tirto.id - Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini mengalami perlambatan hanya di kisaran 2,7 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Pertumbuhan ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan 2022 yang berada di 3,4 persen.
"Kami sepakat bahwa kondisi ekonomi global, ketidakpastian makin tinggi dan kami juga melihat tren perlambatan ekonomi global terjadi," ujar Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti saat rapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Destry melihat perlambatan juga dirasakan di Amerika Serikat, Eropa dan juga Cina. Di Amerika Serikat dan Eropa masih diimbangi dengan tekanan inflasi yang tinggi dan juga adanya keketatan di pasar tenaga kerja.
"Dan ini Tentunya mendorong kemungkinan terjadinya situasi dan bahkan di Amerika akan ada kenaikan suku bunga di Juli dan Agustus," ujarnya.
Sementara di Cina, lanjut Destry terjadi perlambatan ekonomi tidak sekuat dengan perkiraan banyak pengamat termasuk BI. Kondisi ini tentunya akan memberikan dampak yang cukup signifikan kepada sistem keuangan khususnya yang terkait dengan nilai tukar.
"Karena kondisi ekonomi di atas menyebabkan tren daripada cenderung akan meningkat dan ini tentunya akan memberikan tekanan kepada nilai tukar mata uang lainnya khususnya di emerging market termasuk di Indonesia," ujarnya.
Atas dasar itu, maka bank sentral menilai perlu adanya penguatan respon kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan terhadap ketahanan eksternal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengamini bahwa kondisi global pada tahun ini akan jauh lebih buruk.
"Kita semua memahami 2023 dengan adanya pemulihan ekonomi yang tidak mudah di seluruh dunia," ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa saat pandemi COVID-19 melanda dunia harus dihadapi dengan kondisi rantai pasok global yang kacau balau. Kondisi ini diperparah dengan perang antara Rusia dan Ukraina yang makin membuat kondisi kian memburuk.
Beberapa negara, khususnya negara maju mengambil langkah kenaikan suku bunga acuan sehingga menimbulkan gejolak di pasar keuangan.
"Situasi ini yang jelaskan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 oleh IMF, World Bank dan OECD semua menunjukkan tren pelemahan yang signifikan dibanding 2021 dan 2022," paparnya.
Pelemahan global juga tergambar dari sisi perdagangan yang tidak setinggi sebelumnya. Sri Mulyani menyebutkan pada 2023 diperkirakan hanya 2,4 persen, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5,1 persen.
"Pelemahan global trade ini yang harus kita antisipasi karena akan mempengaruhi kinerja ekonomi dari sisi eksim (ekspor-impor)," katanya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang