juwarno.

Menguji kesaksian Teguh, hakim Jhon Halasan Butar-Butar kemudian membacakan keterangannya dalam BAP Teguh. Hasilnya pada Mei 2010 ada pertemuan dengan Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi bersama sejumlah pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI, termasuk Teguh dan Taufiq.

"Tapi dari keterangan saudara di BAP tidak begitu. Saudara ada pertemuan dengan Mendagri pada Mei 2010?", tanya Hakim Jhon Halasan Butar-Butar.

Jhon kemudian menambahkan dalam Sistem Informasi Administrasi dan pemberian NIK secara nasional, rapat pembahasan tahap awal tersebut dihadiri oleh semua saksi, termasuk Teguh Juwarno.

Pada rapat lanjutan masih di bulan Mei, dalam BAP menyebut jika pembicaraan penerapan e-KTP akan menggunakan dana APBN selama beberapa tahun ke depannya pun juga dihadiri oleh Teguh Juwarno dan Taufiq Effendi.

"Begini Pak saya pastikan jika keterangan dalam BAP tersebut keliru. Sejak awal saya menyampaikan kalau saya sakit. Bisa ditanya oleh rekan saya di Komisi II. Dalam catatan notulensi terjadi pada 5 Mei 2010. Saat itu saya sedang sakit. Saya bisa serahkan surat rekam medisnya," tegas Teguh.

Teguh Dicecar Soal Rincian Proyek dan Rapat-Rapat Pembahasan e-KTP

Dalam sidang perkara korupsi ini, ketua majelis hakim Jhon Halasan juga bertanya tentang rincian proyek dan kaitan Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR sebelum bertanya tentang rapat-rapat mengenai proyek itu.

"Jumlah rapat e-KTP yang terjadi tentu tidak hafal. Berdasarkan notulen bulan Mei ada dua rapat penting. Pertama rapat kerja dengan Mendagri dengan Komisi II pada 5 Mei 2010, itu rapat usulan anggaran, kemudian Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen Kemendagri pada 11 Mei 2010," kata Teguh menjawab pertanyaan hakim tentang berapa kali rapat mengenai proyek itu dilaksanakan.

Hakim kemudian menanyakan peran dan fungsi Komisi II DPR dalam proyek pengadaan e-KTP. Teguh menjelaskan bahwa lingkup tugas dewan meliputi pengawasan, penganggaran dan legislasi.

"Pemerintah mengusulkan, komisi yang menyetujui," jawab Teguh.

"Apakah itu disetujui?" tanya Hakim Jhon.

"Pada saat disetujui, saya sudah tidak di Komisi II," jawab Teguh.

Dakwaan jaksa menyebutkan bahwa Teguh Juwarno menerima 167 ribu dolar AS terkait proyek pengadaan e-KTP yang nilainya Rp5,9 triliun.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen di instansi itu, Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp5,95 triliun.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri