tirto.id - Jaksa penuntut umum mengatakan mantan Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKBP Arif Rachman Arifin menyadari perbedaan keterangan Ferdy Sambo dengan CCTV yang telah diambil dari komplek perumahan Polri Duren Tiga.
Arif Rachman menyaksikan rekaman CCTV tidak memperlihatkan adanya baku tembak antara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan Richard Eliezer atau Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua, sebagaimana narasi yang disampaikan Sambo.
"Melihat keadaan sebenarnya terkait keberadaan Nofriansyah Yosua Hutabarat masih hidup, akhirnya perasaan terdakwa Arif Rachman Arifin sangat kaget karena tidak menyangka," kata jaksa dalam sidang dakwaan Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Setelah melihat rekaman tersebut, Arif langsung menghubungi Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagi Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Hendra lalu mengajak Arif bertemu Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menceritakan perbedaan tersebut.
Pernyataan itu lalu disangkal oleh Sambo. Dengan nada marah, Sambo justru mempertanyakan mengapa Arif dan Hendra tak percaya pada dirinya. Sambo juga memerintahkan Arif menghapus rekaman CCTV itu.
"Saksi Ferdy Sambo meminta terdakwa Arif Rachman Arifin untuk menghapus dan memusnahkan fail tersebut dengan kalimat 'kamu musnahkan' dan 'hapus semuanya'," kata jaksa.
Usai bertemu Sambo, Arif kemudian dengan sengaja mematahkan laptop yang digunakan untuk menyimpan file rekaman kamera CCTV di tempat kejadian perkara, yang memperlihatkan rekaman aktivitas Brigadir J sebelum tewas ditembak.
"Arif Rahman Arifin dengan sengaja mematahkan laptop tersebut dengan kedua tangannya dan menjadi beberapa bagian, sehingga mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau tidak dapat berfungsi lagi," kata jaksa.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto