tirto.id - Presiden Joko Widodo sedang gencar membangun proyek infrastruktur di Indonesia. Di balik ingar-bingar pembangunan itu, industri baja tengah keteteran lantaran tak bisa menikmati ceruk keuntungan dari proyek pemerintah.
Kebutuhan baja buat sejumlah proyek nyatanya tak dipenuhi produk industri baja nasional, melainkan baja impor dari Cina. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2018, Indonesia sudah mengimpor besi dan baja dengan nilai sebesar 10,24 miliar dolar AS atau 6,45% dari total impor.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohamad Faisal menilai banjir produk baja impor di Indonesia disebabkan tingginya kebutuhan baja yang belum bisa dipenuhi industri dalam negeri.
"Banyak jenis rangka atau bentuk bentuk tertentu dari konstruksi infrastruktur yang tidak bisa dibuat di dalam negeri," kata Faisal kepada reporter Tirto, Kamis (17/1/2019).
Dengan target penyelesaian pembangunan infrastruktur yang sangat cepat, Faisal menyebut, ketersediaan barang dan jasa menjadi hal utama. Bila produksi dalam negeri tak bisa memenuhi, impor jadi solusi yang sulit dihindari.
"Karena proyek harus ada target. Dalam beberapa tahun harus sudah selesai. Gitu, kan, karena diburu-buru jadi mau enggak mau, [harus] impor," ujar dia.
Selain kebutuhan baja untuk infrastruktur, Faisal mengatakan tuntutan investor asing untuk menggunakan baja impor juga banyak. Terutama industri otomotif. Alasannya beragam, mulai dari kualitas besi dan baja yang harus sesuai standar dan kualitas sampai harga yang lebih murah.
“Baja [impor] ini merupakan input juga untuk industri yang lain. Jadi baja ini merupakan saingan dari produk-produk baja kita tapi merupakan input dari industri yang lain. Baja impor digunakan juga untuk industri yang berorientasi pada ekspor juga," jelas dia.
Situasi diperparah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 (PDF), yang memungkinkan beberapa jenis baja bisa masuk ke dalam negeri tanpa harus diperiksa lebih lama, dan ulah nakal importir yang kerap mengubah Harmonized System (HS number) dengan keterangan spesifikasi lain agar memenuhi persyaratan pembebasan bea masuk.
Bikin Neraca Perdagangan Tekor
Menurut data International Trade Administration (ITA), impor produk baja ke Indonesia sudah meningkat 102% sepanjang 2009 hingga 2017. Pada 2017, impor baja Indonesia bahkan sudah mencapai 11 juta ton setahun.
Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan, kebutuhan konsumsi baja nasional per 2018 lalu mencapai 14 juta ton per tahun, sedangkan produksi baja mentah dalam negeri mencapai 4,8 juta ton pada 2015, dan turun menjadi 4,7 juta ton pada 2016, kemudian kembali naik mencapai 5,1 juta ton pada 2017.
Serbuan baja ini berpengaruh terhadap neraca perdagangan nasional. Produk baja tercatat menjadi 1 dari 3 produk yang dianggap paling berperan membuat nilai impor RI meroket dan berimbas terhadap tekornya neraca dagang RI. Dari data BPS tampak pada 2018, neraca perdagangan tercatat defisit sampai 8,57 miliar dolar AS.
Selain itu, kondisi ini dianggap merugikan industri baja nasional. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengakui situasi ini tak menguntungkan perusahaannya.
"[Kami] Sangat terganggu dengan impor baja," kata dia kepada Tirto, Kamis (17/1/2019).
Silmy tak mau berkomentar banyak soal situasi tak menguntungkan itu. Sebaliknya, ia berharap pemerintah selaku regulator bisa lebih aktif menekan impor dan lebih mengedepankan pemberdayaan industri dalam negeri.
"Harapannya industri baja menjadi sehat, membuka lapangan pekerjaan, utilisasi pabrik meningkat, negara mendapatkan manfaat pajak dan bea masuk," jelas dia.
Melihat kondisi tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan tengah menggodok kebijakan baru untuk mengendalikan baja dan besi impor.
"Saya minta izin ke Kementerian Koordinator Perekonomian. Sudah ada permendag baru juga, meski ada permintaan dari Bea Cukai untuk perdagangan lintas batas saja. Tapi tetap saya imbau, tolong pakai produksi dalam negeri saja kalau ada," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, di Jakarta Pusat.
Ia akan memperketat baja dan besi impor yang itemnya masih bisa diproduksi di Indonesia. Kebijakan baru dari Kemendag soal baja impor efektif berlaku mulai Ahad, 20 Januari 2019.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Mufti Sholih