tirto.id - Tanpa menihilkan peran elemen lain, kiranya tak berlebihan bila menyebut perjuangan merebut sekaligus mempertahankan kemerdekaan Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran Djawatan Kereta Api (DKA) alias PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Hal demikian tampak kentara dalam Kereta Api Terakhir (1981). Film besutan Mochtar Soemodimedjo tersebut, yang mengambil latar peristiwa Perjanjian Linggarjati (1946), tak hanya memberi tempat kepada tokoh militer sekelas Kolonel Gatot Subroto (Sundjoto Adibroto), namun juga kepada tokoh sipil seperti Bronto (Deddy Sutomo), sang kondektur kereta.
Di zaman kolonial, sebagaimana dicatat Historia, salah satu petugas kereta api disebut "de stille werkers" alias si pendiam yang bekerja dengan rajinnya. Ungkapan tersebut merujuk pada petugas penjaga perlintasan kereta yang cenderung tak banyak cakap, diupah rendah, namun bekerja penuh dedikasi demi menjaga keselamatan. Meski pendiam, di zaman Jepang, kelompok ini turut ambil bagian melakukan perlawanan.
"Sabotase dalam bentuk lain dilakukan oleh para penjaga pintu kereta api dengan cara menggeser rel kereta api atau memindahkan rel secara tiba-tiba, sehingga kereta api terbalik. Peristiwa sabotase seperti ini terjadi di Lasem, Pemalang, dan Pekalongan (semuanya di Jawa Tengah, red.)," tulis Historia, merujuk tulisan Razif, "Buruh Kereta Api dan Komunitas Buruh Manggarai", yang termuat dalam bunga rampai Dekolonisasi Buruh Kota dan Pembentukan Bangsa (2013).
Zaman berganti tapi perjuangan mengisi kemerdekaan tak mengenal kata usai. Bahwa sumber daya manusia (SDM) berkualitas merupakan kunci di segala situasi, PT Kereta Api Indonesia (KAI) pun memberikan pendidikan dan pelatihan (diklat) kepada seluruh SDM, baik bidang operasional, pelayanan, keuangan, dan bidang-bidang lainnya.
"Pusat Pendidikan dan Pelatihan KAI menggodok berbagai program diklat mulai yang paling mendasar hingga tingkat lanjutan untuk menjadi bekal seluruh SDM-nya. Bahkan, KAI pun melaksanakan diklat maupun benchmarking ke luar negeri," terang Direktur Utama KAI Edi Sukmoro.
Edi menilai, tansformasi KAI saat ini dari perusahaan yang sempat mati suri hingga menjadi perusahaan yang dibanggakan publik tak lepas dari pembaruan kualitas SDM secara keseluruhan.
"Akar dari kemajuan pelayanan KAI ada di perubahan mindset, yakni service oriented. Oleh karena itu, berbagai ilmu dan wawasan, baik hardskill maupun softskill, diberikan secara intens kepada seluruh pekerja sebagai bekal untuk mewujudkan pelayanan prima," sambung Edi.
Belajar ke Negeri Jauh
Program diklat yang diberikan sesuai kebutuhan dan kompetensi pegawai KAI totalnya mencapai 301 buah, tak terkecuali diklat-diklat wajib seperti Basic Development Program (BDP), Profesional Development Program (PDP), dan Managerial Development Program (MDP). Diklat wajib ini diberikan agar seluruh pegawai memiliki pemahaman yang sama terhadap seluruh aspek perusahaan mulai dari budaya perusahaan, pelayanan, perkembangan bisnis, dll.
Sedangkan diklat atau benchmarking ke luar negeri antara lain berupa Safety Training di Australia, Light Rail Transit (LRT) Training di Singapura, Hospitality Training di Prancis, Track Access Charges (TAC) Summit di Belanda serta Asset Management Program di Italia. Dalam kurun waktu 2017-2019, 336 orang telah menjadi peserta berbagai diklat dan benchmarking KAI ke luar negeri.
Safety Training di Australia merupakan upaya KAI untuk meningkatkan kompetensi pekerjanya terkait keselamatan, terang Edi. Australia dipilih sebab negara tersebut dikenal ketat menerapkan zero accident hal yang sejalan dengan prinsip KAI soal safety first. Adapun Hospitality Training di SNCF, Prancis, dilakukan KAI untuk menambah pengalaman pekerjanya dalam hal pelayanan penumpang, layanan antar moda dan operasional kereta (sarana dan prasarana).
Sebagai salah satu BUMN dengan aset yang besar, KAI juga memperkuat SDM-nya untuk menjaga dan mengelola aset. Asset Management Program di FS International, Italia, diberikan untuk meningkatkan wawasan terkait optimalisasi pengelolaan aset. Selain itu, ada pula Track Access Charges (TAC) Summit di Belanda. Inilah konferensi/seminar yang dirancang untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan TAC, di mana pembicaranya merupakan para profesional di bidang perkeretaapian.
Selain itu, KAI, yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan dan Jabodebek, mengirimkan SDM untuk mengikuti Pelatihan LRT di SMRT, Singapura. Pelatihan ini menjadi penting mengingat LRT adalah barang baru di Indonesia.
Inovasi Tiada Henti
Selain pelatihan, demi merawat dan meningkatkan kapasitas SDM, KAI juga memberikan ruang dan kesempatan buat berkarya. Melalui Unit Quality Assurance dan Good Corporate Governance (GCG), KAI menelurkan sejumlah program, salah satunya Innovation and Improvement Award (IIA).
Seperti namanya, IIA, yang notabene merupakan perwujudan salah satu dari 5 nilai utama KAI yakni INOVASI, adalah rangkaian kegiatan pengelolaan inovasi dan improvement hingga pemberian penghargaan kepada unit kerja yang memberikan karya terbaik terhadap perbaikan berkelanjutan. Digelar sejak 2012, temuan-temuan IIA saat ini jumlahnya 377 buah tak bisa dipandang sebelah mata: mereka terbukti memberikan kontribusi positif untuk kemajuan perusahaan dalam bentuk quality, cost, delivery, safety,morale, dan lain-lain.
Tahun ini, beberapa karya yang diterima di IIA antara lain Pemanfaatan Teknologi Solar Cell Sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Gardu Pintu Pelintasan JPL 01 Hasanudin (Daop 4 Semarang); Optimalisasi Ruang Bagasi di Kereta Pembangkit Seri Tahun 2018-2019 (Stainless Steel) sebagai Tempat Sepeda (Balai Yasa Manggarai); Desain dan Pemasangan Telepon Blok Antar Stasiun Melalui Media Fiber Optik di Wilayah Resor Pagargunung (Divre IV Tanjungkarang), dan lain-lain.Di tataran eksternal, KAI aktif mengikuti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan inovasi, salah satunya kegiatan Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN). Inilah ajang berkumpulnya perusahaan nasional yang bernaung dalam BUMN/BUMD dan perusahaan swasta berskala internasional, yang memberikan manfaat dan inspirasi di bidang mutu dan produktivitas.
Di ajang tersebut KAI telah menorehkan beberapa prestasi, misalnya: 3 Platinum dan 3 Gold di tahun 2018; 1 Platinum dan 2 Gold di tahun 2017; 1 Platinum dan 3 Gold di tahun 2016; dan 1 Gold dan 2 Silver di tahun 2015. Kepada pegawai yang memiliki inovasi dan improvement terbaik, KAI memberikan reward berupa uang pembinaan, kesempatan mengikuti ajang Inovasi Tingkat Nasional, serta piagam penghargaan dan kategori pegawai berprestasi.
Di era Industry 4.0, untuk memastikan SDM-nya tetap unggul dan berkontribusi besar, KAI menyelaraskan berbagai pendekatan sesuai zaman, misalnya: mengembangkan E-Learning dan Diklat berbasis TI serta menggunakan pendekatan yang kreatif dan dinamis. Selain itu, KAI juga mengembangkan aplikasi Quality Information System (QIS) untuk memudahkan menjalankan kinerja unit terkait pengelolaan GCG, Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) dan Sistem Manajemen Mutu (SMM). Bersamaan dengan itu, ada juga aplikasi E-Innovation, E-Gratifikasi, dan E-LHKPN yang dapat diakses melalui website internal KAI.
Seluruh capaian di atas menunjukkan: KAI tak kunjung berhenti memberikan yang terbaik buat bangsa ini. Itulah hakikat perjuangan mengisi kemerdekaan bagi perusahaan milik negara.
"Berbagai upaya KAI untuk mempersiapkan SDM yang unggul diharapkan berkontribusi besar dalam memajukan perkeretaapian nasional. Majunya perkeretaapian akan memberikan sumbangsih besar bagi kemajuan bangsa, baik dalam bidang transportasi, pariwisata, ekonomi, dan bidang lainnya. Maju terus perkeretaapian, maju terus Indonesia! Dirgahayu Republik Indonesia," pungkas Edi Sukmoro.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis