Menuju konten utama

Asia Pasifik Butuh Investasi Infrastruktur $26 Triliun

ADB mengeluarkan kajian yang menyimpulkan negara-negara di kawasan Asia Pasifik memerlukan investasi infrastruktur senilai rata-rata $1,7 triliun per-tahun. 

Asia Pasifik Butuh Investasi Infrastruktur $26 Triliun
(Ilustrasi) Sejumlah pekerja melakukan aktivitas pembangunan proyek 'fly over' simpang Bandara Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (2/3/2017). Proyek yang berlintasan dengan proyek LRT ini merupakan salah satu dari dua proyek pembangunan 'fly over' di Palembang memiliki rancangan lebar 17,5 meter dan panjang 460,74 meter sebagai rangkaian infrastruktur pendukung terselenggaranya Asian Games di Palembang. ANTARA FOTO/Feny Selly.

tirto.id - Vice President Asian Development Bank (ADB), Bambang Susantono mengatakan pembangunan sektor infrastruktur di kawasan Asia Pasifik membutuhkan investasi rata-rata senilai 1,7 triliun dolar AS per-tahun pada periode 2016 hingga 2030 mendatang.

Investasi itu dibutuhkan untuk mempertahankan momentum pertumbuhan, memberantas kemiskinan, serta merespons perubahan iklim di Asia.

Bambang mengkalkulasi, secara total, kawasan Asia Pasifik memerlukan investasi infrastruktur sebesar 26 triliun dolar AS selama 2016 hingga 2030.

“ADB membuat suatu analisis untuk kondisi Asia Pasifik ke depan, kira-kira berapa yang dibutuhkan untuk infrastruktur. Dengan harapan bahwa negara-negara anggota bisa mempersiapkan diri untuk memenuhi kebutuhan mereka terhadap infrastruktur,” kata Bambang dalam acara “Meeting Asia’s Infrastructure Needs” di Hotel Grand Hyatt, Jakarta pada Selasa (21/3/2017).

Dia melanjutkan, “Kesimpulannya, untuk Asia Pasifik per tahunnya dibutuhkan 1,5 triliun dolar AS. Tapi, kalau kita perhatikan juga faktor-faktor perubahan iklim, angka tadi bisa mencapai 1,7 triliun dolar AS per-tahun.”

Bambang menambahkan reformasi regulasi dan kelembagaan diperlukan agar investasi pada sektor infrastruktur dapat lebih menarik lagi bagi investor swasta serta mampu menciptakan berbagai proyek yang layak bagi kerja sama publik swasta (KPS).

“Perlu dilakukan perampingan proses pengadaan dan penawaran KPS, menetapkan mekanisme penyelesaian sengketa, hingga mendirikan unit independen yang mengurus KPS. Pendalaman pasar modal pun diperlukan guna menyalurkan tabungan yang bernilai cukup besar di kawasan sehingga menjadi investasi infrastruktur yang produktif,” ucap Bambang.

Menurut laporan dari ADB, perkiraan kebutuhan investasi senilai 1,7 triliun dolar AS per tahun itu sebenarnya meningkat dua kali lipat dari perkiraan ADB pada 2009. Kala itu mereka memperkirakan besaran investasi hanya 750 miliar dolar AS per-tahun

Adapun dari total kebutuhan sebesar 26 triliun dolar AS itu masih bisa diperinci. Pada periode 2016-2030, ADB menyatakan perlu sebesar 14,7 triliun dolar AS untuk investasi di sektor listrik, serta 8,4 triliun dolar AS di sektor transportasi.

Investasi untuk sektor telekomunikasi sendiri mencapai 2,3 triliun dolar AS. Sementara pada sektor air dan sanitasi, setidaknya memerlukan 800 miliar dolar AS.

Menanggapi laporan ADB ini, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo membenarkan kerja sama dengan pihak swasta untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur di Indonesia sangat diperlukan. Hal ini sebagaimana berlaku di negara-negara maju.

“Di samping pemerintah mendorong pendanaan dari negara, juga perlu mengundang pihak swasta untuk masuk dalam upaya pembangunan,” ujar Lukita.

Lukita menilai laporan analisis ADB bermanfaat bagi Indonesia. “Karena disebutkan berbagai upaya yang bisa dilakukan negara supaya bisa memenuhi pembangunan infrastrukturnya, mempercepat. Bukan hanya soal biaya tapi juga langkah yang harus dilakukan.”

Baca juga artikel terkait INFRASTRUKTUR atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom