Menuju konten utama

Bagaimana Sistem Kewarganegaraan Anak Pernikahan Campur di Malaysia

Berikut adalah sistem kewarganegaraan anak di Malaysia yang tidak menganut sistem ganda. 

Bagaimana Sistem Kewarganegaraan Anak Pernikahan Campur di Malaysia
Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob melambaikan tangan saat keluar dari Istana Negara usai pelantikan dan mengambil sumpah jabatan di hadapan Raja Malaysia Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah di Istana Negara, Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (21/8/2021).. ANTARA FOTO/Rafiuddin Abdul Rahman/rwa.

tirto.id - Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob menolak putusan pengadilan tinggi di Kuala Lumpur yang akan memberikan pengakuan secara otomatis kepada anak dari perempuan Malaysia meskipun ayahnya warga negara asing.

Pemerintah telah mengajukan surat-surat untuk melakukan banding. Putusan itu akan menjadi diskriminasi karena hanya laki-laki Malaysia yang menikah dengan perempuan asing saja yang memiliki hak kewarganegaraan anak-anak mereka.

Keputusan ini memicu aksi protes. Sebuah organisasi yang berkomitmen pada hak asasi manusia terkait keluarga, Famili Frontiers, membuat petisi yang menentang keputusan tersebut, dan memberikan nama “Betrayal of Rights”.

Setidaknya dalam waktu 24 jam, sudah ada 5.000 orang yang menandatangani petisi tersebut untuk membatalkan banding terhadap keputusan pengadilan.

Mantan menteri Perempuan, Keluarga, dan Pengembangan Masyarakat Malaysia, Hannah Yeoh mengecam kebijakan pemerintah. Anggota parlemen oposisi ini menyebut kebijakan tersebut sebagai sesuatu yang kejam karena ingin melegalkan ketidakadilan.

Asia News melaporkan, terdapat beberapa alasan mengapa kejaksaan negeri menyetujui keputusan pemerintah tersebut, di antaranya:

  • Perselisihan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang mendukung mayoritas Melayu Malaysia, lebih dari separuh populasi masyarakat Malaysia, di mana berbagai partai yang berkuasa telah menjamin status dan manfaat dari oportunisme politik dan agama bersama.
  • Adanya situasi sewenang-wenang yang mengorbankan etnis dan agama minoritas.
  • Ketegangan terus menerus antara hukum perdata dan syariah Islam. Terutama dalam konteks hukum keluarga yang sering digunakan oleh pengadilan dalam perselisihan di antara umat Islam maupun non muslim.

Sistem Kewarganegaraan Anak di Malaysia

Malaysia bukanlah negara yang mengakui status kewarganegaraan ganda. Berikut adalah sistem kewarganegaraan Malaysia seperti dikutip United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR).

  • Anak yang lahir dalam pernikahan dari dua warga negara Malaysia, merupakan warga negara Malaysia tanpa memandang negara kelahiran mereka.
  • Anak yang lahir di luar nikah, di Malaysia, dari ibu Malaysia serta ayah warga negara asing ataupun warga negara Malaysia, merupakan warga negara Malaysia.
  • Anak yang lahir di luar nikah, di Malaysia, dari ibu Malaysia, berhak mendapatkan status kewarganegaraan Malaysia.
  • Anak yang lahir dari pernikahan di luar negeri, dari ibu Malaysia dan ayah warga negara asing, maka dianggap telah menerima status kewarganegaraan sang ayah.
  • Anak-anak yang lahir di luar nikah, di luar negeri, dari seorang ibu Malaysia tidak dianggap sebagai warga negara Malaysia, namun dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan.
  • Wanita yang menikah dengan warga negara Malaysia dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan setelah 2 tahun tinggal di Malaysia.

Untuk mendapatkan status kewarganegaraan, dan permohonan kewarganegaraan dapat mengajukan ke National Registration Department of Malaysia. Dokumen yang diperlukan bervariasi, tergantung pada pasal konstitusi serta pada konstitusi di mana kewarganegaraan diklaim.

Namun dokumen yang diperlukan dapat mencakup: formulir aplikasi khusus, akta kelahiran pemohon dan anak, akta kelahiran bagi orang tua pemohon atau anak, surat nikah orang tua, sertifikat kewarganegaraan orang tua, kartu identitas orang tua, serta dokumen perjalanan anak dan orang tua.

Baca juga artikel terkait KEWARGANEGARAAN MALAYSIA atau tulisan lainnya dari Endah Murniaseh

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Endah Murniaseh
Penulis: Endah Murniaseh
Editor: Alexander Haryanto