Menuju konten utama

Bagaimana Cemaran Etilen Glikol Bisa Meracuni Tubuh?

Kadar etilen glikol yang melebihi batas aman dapat meracuni tubuh. Fomepizole bukan obat gangguan ginjal, melainkan penawar racun metabolit etilen glikol.

Bagaimana Cemaran Etilen Glikol Bisa Meracuni Tubuh?
Ilustrasi Ethylene Glycol. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Kementerian Kesehatan telah mengonfirmasi Etilen Glokol (EG) sebagai penyebab gangguan ginjal akut pada anak. Pertanyaannya, kenapa senyawa ini bisa ada dalam produk obat-obatan tersebut?

Pekan lalu, Kemenkes menyatakan para korban meninggal akibat gangguan ginjal akut pada anak memiliki kelainan dan kerusakan ginjal. Kerusakan tersebut diketahui dari hasil pengambilan jaringan ginjal atau biopsi.

“Kita sudah menyingkirkan (dugaan) akibat infeksi, dehidrasi berat, pendarahan berat, termasuk keracunan makanan atau minuman. Kemenkes bersama IDAI menjurus kepada salah satu penyebab, yaitu keracunan atau intoksikasi obat,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril.

Ahli gizi Tan Shot Yen menjelaskan bahwa gliserol (gliserin), propilen glikol, polietilen glikol, dan sorbitol sejatinya merupakan pelarut dan pemanis yang aman. Yang jadi masalah adalah ketika proses kimiawi dalam pembuatan pelarut tersebut menghasilkan produk sampingan—kerap pula disebut cemaran—bernama etilen glikol dan di-etilen glikol (DEG) yang berbahaya.

“Jadi seperti kita makan, makanan yang dimakan aman, tapi produk sampingan hasil metabolisme harus dibuang dalam pipis dan tinja,” jelas dokter Tan.

Kadar produk sampingan (cemaran) tersebut tidak boleh melebihi 0,1 persen dalam pelarut dan pemanis obat dan bahan pangan atau minuman. Lebih dari takaran itu, ia bisa meracuni manusia. Maka produsen bertugas untuk memastikan senyawa-senyawa bahan baku yang mereka pakai bebas cemaran.

“Jadi, kembali pada praktik etis para produsen. Semakin murni tentu makin mahal (harganya) dong ya,” lanjut Tan.

Kausalitas antara tingkat cemaran dan harga produk terjadi karena produsen perlu melakukan serangkaian tes bahan baku dan pelaporan secara berkala.

Pada suhu kamar, etilen glikol punya penampilan bening, tidak berwarna, seperti sirop kental. Ia bisa juga dijumpai berwarna kuning-hijau neon dalam antibeku otomotif.

Etilen glikol memiliki rasa manis. Jika tertelan, ia akan terurai menjadi senyawa beracun yang dapat memengaruhi sistem saraf pusat (SSP), kemudian jantung, dan akhirnya ginjal.

Seturut informasi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, etilen glikol akan terserap tubuh dalam jangka waktu 1-4 jam setelah terkonsumsi. Setelah terserap, 80 persen atau lebih etilen glikol berubah secara kimiawi menjadi senyawa beracun. Pada 30 menit hingga 12 jam setelah konsumsi, racun etilen glikol bakal mempengaruhi sistem neurologi.

Kemudian 12-24 jam berikutnya, ia mengganggu sistem jantung dan paru-paru. Pada 24-72 jam pascakonsumsi, etilen glikol merusak ginjal.

Efek jangka pendek dalam 8 jam paparan dapat membikin kerusakan sistem saraf pusat, mabuk, pingsan, kesulitan bernapas, mual dan muntah, hingga koma, hilangnya refleks, kejang (jarang), dan iritasi pada jaringan yang melapisi otak.

“Pada tahap parah, respon refleks menurun, kejang, kehilangan kesadaran, koma, gagal jantung, paru-paru rusak, urin berkurang, gagal ginjal, dan kematian,” tulis CDC.

Produk sampingan dari metabolisme etilen glikol dapat menyebabkan penumpukan asam dalam darah. Proses ini disebut asidosis metabolik.

Masih menurut CDC, hemodialisis alias cuci darah adalah pengobatan paling efektif untuk korban asidosis, bila kadar etilen glikol darah melebihi 50 mg/dL.

Fomepizole Bukan Obat Gangguan Ginjal

Lalu, bagaimana dengan fomepizole, obat penawar yang diklaim pemerintah dapat menyembuhkan gangguan ginjal anak?

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan mengatakan Indonesia telah mendatangkan 30 vial fomepizole dari Singapura, 16 dari Australia, dan 200 dari Jepang.

“Hasilnya (fomepizole) di RSCM, biasanya kalau masuk 5 hari, 60 persen meninggal. Ini dari 10 yang masuk, 7 sembuh dan 3 tidak memburuk,” kata Budi.

Padahal jika ditelusuri, fomepizole bukanlah obat gangguan ginjal, melainkan penawar intoksikasi etilen glikol dan metanol. Pun fomepizole hanya berkhasiat sebagai penawar dalam batas waktu tertentu. Jika melewati 24 jam, pemberian obat ini sia-sia belaka.

National Library of Medicine (NIH) menjelaskan bahwa ketika tertelan, metabolisme tubuh merubah etilen glikol menjadi glikoaldehida. Oksidasi lanjutan kemudian membentuk senyawa ini menjadi glikolat, glioksilat, dan oksalat yang merusak ginjal.

Sementara itu, metanol dimetabolisme menjadi formaldehida. Ia lantas mengalami oksidasi oleh formaldehida dehydrogenase hingga menjadi asam format yang mengganggu indera pengelihatan.

“Cara kerja fomepizole adalah mencegah metabolisme etilen glikol dan metanol sehingga menghambat pembentukan racun glikolat dan oksalat (dari etilen glikol) serta asam format (dari metanol),” papar NIH.

Jadi ketika metabolit etilen glikol sudah terbentuk dalam tubuh, penggunaan fomepizole tentu tidak efektif.

Infografik Fomepizole

Infografik Fomepizole. tirto.id/Quita

Ekspor-Impor Etilen Glikol di Indonesia

Jika dalam farmasi merupakan produk sampingan (cemaran), etilen glikol dalam bentuk tertentu rupanya cukup umum ditemukan dalam produk-produk rumah tangga. Seturut CDC, senyawa ini lazim digunakan sebagai antibeku, cairan rem hidrolik, tinta stempel, pulpen, pelarut, cat, plastik, film, dan kosmetik.

Selama ini, Indonesia menjadi negara pengimpor sekaligus pengekspor etilen glikol. Menurut The Observatory of Economic Complexity (OEC), nilai impor etilen glikol (ethanediol) Indonesia pada 2020 mencapai US$147 juta. Angka tersebut menjadikan negara ini sebagai importir EG terbesar ke-9 di dunia.

EG merupakan peringkat ke-186 sebagai produk paling banyak diimpor oleh Indonesia. India—negara yang lebih dulu melaporkan kasus gangguan ginjal akut anak—turut menjadi pemasok EG untuk Indonesia. Sumber lainnya berasal dari Arab Saudi (US$64,4 juta), Singapura (US$50,5 juta ), Malaysia (US$26,8 juta ), India (US$5,19 juta), dan Uni Emirat Arab (US$135 ribu).

Pada neraca ekspor di tahun yang sama, Indonesia menjual total US$14.5 juta EG. Jika diperinci, ekspor itu menuju ke China (US$10,4 juta), Vietnam (US$1,66 juta), Malaysia (US$553 ribu), Afrika Selatan (US$528 ribu), dan Australia (US$509 ribu). Karenanya, Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor EG terbesar ke-21 di dunia dan EG menjadi produk ke-855 yang paling banyak diekspor oleh Indonesia.

Namun, neraca ekspor-impor EG Indonesia jelas masih berat di sisi impor dengan selisih nilai produk mencapai US$132,5 juta.

Baca juga artikel terkait ETILEN GLIKOL atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi