Menuju konten utama

Bank Dunia Usul Penghapusan PPN, Begini Respons Pemerintah

Yon Arsal mengaku, pihaknya telah menerima rekomendasi terkait penghapusan pembebasan PPN untuk mendongkrak penerimaan negara.

Bank Dunia Usul Penghapusan PPN, Begini Respons Pemerintah
Calon penumpang mengisi ulang uang elektroniknya di Halte Transjakarta Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (8/4/2022). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.

tirto.id - Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghapus pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) guna mendongkrak pendapatan negara. Rekomendasi ini disampaikan dalam laporan Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment.

Dalam laporan itu disebutkan, cara praktis untuk mendongkrak penerimaan negara melalui PPN adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa. Karena barang dan jasa yang dibebaskan PPN dengan asas keadilan bagi orang miskin, juga dinikmati oleh orang kaya.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengaku, pihaknya telah menerima rekomendasi terkait penghapusan pembebasan PPN untuk mendongkrak penerimaan negara. Rekomendasi itu bahkan sudah dibahas dalam perumusan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Dan waktu sudah ada dinamika berbagai jenis barang dan jasa harus kita bebaskan, PPN harus kita kenakan. Diskusi dari Bank Dunia termasuk diantaranya," kata dia, dalam media briefing, di Kantornya, Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Namun dalam pembahasan tersebut, pemerintah perlu memperhatikan konteks selain penerimaan pendapatan negara saja. Dalam perumusan kebijakan terkait perpajakan, pemerintah juga mempertimbangkan aspek seperti keberpihakan serta penerapan di negara lain.

Menurutnya, sejumlah negara lain juga menerapkan pembebasan PPN terhadap berbagai barang dan jasa, seperti pendidikan dan kesehatan. Pembebasan pungutan pajak diberikan karena kedua jasa tersebut bersifat layanan dasar.

"Artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain, tidak semata-mata masalah technocratic," ujarnya.

Yon mengakui, pungutan PPN berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Hal ini terefleksikan dari kontribusi PPN yang mencapai 50 persen dari total pendapatan negara setiap tahunnya.

Akan tetapi, perumusan terkait kebijakan perpajakan perlu mempertimbangkan berbagai aspek lain, bukan hanya mendongkrak pendapatan negara.

"Jadi tidak semata-mata masalah technocratic plan ada framework yang menjadi pertimbangan," ucap Yon.

Untuk diketahui, Dalam UU HPP, Pasal 4A menjabarkan jenis barang yang tidak dikenai PPN, yaitu makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Demikian juga uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Selain itu juga jasa kesenian dan hiburan karena sudah menjadi objek pajak daerah dan retribusi daerah, jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, jasa boga atau katering, hingga barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.

Baca juga artikel terkait PPN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang