tirto.id - Didin Wahyudin (45), ayah dari salah satu korban tewas saat kerusuhan pada 21-22 Mei 2019 yang bernama Harun, meminta perlindungan hukum ke Komnas HAM.
"Saya minta perlindungan. Karena sudah banyak tekanannya," ujar Didin saat melaporkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap korban kerusuhan 21-22 Mei di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).
Didin mengaku menerima tekanan dari aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Kebon Jeruk, daerah tempat ia bermukim.
Didin beserta Tim Advokasi Korban Tragedi 21-22 Mei 2019 sempat melaporkan dugaan pelanggaran HAM ke polisi, namun mereka disuruh pulang.
Sementara mengenai tekanan yang ia terima, Didin mencontohkan pada Senin malam kemarin (27/5/2019), sejumlah aparat Polsek Kebon Jeruk mendatangi rumahnya.
"Dari Polsek Kebon Jeruk sudah beberapa kali datang," ujar Didin.
Namun, saat aparat Polsek Kebon Jeruk mendatangi rumahnya, Didin mengatakan tidak pernah menemui mereka dengan alasan masih trauma. Didin meminta istrinya untuk menemui para polisi tersebut.
"Saya bilang, saya mau tidur. Sampai pulang pun dia [Polisi] masih nanya, bapak sudah bangun, tetap [Bilang masih tidur]," kata dia.
Menanggapi aduan tersebut, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara meminta anggota Tim Advokasi Korban Tragedi 21-22 Mei 2019, Kamil Pasha membuat laporan tentang kronologi dan bentuk tekanan yang diterima Didin.
Beka meminta Didin menceritakan siapa orang yang menekan dan mendatangi rumahnya sejak anaknya meninggal hingga sekarang.
"[...] Ceritakan saja, biar dibantu teman-teman pendamping. Itu penting bagi kami, supaya penanganan pascakejadiannya harus jadi perhatian semuanya," kata Beka.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom