tirto.id - Kolom harta dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan merupakan salah satu hal yang wajib diisi saat melakukan pelaporan.
Kolom harta merupakan bagian dari SPT yang berisi berbagai laporan atas adanya sejumlah harta yang dimiliki wajib pajak, seperti tabungan, saham, obligasi, giro, deposito, dan sebagainya), hingga logam mulia yang belum masuk dalam penghasilan kena pajak.
Kolom harta harus diisi oleh wajib pajak untuk melaporkan seluruh harta yang dimiliki. Lalu, apa saja yang harus dilaporkan dalam kolom harta?
Cara mengisi kolom harta di e-filing
Dalam laporan SPT secara online melalui e-filing, kolom harta berada di Lampiran I. Cara mengisinya adalah dengan:
- Buka DJP Online dan login. Pilih layanan e-filing dan mulai buat SPT.
- Ikuti seluruh instruksii pengisian formulir, sesuai dengan status pekerjaan dan penghasilan tahunan (1770SS, 1170S, 1770).
- Isi lampiran II yang berisi jumlah nominal potongan pajak penghasilan wajib pajak di perusahaan tempat ia bekerja.
- Setelah itu, isi lampiran I yang merupakan Kolom Harta.
- Pada halaman pertanyaan "Apakah Anda Memiliki Harta?" klik "Ya" dan akan muncul kolom "Harta Baru/New Asset".
- Isi kolom tersebut sesuai dengan kode harta, nama harta (kas dan setara kas atau piutang), tahun perolehan, harga perolehan, dan isi keterangannya.
- Apabila terdapat harta lain yang perlu dilaporkan klik ikon "Tambah"
Kemudian "Klik simpan" untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.
Mengutip laman Ditjen Pajak, bagian penghasilan yang termasuk harta dan perlu masuk SPT tergambar dalam model matematika John Maynard Keynes, yaitu Y = C + S, yang mana:
Y adalah penghasilan
C adalah konsumsi
S adalah tabungan
Konsumsi terdiri dari seluruh benda atau barang yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Pengeluaran konsumsi dapat diidentifikasi dari bagian penghasilan yang habis untuk memenuhi kebutuhan. Konsumsi contohnya seperti biaya kebutuhan makan, listrik, air, biaya sekolah, dan biaya kebutuhan rumah tangga lainnya.
Tabungan merupakan bagian yang tersisa dari penghasilan setelah diambil untuk dikonsumsi. Tabungan sifatnya menyimpan harta, tidak hanya tabungan bank atau deposito, tetapi termasuk juga kendaraan, investasi pasar modal, tanah dan bangunan, hingga barang elektronik.
Lebih lanjut, menurut Ditjen Pajak, selama harta tersebut tidak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan secara langsung (konsumsi) atau kepemilikannya berasal dari bagian penghasilan yang telah dikurangi konsumsi, harta tersebut sebaiknya dilaporkan dalam SPT. Sehingga dalam model matematika tersebut, seluruh jenis tabungan sebaiknya masuk dalam laporan SPT.
Cara melaporkan harta pasar modal dalam SPT
Ada beberapa jenis harta, khususnya dalam lingkup pasar modal yang bersifat final, di antaranya adalah saham dan obligasi (baik swasta maupun pemerintah). Selain itu, terdapat pula harta yang bersifat bukan objek pajak, contohnya reksadana.
Dilansir dari Klik Pajak, penghasilan yang bersifat final seperti saham dan obligasi sebaiknya dilaporkan.
Obligasi
Untuk obligasi, besaran tarif yang dikenakan adalah 15 persen. Maka penghasilan tersebut dilaporkan pada:
- Bagian A.Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan atau bersifat Final
- Wajib pajak mengisi sumber atau jenis penghasilan sebagai:
- Bunga Deposito, Tabungan, Diskonto SBI, Surat Berharga Negara (jika obligasi negara);
- Bunga/Diskonto Obligasi (jika obligasi korporasi).
- Sementara untuk menentukan PPh Terutang, didapat dari nilai kupon dikali dengan besaran tarif 15 persen, yaitu sebesar Rp3.000.000.
Saham
Untuk pelaporan saham besaran pajak atas penjualannya hanya 0,1 persen dari nilai transaksi. Dalam pelaporan saham cukup nilai penjualannya saja yang dilaporkan. Sementara untuk transaksi yang belum dijual tidak perlu dilaporkan pajaknya. Maka penghasilan tersebut dilaporkan pada:
- Bagian A. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan atau bersifat Final.
- Wajib pajak mengisi sumber atau jenis penghasilan sebagai penjualan saham di bursa efek.
- DPP/Penghasilan Bruto berasal dari selisih beli dan jual saham.
- PPh terutang dikali dengan 0,1 persen.
Konsekuensi yang harus diterima apabila tidak melaporkan harta
SPT tahunan untuk tahun 2020 harus segera dilaporkan sebelum 31 Maret 2021. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam rilis di Sekertariat Kabinet (Setkab). Apabila wajib pajak terlambat atau tidak melaporkan pajak, tentunya akan dikenai denda.
Dalam Pasal 7 UU KUP menjelaskan bahwa orang yang tidak mengirim laporan SPT Tahunan akan dikenai denda sebesar Rp100 ribu, sedangkan untuk korporasi, lembaga, atau badan akan didenda sebanyak Rp1 juta.
Selain itu, sanksi juga akan dikenakan pada wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dengan benar atau tidak lengkap sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Sanksi tersebut meliputi hukuman paling cepat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. Selain itu, wajib pajak juga akan dikenai denda paling sedikit 2 kali dan paling besar 4 kali dari jumlah pajak terutang atau yang kurang dibayar.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Nur Hidayah Perwitasari