tirto.id - Perkembangan teknologi yang semakin canggih memberikan kemudahan bagi para ilmuwan untuk melakukan eksplorasi lebih jauh berbagai benda antariksa, salah satunya bintang. Di luar atmosfer bumi, alam semesta begitu luas dan ada miliaran bintang. Jarak bintang-bintang itu dari bumi bisa jutaan hingga miliaran tahun cahaya.
Sekalipun demikian, para ilmuwan antariksa masa kini bisa mengetahui bagaimana sebuah bintang terbentuk, dan bahkan menaksir komposisi materi pembentuknya. Selain itu, ilmuwan juga dapat mengetahui kapan sebuah bintang terbentuk, mengukur kisaran jaraknya dengan bumi, sekaligus mengklasifikasikannya dalam tipe-tipe tertentu.
Namun, para ilmuwan masih belum menemukan cara untuk mengukur secara pasti umur sebuah bintang. Metode paling akurat untuk mengetahui usia bintang masih terus dicari.
Mengutip laman Science News, terdapat banyak bintang yang sudah diamati sekian lama dari bumi tetap menyimpan misteri. Sebagai contoh, kenapa bintang Betelgeuse yang memancarkan cahaya merah tiba-tiba meredup. Belum ada jawaban pasti soal fenomena itu.
Para astronom sampai sekarang pun belum yakin, apakah peredupan cahaya yang dialami bintang Betelgeuse menandakan bakal terjadi ledakan supernova, atau hanya sekadar sedang melalui fase umur tertentu.
Di antara bintang yang telah diketahui kisaran umurnya adalah Matahari. Meski begitu, sejumlah bintang dengan massa menyerupai Matahari pun masih belum bisa diidentifikasi apakah memiliki pola perkembangan serupa dengan pusat tata surya tersebut.
Dikutip dari Scientific American, Stephen A. Naftilan, seorang fisikawan, mengatakan bahwa bukan suatu hal yang mungkin untuk mengetahui secara pasti usia sebuah bintang.
Akan tetapi, hal itu dapat diprediksi ketika terdapat gugusan bintang terdiri dari kumpulan bintang yang diperkirakan memulai kehidupan dalam waktu hampir bersamaan.
Salah satu faktor penting yang dapat membantu ilmuwan menentukan umur dari sebuah gugusan bintang, yaitu ukuran dan massa bintang-bintang di dalamnya.
Menurut Naftilan, massa memberi gambaran berapa banyak gas yang dibakar oleh sebuah bintang saat ia lahir. Sementara kecerahan dari sebuah bintang memberi gambaran seberapa cepat bintang tersebut membakar gas yang ada.
Akan tetapi, profesor ilmu fisika dari The Claremont Colleges, AS tersebut memberi catatan bahwa pengukuran berdasar massa dan tingkat kecerahan tidak berlaku untuk sebuah bintang yang menjalani kehidupan tunggal. Hal ini karena massa dan kecerahan bintang tunggal berkembang secara berkelanjutan sehingga dua faktor itu tidak dapat membedakan mana yang muda atau lebih tua.
Sejauh ini, mayoritas astronom menggunakan tiga macam metode untuk menghitung usia bintang yang berbeda-beda jenisnya.
Tiga metode tersebut dilandaskan pada perhitungan fisika dan pengukuran secara tidak langsung yang bisa mengestimasi kisaran usia sebuah bintang. Apa saja tiga metode untuk mengetahui usia bintang tersebut?
1. Diagram Hertzsprung-Russell
Setiap bintang memiliki tingkatan fase kehidupan yang berbeda. Akan tetapi, bintang yang masif cenderung redup lebih dulu ketimbang bintang yang tidak terlalu masif cahayanya. Pemahaman ini yang mendasari metode Diagram Hertzsprung-Russel.
Istilah Diagram Hertzsprung-Russel diambil dari nama perumusnya, yaitu 2 astronom modern asal Denmark dan Amerika Serikat: Ejnar Hertzsprung serta Henry Norris Russell. Kedua ilmuwan dari awal Abad 20 tersebut menentukan usia bintang dengan mengelompokkannya berdasarkan tingkat kecerahannya.
Metode ini digunakan oleh para ilmuwan masa kini untuk menentukan umur bintang dalam bentuk gugusan, yang terdiri dari berbagai macam bentuk dan jenis. Sayangnya, perhitungan berdasarkan metode Diagram Hertzsprung-Russel dinilai tidak terlalu akurat, karena hanya dapat berlaku pada bintang yang berkelompok. Hal ini mengingat fondasi metode tersebut adalah perbandingan warna dan kecerahan satu bintang dengan lainnya.
2. Tingkat Rotasi
Perhitungan usia bintang selanjutnya bisa dilakukan dengan cara memperhatikan kecepatan rotasi. Pengguna metode meyakini bahwa semakin cepat rotasi yang dilakukan sebuah gugusan bintang, berarti usianya terhitung muda.Sebaliknya, ketika sebuah gugusaan bintang melakukan perputaran rotasi secara lambat, diperkirakan bahwa usianya terbilang tua.
Namun, ilmuwan menemukan fakta bahwa rotasi di gugusan-gugusan bintang tertentu mengalami stabilisasi dalam satu tempo selama sisa masa hidupnya. Fakta ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa pelambatan rotasi tidak menjamin sebuah bintang mencapai batasan usia tertentu. Selain itu, mengukur rotasi semua bintang yang ada di alam semesta tidak mungkin bisa dilakukan.
3. Stellar Seismology
Saat menggunakan metode Stellar Seismology, ilmuwan mengamati sebuah bintang dalam waktu cukup lama untuk mengetahui usianya berdasarkan perubahan tingkat kecerahan cahayanya.
Dengan memakai teleskop Kepler, pengamatan dan pengepulan data bintang bisa dilakukan dalam waktu panjang guna mencari pola perubahan tingkat kecerahannya. Data pola tersebut kemudian digunakan untuk memperkirakan usia sebuah bintang.
Penulis: Marhamah Ika Putri
Editor: Addi M Idhom