Menuju konten utama

Bagaimana Warga Wuhan Penuhi Kebutuhan Selama Lockdown Covid-19?

Kurir makanan berperan penting dalam mendistribusikan makanan untuk warga Wuhan selama lockdown akibat wabah Covid-19.

Bagaimana Warga Wuhan Penuhi Kebutuhan Selama Lockdown Covid-19?
Ilustrasi Virus corona. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Demi mengatasi penyebaran virus SARS-CoV-2 atau Covid-19, Cina memberlakukan lockdown sejak 2 bulan lalu untuk kota Wuhan yang menjadi pusat dari wabah tersebut. Selama itu pula, masyarakat membeli dan membayar makanan dan kebutuhan sehari-hari secara online sementara para kurir mengambil risiko besar untuk mengantarkannya.

Ketika mendengar adanya desas-desus terkait virus yang sangat menular tersebut di Wuhan, Cina, tidak sedikit masyarakat yang menimbun persediaan makanan untuk kebutuhan mereka salah satunya adalah Liu Yilin. Pria berusia 66 tahun tersebut membeli beras, minyak, mie, serta kebutuhan lainnya, untuk menghindarkannya keluar rumah mengindari infeksi penyakit tersebut.

Namun seiring berjalannya waktu, ia khawatir bagaimana untuk mendapatkan persediaan sayuran, buah, dan kebutuhan lain. Beruntung, ada kurir dan jaringan pengantar pengiriman yang luas di negara tersebut yang berjasa menyelamatkan penduduk dari kelaparan.

“Sungguh melegakan bahwa beberapa kelompok pembelian kebutuhan yang diorganisir oleh pekerja komunitas dan sukarelawan tiba-tiba muncul di WeChat [aplikasi media sosial terkemuka] beberapa hari setelah penutupan (lockdown),” kata Liu dikutip dari SCMP.

"Layanan pengiriman rumah Cina yang kuat membuat hidup jauh lebih mudah pada saat krisis,” lanjutnnya.

Kontak individu hanya terbatas menggunakan jejaring sosial pada internet selama pemberlakukan lockdown. Tidak sedikit penduduk yang memesan kebutuhan sehari-hari mereka termasuk makanan kepada para petani, pedagang kecil, atau supermarket. Sementara itu, pekerja komunitas membantu mendistribusikan pesanan-pesanan tersebut.

Ekonom politik independen di Beijing, Hu Xingdou, mengatakan bahwa pengiriman paket kebutuhan sehari-hari tersebut berperan penting di tengah wabah Coronavirus. “Hingga taraf tertentu, itu mencegah orang kelaparan terutama dalam kasus-kasus ketika pemerintah daerah mengambil tindakan ekstrem untuk mengisolasi orang,” lanjutnya.

Para pekerja komunitas yang bertugas mendistribusikan kebutuhan para penduduk tersebut juga mengumpulkan pesanan masyarakat yang telah dituliskan dalam selembar kertas dengan nama, nomor telepon, dan nomor pesanan setiap pagi. Sementara itu, ia juga bertugas untuk mengambil barang-barang dari kurir di gerbang area perumahan.

Cina berhasil membangun dan mengembangkan jaringan pengiriman rumah tersebut dengan baik. Tidak dipungkiri, keberhasilan ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan, angkatan kerja yang kaya, dan keterbukaan masyarakat terhadap teknologi digital.

Di sisi lain, perusahaan teknologi juga telah menginvestasikan dana dalam infrastruktur perangkat keras dan lunak guna meningkatkan logistik, big data, dan cloud computing untuk membantu memprediksi perilaku konsumen.

"Apakah itu pengiriman produk, paket udara, makanan segar atau bahkan obat atau bahan untuk penggunaan medis, Cina memiliki sistem yang dikembangkan dengan sangat baik. Jauh lebih berkembang daripada yang saya kira di semua tempat lain di dunia,” ungkap Mark Greeven, profesor inovasi dan strategi di IMD Business School di Lausanne, Swiss, dikutip dari SCMP.

E-commerce JD.com menyatakan, sekitar 220 item telah terjual selama 20 Januari hingga 28 Februari. Permintaan pesanan daging sapi dan ayam juga naik empat kali lipat lebih besar dibandingkan tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap produk kebutuhan sehari-hari via daring dan layanan pengiriman melonjak selama wabah Covid-19 tersebut.

"Lonjakan permintaan bahan kebutuhan secara online menunjukkan e-commerce yang kian dekat dengan pelanggan. Ini juga membantu produsen pertanian pertanian di hulu untuk mengenal kami,” ungkap Kepala JD Fesh, Tang Yishen.

Kebijakan lockdown di kota tersebut dianggap sebagai kunci sukses Cina menurunkan kasus positif infeksi Corona Covid-19. Bahkan pada Senin (17/3/2020) lalu, Cina menyatakan 13 provinsi telah bebas dari pandemi Corona.

Pada Januari lalu, pemerintah Cina memberlakukan karantina bagi 60 juta penduduk di Hubei, Cina, dan dikenakan larangan perjalanan. Hari kedua lockdown, sebuah rumah sakit baru khusus untuk penanganan Corona dibangun di Wuhan, bernama Rumah Sakit Houshenshan, dengan kapasitas seribu dipan yang didesain khusus untuk pasien COVID-19.

Tak cukup karena penyebaran virus yang amat cepat, rumah sakit khusus kedua dibangun dengan kapasitas 1.600 dipan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengapresiasi keputusan mengunci Wuhan. Usaha untuk mengontrol penyebaran virus “bukanlah jalan (usaha) satu arah,” kata dokter Tedros Adhanom Ghebreyesus dari WHO. Usaha ini dianggap bahkan telah menyelamatkan ribuan orang dari infeksi.

Hingga Rabu (8/4/2020) hari ini, kasus Covid-19 di Cina telah menurun menjadi setidaknya 82.783 kasus menurut peta global John Hopkins. Sementara itu, total kematian berada pada angka 3.337 jiwa dan 77.537 jiwa dinyatakan telah sembuh.

Keberhasilan Cina atasi Covid-19 tersebut menjadi hasil dari kerja sama yang baik antara masyarakat dengan pemerintah.

Pada awalnya, Cina sempat menjadi negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di seluruh negara di dunia. Akan tetapi, kasus berangsur-angsur menurun menurut World Meter. Sementara itu, di wilayah lain kasus kian meningkat termasuk AS mencatat kasus positif Covid-19 mencapai 400.549 hari ini dengan penambahan jumlah kasus baru 33.572 dalam dua hari.

Lonjakan kasus yang terus terjadi menjadikan Amerika Serikat sebagai negara dengan kasus Covid-19 terbanyak per hari ini. Tidak hanya itu, beberapa negara Eropa lainnya juga melampaui Cina dalam jumlah kasus positif Covid-19 termasuk Italia dengan jumlah kasus 135.586, Spanyol dengan jumlah kasus 146.690, dan Perancis dengan jumlah kasus 109.069.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Dinda Silviana Dewi

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Dinda Silviana Dewi
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yantina Debora