Menuju konten utama

Banjir RUU Prioritas: Target DPR Bombastis, Jokowi Tak Konsisten

DPR RI bersama pemerintah telah menetapkan sebanyak 248 RUU Prolegnas tahun 2020-2024. Target DPR ini dinilai tidak realistis dan Presiden Jokowi tak konsisten soal deregulasi.

Banjir RUU Prioritas: Target DPR Bombastis, Jokowi Tak Konsisten
Gedung DPR/MPR RI di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id -

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah telah menetapkan sebanyak 248 Rancangan Undang-undang (RUU) Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024. Sejumlah RUU Prolegnas itu ditetapkan sebelum akhir tahun 2019.

Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan jumlah tersebut termasuk target yang prestisius dan sekaligus menjadi tantangan bagi semua pihak.

Politikus PDIP itu menekankan pentingnya komitmen antara DPR RI dan Pemerintah untuk dapat menuntaskan Prolegnas ini. Selain dapat memberikan kepastian hukum, juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Berdasarkan data Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, jumlah RUU dalam Prolegnas ini sekitar 31 persen lebih banyak dari periode lalu. Pada DPR RI periode 2014-2019, mereka menargetkan sebanyak 189 RUU.

Peneliti PSHK Agil Oktaryal mencatat RUU sektor perekonomian dan investasi mendominasi, yakni 87 atau 35 persen dari total keseluruhan.

Disusul RUU bidang politik, hukum, dan keamanan 73 atau 29 persen; bidang pembangunan manusia dan kebudayaan sebanyak 64 RUU atau 26 persen ; dan bidang kemaritiman sebanyak 24 RUU 10 persen.

PSHK menilai tiga RUU sektor perekonomian dan investasi seperti RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan mendapat jalur prioritas melalui Omnibus Law.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan meminta ketiga RUU itu dikebut penyelesaiannya selama 100 hari atau pada Januari hingga Maret 2020.

Dari 248 RUU tersebut, penyumbang terbanyak adalah DPR dengan total 179, disusul pemerintah sebanyak 86, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 51.

DPR-Pemerintah Tak Realistis

Peneliti PSHK Agil Oktaryal menilai DPR dan Pemerintah terlalu ambisius menetapkan sebanyak 248 RUU Prolegnas tahun 2020-2024. Pasalnya, pada periode sebelumnya saja pemerintah dan DPR hanya mampu menyelesaikan 91 UU dari target 189.

Apalagi berdasarkan catatan PSHK dari tahun 2015-2019, menunjukkan rata-rata capaian legislasi hanya berkisar 20 UU tiap tahunnya. Ia pun menyarankan sebaiknya DPR menurunkan target dan fokus pada perbaikan kualitas legislasi.

"Saya rasa ini tidak realistis dan menunjukkan DPR dan Pemerintah tidak pernah mengevaluasi diri atas capaian kerja legislasi mereka," kata dia kepada Tirto, Rabu (22/1/2020).

Selain itu, ia juga mengkritik pemerintah yang menyumbang 86 RUU atau terbesar kedua setelah DPR. Padahal selama ini Jokowi gencar mengajak seluruh pihak untuk mereformasi aturan dan perundang-undangan yang dirasa menyulitkan masyarakat dan menghambat inovasi.

Menurutnya, Presiden Jokowi tidak konsisten atas program deregulasinya. Agil menilai pemerintah malah memperlihatkan jika sebenarnya mereka tidak punya peta regulasi prioritas untuk mendukung program-program yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data PSHK saja, dari 2014 hingga November 2019 telah terbit 10.180 regulasi, berupa 131 Undang-Undang (UU), 526 Peraturan Pemerintah (PP), 839 Peraturan Presiden (perpres) dan 8.684 Peraturan Menteri (permen). Banyak regulasi yang saling tumpang tindih dan menghambat akses layanan publik, serta menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Artinya tidak ada koordinasi yang jelas antara Presiden dan DPR. Terutama partai-partai pengusung Jokowi saat susun Prolegnas," ucapnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah harus konsisten dengan niat deregulasi. Caranya dengan mengurangi jumlah RUU di Prolegnas 2020-2024 dan fokus untuk memperbaiki mutu UU agar efektif dalam implementasi.

Kemudian ia meminta pemerintah dan DPR menerapkan prinsip one-in-two-out dengan cara membuat satu RUU dengan mencabut dua RUU atau bisa meleburkan beberapa UU menjadi satu.

Lalu pola pikir pimpinan di kementerian dan lembaga untuk mengatur segala hal harus diubah. Pasalnya, hal ini mengakibatkan regulasi menjadi bertumpuk. Selanjutnya memastikan materi yang diatur layak dicantumkan di level undang-undang.

"Salah satu penyebab terlalu banyak perundang-undangan di Indonesia adalah banyak materi yang seharusnya tidak diatur di tingkatan UU tapi justru diatur di UU," pungkasnya.

DPR Halusinasi Capaian Legislasi

Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai DPR terlalu berhalusinasi dapat menuntaskan 248 RUU Prolegnas.

Alasannya, berdasarkan catatan Formappi, DPR periode 2014-2019 dari 189 RUU, hanya mampu menyelesaikan 35 RUU diantaranya dengan rincian 3 RUU pada 2015, 10 RUU pada 2016, 6 RUU pada 2017, 5 RUU pada 2018, dan 11 RUU pada 2019.

Lalu ditambah RUU kumulatif terbuka, maka total UU yang dihasilkan DPR mencapai 91 UU.

"Mereka main saja terjebak pada rencana bombastis dan ambisius. Walau sadar akan kemampuan mereka yang selalu saja gagal menghasilkan banyak RUU sesuai rencana," kata dia kepada Tirto.

Dirinya juga menilai Jokowi sangat kontradiksi dengan pernyataan awal yang ingin melakukan penyederhanaan regulasi atau deregulasi. Namun, kenyataannya pemerintah malah mengirimkan banyak RUU prolegnas.

Maka dari itu ia meminta agar Pemerintah dengan DPR harus bekerja sama agar tak menghasilkan UU baru yang tumpang tindih dengan regulasi sebelumnya.

Termasuk perlu kesamaan pemahaman soal Omnibus Law. Sebab ia menilai sebagian besar anggota DPR kurang paham mengenai konsep itu.

"Melalui perencanaan RUU Prioritas Tahunan demi bisa menjawab kebutuhan deregulasi," ucapnya.

Kemudian ia menilai para menteri melakukan pembangkangan dalam menjalankan instruksi Jokowi untuk melakukan deregulasi. Sebab mereka lah yang diutus oleh Jokowi untuk menyusun RUU Prolegnas bersama DPR.

"Dengan banyaknya usulan RUU baru dari pemerintah itu. Tak jelas fokus pemerintah," pungkasnya.

Baleg DPR Kerja Maksimal

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengatakan akan menampung sejumlah aspirasi yang diberikan oleh sejumlah pihak terkait RUU Prolegnas.

Anggota DPR RI fraksi PPP itu mengatakan pihaknya bakal bekerja secara maksimal untuk untuk menuntaskan ratusan RUU yang telah ditetapkan. Akan tetapi dengan melihat batas kemampuan anggota DPR.

"Makanya ada prolegnas prioritas yang dibahas dalam setiap tahunnya. Ibaratnya kalau prolegnas jangka menengah itu untuk menampung RUU yang akan dibahas," ujar dia kepada Tirto.

Dia menerangkan sejumlah RUU yang ditetapkan oleh DPR pada periode saat ini telah disinkronkan lebih dari 300 RUU yang diusulkan. Oleh karena itu, untuk mengejar target, Baleg DPR akan membahas 50 RUU setiap tahunnya.

Salah satunya dengan menggunakan ketentuan carry over, sehingga terdapat sejumlah RUU tak perlu lagi berproses dari nol.

"Tentu mengevaluasi yang terjadi pada periode sebelumnya agar tidak terulang," ujar dia kepada Tirto.

Lebih lanjut, Baidowi menyatakan tidak harus seluruh usulan pemerintah disetujui semua termasuk permintaan untuk deregulasi.

"Kalau DPR selalu setuju dengan usulan pemerintah, namanya tukang stempel aja," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait RUU PRIORITAS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri