tirto.id - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Pudji Hartanto memastikan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 telah efektif berlaku sejak 1 Juli 2017.
Menurut Pudji, apabila dari pihak operator penyedia jasa layanan transportasi taksi daring maupun pemerintah daerah setempat tidak berbuat sesuai aturan, sanksi dapat dikenakan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kemenhub nantinya akan membuat semacam tim untuk monitoring. Jadi bisa saja dari kami naik taksi online, dan kita lihat bagaimana harganya, apakah masih sama seperti sebelumnya atau tidak,” ungkap Pudji saat jumpa pers di kantornya, Senin (3/7/2017) sore.
“Sementara apabila dari pemerintah daerah yang tidak mengikuti aturan, seperti tidak mengatur tarif batas bawah dan atas, maka pemerintah daerah juga bisa dikenakan sanksi,” kata Pudji lagi.
Pemerintah sendiri mengaku akan lebih proaktif dalam mendengarkan masukan ataupun keluhan dari masyarakat terkait pelayanan taksi daring.
“Kita akan menanyakan kepada penumpang yang merasakan, apakah sudah ada perubahan (harga) atau belum. Jadi lebih murah, tetap, atau lebih mahal?” ucap Pudji.
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 pada Permenhub Nomor 26 Tahun 2017, setidaknya ada empat tingkatan sanksi yang dapat dikenakan, yakni peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan kartu pengawasan kendaraan angkutan bermotor, dan pencabutan kartu pengawasan kendaraan angkutan bermotor.
Lebih lanjut, pihak Kemenhub mengatakan hasil evaluasi mereka terhadap pelanggar akan diteruskan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sebelum Permenhub efektif diberlakukan per Sabtu lalu, Kemenhub sendiri telah memberikan waktu selama tiga bulan bagi operator untuk melakukan transisi.
Sejumlah aspek pun diwajibkan untuk dapat dipenuhi, seperti pembangunan akses digital dashboard, penggunaan tanda khusus/stiker, pengujian KIR, penetapan kuota, penentuan tarif batas bawah dan tarif batas atas, pemberlakuan STNK yang berbadan hukum, serta kejelasan pada masalah perpajakan.
“Untuk kuota, yang jelas di masing-masing pemerintah daerah (Pemda) punya otonomi daerah sesuai dengan UU 23/2015. Pemda memiliki otoritas di sana, kesetaraan, dan keseragaman. Atas usulan Pemda yang disampaikan kepada (pemerintah) pusat, lantas dari pusat merekomendasikan kuota tersebut,” jelas Pudji.
Selanjutnya terkait tarif batas atas dan tarif batas bawah, ditentukan bahwa untuk wilayah I (Sumatera, Jawa, dan Bali), tarif batas atasnya sebesar Rp6.000,00 dan tarif batas bawahnya Rp3.500,00 per kilometer.
Sementara itu, untuk wilayah II (Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua), tarif batas atasnya ditentukan senilai Rp6.500,00 dan tarif batas bawah Rp3.700,00 per kilometer.
Adapun besaran nominal yang resmi tercantum dalam Permenhub tersebut sedikit berbeda dengan nominal yang disebutkan Pudji di Kawasan Monas, Jakarta, pada Sabtu (1/7/2017) siang lalu.
Kendati demikian, aturan terkait STNK yang harus beratasnamakan badan hukum, dikatakan tidak serta merta dilakukan saat ini juga. “Katakanlah beli (kendaraannya) baru dua tahun, tiga tahun kemudian masa berlaku STNK-nya baru habis. Itu tidak masalah, karena balik nama bisa dilakukan saat masa berlaku habis. Sehingga tidak memberatkan,” ujar Pudji.
Masih dalam kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang turut hadir dalam jumpa pers turut mengklaim bahwa terbitnya Permenhub Nomor 26/2017 telah melalui serangkaian proses panjang dan penuh kehati-hatian. Untuk saat ini saja, pemerintah memberikan jeda waktu selama 6 bulan untuk melakukan evaluasi terkait pelaksanaan Permenhub.
“(Permenhub) ini agar dua jenis operator bisa berjalan beriringan. Taksi-taksi yang sudah beroperasi sebelumnya, yang sudah memberikan layanan yang baik kepada kita, di sisi lain ada satu operator baru yang dikenal dengan istilah online,” ucap Budi Karya.
“Ini merupakan keniscayaan yang harus diakomodasi dan jadi bagian dari sistem transportasi kita. Diskusi telah dilakukan dari waktu ke waktu, serta melibatkan para stakeholder, operator, regulator, MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia), hingga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat),” tambah Budi Karya.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari