Menuju konten utama

Bahlil: Devisa Keluar Rp450 Triliun per Tahun untuk Impor Migas

Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah akan mendorong industri LPG dalam negeri untuk mengurangi impor. Bagaimana caranya?

Bahlil: Devisa Keluar Rp450 Triliun per Tahun untuk Impor Migas
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam acara detikcom Leaders Forum yang bertajuk 'Masa Depan Energi RI, Jaga Ketahanan demi Kedaulatan' di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (11/9/2024). tirto.id/nabila

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan pemerintah akan mendorong industri LPG dalam negeri untuk mengurangi impor. Menurutnya, jika impor terlalu besar maka akan mengganggu neraca perdagangan, pembayaran, hingga devisa.

“Bahkan hari ini devisa kita setiap tahun keluar kurang lebih Rp450 triliun hanya untuk membeli minyak dan gas, untuk khusus LPG,” katanya dalam acara Detikcom Leaders Forum yang bertajuk 'Masa Depan Energi RI, Jaga Ketahanan demi Kedaulatan' di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Selain itu, kata dia, pemerintah sedang membangun pipa gas dari Aceh hingga Jawa. Katanya, pipa tersebut menjadi penghubung untuk memenuhi kebutuhan gas antara wilayah. ketika Jawa kelebihan pasokan gas maka tersebut bisa dikirim ke Aceh atau Sumatera, hal itu pun berlaku sebaliknya.

“Ini akan menjadi salah satu instrumen penting,” ucap Bahlil.

Melihat Indonesia masih mengandalkan impor untuk kebutuhan LPG, Bahlil mencatat, konsumsi nasional tercatat sebesar 7 juta ton, sementara produksi dalam negeri 1,9 juta ton. Artinya sisa kebutuhan tersebut diperoleh dari impor.

“Nah oleh karena itu, sejalan dengan misi besar Pak Jokowi dan pikiran besar Pak Prabowo, ke depan adalah kemandirian energi. Maka tidak ada cara lain adalah bagaimana meningkatkan lifting minyak," sebutnya.

Bahlil juga menyinggung soal Indonesia yang pernah menjadi negara pengekspor minyak. Hal ini katanya, 50 persen pendapatan negara diperoleh dari sektor tersebut. Namun, kini Indonesia malah menjadi negara pengimpor energi.

“Indonesia jadi negara yang dulunya OPEC, pada tahun 97, 96 sekitar 40-50 persen pendapatan negara kita didapatkan dari hasil ekspor minyak, dengan waktu itu (produksi) 1,6 juta barel per day, dengan konsumsi 700 barel per day," kata Bahlil.

Bahlil menambahkan, saat ini lifting minyak di Indonesia berada di kisaran 600 ribu barel per hari. “Sekarang lifting kita hanya 600 ribu barel per day dan konsumsi 1,6 juta. Kita impor 900 sampai 1 juta. Ini tantangan besar menurut saya yang Indonesia harus lakukan ke depan,” sambung Bahlil.

Maka dari itu, menurutnya terdapat 3 pendekatan untuk dapat mendorong lifting minyak. Pertama, eksplorasi terhadap potensi sumur minyak baru. “Kedua adalah bagaimana kita melakukan optimalisasi terhadap sumur-sumur minyak yang ada karena 65 persen dari total lifting itu dikuasai Pertamina dan 20 persen oleh Exxon,” katanya.

Bahlil mengatakan, harus adanya intervensi teknologi untuk memacu lifting, yakni satunya dengan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) atau pengurasan minyak tahap lanjut. Ketiga, ujar Bahlil, mengoptimalkan potensi sumur-sumur idle atau nganggur yang masih produktif.

Baca juga artikel terkait IMPOR MIGAS atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Anggun P Situmorang