tirto.id - Google baru saja meluncurkan produk eksperimen baru mereka. Produk tersebut bernama AutoDraw, sebuah perangkat lunak atau aplikasi menggambar selayaknya Paint yang otomatis terinstal di komputer dengan sistem operasi Windows, namun dengan tambahan kekuatan dari Artificial Intelligent atau kecerdasan buatan.
Google memang diketahui tengah mengembangkan kecerdasan buatan bagi masa depan mereka. DeepMind merupakan perusahaan milik Google yang bekerja khusus mengembangkan kecerdasan buatan. Yang paling terkenal adalah AlphaGo, sebuah kecerdasan buatan yang dirancang untuk bermain papan Go.
Di situsweb resmi mereka, Google mengungkapkan bahwa AutoDraw dibuat dengan teknologi yang sama dengan aplikasi eksperimen mereka bernama QuickDraw. Saat seseorang menggambar menggunakan aplikasi QuickDraw, pengguna akan diberikan perintah untuk menggambar benda dalam tempo yang telah ditentukan. Dalam proses menggambar tersebut, AI akan menebak apa yang digambar pengguna, apakah sama seperti yang diperintahkan atau berbeda. Melalui AutoDraw, AI melangkah lebih lanjut. Saat pengguna menggambar melalui AutoDraw, AI akan melakukan prediksi gambar yang sebenarnya ingin dibuat si pengguna. AI akan menampilkan gambar-gambar buatannya sebagai bagian dari apa yang ia prediksi. Saat pengguna menggap prediksi AI benar, ia tinggal mengklik prediksi tersebut. Dan seketika, gambar “jelek” yang dibuat pengguna, otomatis berubah menjadi gambar yang diprediksi AI.
AutoDraw, bisa digunakan di perangkat apapun. Baik ponsel pintar, tablet, maupun komputer. Hal ini bisa terjadi lantaran AutoDraw merupakan aplikasi yang berjalan dalam perambah atau browser, khususnya perambah Chrome bikinan Google. Chrome merupakan perambah nomor 1 di dunia saat ini dengan pangsa pasar sebesar 58,64 persen.
AutoDraw diketahui bukanlah aplikasi eksperimen pertama di dalam Chrome yang dibuat oleh Google. Hingga saat ini, Google maupun pihak ke-3 telah membuat 1.263 eksperimen yang berada di dalam ekosistem perambah Chrome.
AutoDraw, mengubah seseorang yang tidak bisa menggambar, menjadi seorang “seniman” dadakan. Dan melalui AutoDraw, Google mungkin sedang mengirimkan sinyal bahwa mereka siap masuk ke dunia kreatif digital terutama yang berhubungan dengan menggambar digital.
Popularitas menggambar digital dalam konteks dunia kreatif digital sedang mengalami peningkatan. Salah satu pijakan yang pas untuk melihat semakin menguatnya dunia kreatif digital adalah apa yang terjadi melalui aplikasi Webtoon.
Webtoon merupakan sebuah aplikasi hiburan dari NAVER, perusahaan teknologi yang berkantor pusat di Korea Selatan. Produk andalan dari NAVER adalah aplikasi pesan instan Line. Webtoon, yang merupakan bagian dari Line untuk pertama kalinya diluncurkan pada tahun 2004. Aplikasi tersebut menyediakan komik digital yang bisa dinikmati setiap orang secara cuma-cuma.
JunKoo Kim, pembuat aplikasi Webtoon mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan Comic Bastards bahwa aplikasi tersebut merupakan suatu aplikasi yang sangat populer di Korea Selatan. Ia mengklaim, terdapat 6,2 juta pengguna aktif harian aplikasi tersebut. Rata-rata, Webtoon membukukan 17 juta pengguna aktif bulanan. Dalam 10 tahun terkahir, Kim mengungkapkan bahwa Webtoon, secara keseluruhan telah dibaca sebanyak 29 miliar kali atas konten-konten yang ada di aplikasi hiburan tersebut.
Di Indonesia, judul-judul komik seperti Si Juki dan Tahi Lalat, merupakan komik-komik yang meramaikan aplikasi Webtoon.
Melalui “Webtoon Challenge”, masyarakat umum yang memiliki kemampuan menggambar, dimungkinkan untuk menjadi pembuat konten di aplikasi tersebut. Jika kita menggunakan aplikasi Webtoon, banyak komikus-komikus baru yang lahir akibat kehadiran platform tersebut.
Kim mengungkapkan, seorang seniman bisa memperoleh pendapatan mulai dari $2.000 per bulan atas karya mereka yang ditampilkan di Webtoon. Beberapa seniman bahkan memperoleh pendapatan hingga $80.000 per bulan. Dengan pendapatan yang cukup menggiurkan tersebut, tak mengherankan bahwa dunia menggambar digital menarik hati siapa pun yang memiliki minat pada bidang tersebut.
Booming Webtoon dan dunia menggambar digital merembet ke segala aspek yang membentuknya. Salah satunya ialah Wacom. Wacom merupakan perusahaan pembuat perangkat keras gambar digital. Perangkat-perangkat seperti pena digital dan tablet untuk menggambar, dibuat oleh Wacom. Produk yang cukup terkenal dan digemari adalah Wacom Bamboo dan Wacom Intuos. Produk-produk tersebut, memungkinkan seseorang untuk menggambar di komputer, selayaknya menggambar di atas kertas.
Pada tahun 2015, Wacom memperoleh pendapatan hingga 74,56 milyar Yen. Dengan semakin populernya dunia kreatif digital, Wacom menargetkan untuk memperoleh laba bersih hingga 120 milar Yen pada tahun 2019.
Selain Wacom, ada pula aplikasi-aplikasi kreatif dari Adobe yang menunjukkan tajinya atas populernya dunia gambar-menggambar digital. Aplikasi seperti Photoshop dan Illustrator, merupakan aplikasi yang umumnya digunakan seseorang untuk menggambar secara digital berikut memberi efek-efek khusus pada karya yang hendak dibuat.
Diwartakan Forbes, pada tahun 2016 pendapatan Adobe meningkat 22 persen ke angka $5,85 milar. Peningkatan tersebut, didukung oleh meningkatnya angka berlangganan produk kreatif mereka, Creative Cloud yang mencapai 30 persen. Creative Cloud merupakan paket kreatif dari mereka yang melingkupi aplikasi editor gambar paling populer, Photoshop.
Pada tahun 2017 ini, Creative Cloud diprediksi menyumbang lebih dari 50 persen nilai pendapatan Adobe. Angka tersebut, meningkat dibandingkan tahun 2016 yang menempatkan Creative Cloud baru menyumbang 53,4 persen pendapatan Adobe.
Baik perangkat Wacom dan aplikasi-aplikasi kreatif dari Adobe, digunakan seseorang untuk membuat konten-konten kreatif digital seperti komik digital yang terkena imbas populernya aplikasi hiburan seperti Webtoon.
AutoDraw, bukan tidak mungkin dijadikan Google sebagai senjata masuk ke pasar yang selama ini belum mereka garap. Webtoon dari NAVER, Wacom, dan Adobe telah merasakan manisnya booming dunia menggambar digital. Tentu, Google tak mau menyia-nyiakan kue tersebut.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti