tirto.id - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewacanakan mengatur ojek pangkalan. Rencana ini seiring dengan upaya pemerintah yang sedang menggodok aturan ojek online (ojol) yang ditargetkan rampung pada Maret 2019.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyatakan dalam pembahasan ini lembaganya menggandeng sejumlah pemangku kepentingan. Harapannya dapat mengakomodasi berbagai masukan yang muncul terkait aturan transportasi roda dua ini.
Seiring berlangsungnya proses pembahasan, kata Budi, aturan ojek online itu juga dirancang supaya bisa diterapkan pada ojek pangkalan.
“Terus bagaimana dengan yang tidak berbasis aplikasi atau ojek pangkalan? Kami harapkan aturan ini juga bisa berkembang, yakni untuk mengatur dan mengakomodasi ojek pangkalan,” kata Budi di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Menurut Budi, kendati potensi untuk mengatur ojek pangkalan terbuka lebar, tapi masih perlu pembahasan lebih lanjut. Sebab, antara ojek online dan pangkalan memiliki karakteristik berbeda, salah satunya soal penentuan tarif.
Karena itu, kata Budi, kemungkinan besar aturan ojek pangkalan yang akan dibuat Kemenhub lebih kepada aspek keselamatan dan keamanan berkendara.
Terkait ini, Ratum (52 tahun), salah seorang pengemudi ojek pangkalan yang biasa mangkal di Jakarta Timur mengatakan belum ada gambaran jika harus diatur. Sebab, kata dia, selama ini ia biasa kerja sendiri, tanpa terikat dengan perusahaan penyedia aplikasi.
Selain itu, soal keamanan dalam berkendara yang akan diatur pemerintah, Ratum mengatakan para penumpangnya sudah tahu risikonya. Sebab, kata dia, penumpang yang menggunakan jasa ojeknya rata-rata sudah berlangganan.
Sedangkan terkait tarif ojek, Ratum menyebutkan penentuan harga selama ini berdasarkan kesepakatan antara penumpang dengan pengemudi.
“Katanya maunya di tarif segini, kalau enggak mau ya sudah. Sebetulnya, ya mau saja diatur, tapi apa yang diatur? Kan susah,” kata Ratum saat ditemui reporter Tirto, di kawasan Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (11/1/2019) sore.
Anggota Komisi V DPR RI yang membidangi soal transportasi, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, pemerintah lebih baik fokus terhadap pengaturan ojek online terlebih dahulu, serta tidak perlu terlalu ngoyo untuk sekaligus mengatur ojek pangkalan.
“Malah kalau nanti diatur-atur juga bisa jadi muncul aturan terkait trayek. Saya sendiri enggak terlalu suka dengan pengaturan trayek seperti itu, yang mana nanti ujung-ujungnya masalah duit,” kata Bambang kepada reporter Tirto.
Kendati demikian, Bambang menilai negara bisa hadir untuk pengemudi dan penumpang ojek pangkalan lewat standardisasi keselamatan. Hal ini bisa mengacu pada aturan berkendara yang memang selama ini berlaku bagi pengguna sepeda motor.
Tak hanya itu, kata Bambang, pemerintah juga semestinya bisa mulai mempertimbangkan untuk asuransi bagi penumpang ojek, baik bagi yang online maupun konvensional.
Sebab, selama ini asuransi tidak berlaku bagi penumpang ojek karena sepeda motor dinilai bukan kendaraan umum dan tidak aman.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpendapat, ojek semestinya bisa menjadi kendaraan yang sifatnya “feeder” bagi masyarakat untuk menuju ke transportasi publik.
Mengingat keberadaan ojek yang tidak diakui sebagai angkutan umum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kata Tulus, maka ide tersebut dinilainya bisa menjadi jalan tengah.
Menurut Tulus, dengan menjadikan ojek sebagai feeder, maka ojek dapat diposisikan sebagai pendukung rencana integrasi alat transportasi yang digagas pemerintah.
“Roda dua harus didesain menjadi angkutan feeder untuk ke stasiun-stasiun terdekat. Untuk sebuah angkutan umum, memang diperlukan feeder transportasi yang kuat,” kata Tulus, di Jakarta, Kamis lalu.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz