tirto.id - Pagi adalah waktu yang menyiksa bagi sebagian orang sebab rutinitas kerja memaksa mereka untuk bangun, mandi, lalu bersiap ke kantor. Ditambah kisah orang-orang sukses yang konon membiasakan membuka mata sebelum matahari sempat muncul, lahir anggapan bahwa pelaku bangun siang hari adalah gerombolan pemalas dengan masa depan tak jelas.
Benarkah demikian?
Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa orang yang membiasakan bangun pagi punya gaya hidup yang lebih sehat sebab tak merokok atau minum alkohol. Mereka cenderung terhindar dari depresi, membuat standar yang lebih tinggi pada diri sendiri, dan lebih banyak merencanakan masa depan. Mereka adalah pribadi yang gigih dan percaya diri.
Meski demikian bukan berarti pelaku bangun siang adalah orang-orang dengan kualitas diri yang berkebalikan. Alih-alih bersifat hitam-putih, kebiasaan bangun pagi maupun bangun siang sebenarnya mengandung manfaat positifnya masing-masing. Sejumlah akademisi telah menghasilkan riset yang membuktikan hal tersebut.
Franzis Preckel dari Universitat Trier, Jerman, dan beberapa rekan lintas universitas lain pada 2011 menerbitkan hasil meta-analisis tentang hubungan antara waktu tidur seseorang dengan kemampuan akademisnya. Hasilnya menyatakan bahwa orang yang bangun siang justru memiliki kekuatan memori, insting kecepatan, dan kemampuan kognitif yang lebih baik.
Neta Ram-Vlasov dari University of Haifa, Israel, pernah meneliti topik yang sama bersama sejumlah rekannya yang lain. Hasil penelitian yang diterbitkan tahun lalu di kanal American Psychological Association itu menyimpulkan bahwa pelaku bangun pagi lebih kreatif. Karolin Roeser dari University of Wuerzburg, Jerman, juga menyatakan kecenderungan serupa.
Orang-orang yang bangun siang lebih terbuka pada pengalaman baru, demikian menurut publikasi ilmiah Christoph Randler dari University of Tübingen dan rekan-rekannya yang dimuat di SAGE Open, Agustus tahun lalu. Pada penelitian lain Randler juga menemukan bahwa pelaku bangun siang lebih punya kemungkinan lebih besar untuk mengeksplorasi pengalaman baru tersebut dibanding pelaku bangun pagi.
Biolog Oxford, Katharina Wullf, menyatakan pada BBC Capital bahwa bangun siang adalah kebiasaan alamiah alias bukan bangun karena alarm. Orang dengan siklus bangun siang cenderung merasa lebih puas sehingga lebih produktif kala bekerja. Tidur mereka terasa cukup, dan kapasitas mentalnya meluas.
Dengan demikian, lanjutnya, memaksa orang yang biasa bangun siang supaya bangun pagi bukan hanya tak mengenakkan bagi pelaku, namun juga punya efek negatif bagi kesehatan organ tubuhnya. Di pagi hari pelaku bangun siang masih memproduksi hormon melatonin (yang diproduksi pelaku bangun pagi di malam hari), sehingga salah satu risikonya adalah menambah berat badan.
Konrad S. Jankowski dari University of Warsaw pernah meneliti hubungan antara waktu tidur manusia dengan perubahan kepuasan hidup. Ia menyimpulkan bahwa para pelaku bangun siang yang mencoba membiasakan bangun pagi ternyata tidak mengalami perubahan suasana hati atau kepuasan hidup.
Masyarakat umum percaya bahwa orang sukses selalu bangun pagi. Kenyataannya, banyak orang sukses bangun siang. Dalam catatan Business Insider, mereka antara lain pendiri aplikasi kelola konten dan layanan berbagi data Box, Aaron Levie, CEO Buzzfeed Jonah Peretti, penulis legendaris James Joyce, dan lain sebagainya.
Jadwal aktivitas manusia modern dipengaruhi oleh penelitian, yang salah satunya pernah dipaparkan Live Science, bahwa jam tidur normal (malam tidur, pagi bangun) bersifat biologis. Artinya, malam memang ditujukan untuk beristirahat. Namun, ini tak berlaku pada semua orang. Pelaku bangun siang, yang nyaman dengan kebiasaannya meski bersifat anomali, akhirnya jadi tidak nyaman sebab dipaksa untuk mengikuti ritme orang lain.
Secara biologis pula, badan pelaku bangun siang belum siap untuk beraktivitas. Oleh sebab itu masuk akal jika sejumlah penelitian mengungkap pemaksaan bangun pagi berdampak pada buruknya suasana hati atau turunnya kepuasan hidup. Tidur adalah kenikmatan paling mendasar manusia, dan dianggap sebagai teknik istirahat terbaik. Jika tidur saja tidak puas, maka ketidakpuasan akan berlanjut setelah ia bangun.
Dengan demikian, persoalannya bukan pada waktu tidur, melainkan durasi dan kualitasnya. Kombinasi terburuk adalah suka begadang, namun juga biasa bangun pagi. Dalam kondisi kurang tidur, yang bersangkutan justru akan tidak produktif sepanjang hari. Jika memang tidur telat, maka wajar jika bangunnya juga telat. Tidak lain demi memenuhi durasi tidur yang cukup.
Para ahli sepakat bahwa utang tidur ternyata tak dapat dilunasi hanya dengan tidur maraton seharian. Sebagaimana dikutip dari Scientific American, tubuh tetap akan membawa efek-efek negatif dari kehilangan jam tidur: otak berkabut, penglihatan memburuk, tak fokus mengemudi, dan sulit mengingat. Obesitas, diabetes, stroke, dan penyakit jantung adalah efek jangka panjangnya.
Sebagian orang membutuhkan durasi tujuh hingga 11 jam untuk tidur, tapi para ahli menyarankan delapan jam sebagai durasi. Meski demikian, sebenarnya tak ada durasi tidur ideal. Masing-masing orang punya kebutuhan berbeda. Orang dewasa berbeda dengan anak-anak. Orang yang beraktivitas berat berbeda dengan yang beraktivitas ringan sepanjang hari.
Para ahli justru mementingkan kualitas tidur, bukan kuantitasnya. Tidur idealnya yang nyenyak sehingga merasa segar saat bangun. Dan ini pun bisa dicapai meski durasinya kurang dari delapan jam. National Sleep Foundation (NSF) pernah membagikan dua tips pokok agar tidur berkualitas bisa tercapai.
Pertama, tetap ikuti jadwal tidur dan bangun harian, bahkan ketika akhir pekan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, jika memang biasa bangun siang (sebab tak mengganggu pekerjaan), maka lebih baik diteruskan. Hal ini membantu mengatur jam tubuh Anda sehingga tubuh otomatis ingin istirahat saat waktunya tiba. Agar jadwal terjaga, hindari tidur siang sebab akan mengganggu jadwal tidur malam.
Kedua, atur kamar agar Anda bisa tidur senyaman mungkin. Kamar yang nyaman suhunya tidak terlalu dingin atau panas, dan tidak terpapar suara berisik (termasuk dari pasangan tidur yang ngorok). Matikan lampu hingga redup atau gelap total. Tutup jendela dan korden rapat-rapat. Jika memang dibutuhkan pakailah penutup mata dan telinga.
Bonus tips yang juga sering disarankan oleh banyak ahli: hindari penggunaan ponsel pintar maupun gawai berlayar lain menjelang tidur. Baik untuk bermain media sosial, browsing, menonton video atau film, berkomunikasi lewat pesan singkat, mengedit foto atau video, apalagi bekerja.
Matikan gawai, atau minimal pasang mode diam, lalu jauhkan dari tempat tidur. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kebiasaan memegang gawai menjelang tidur justru bikin orang lebih susah tidur, susah nyenyak, dan dengan demikian menjauhkan mereka dar tidur berkualitas itu sendiri.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf