tirto.id - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) di Indonesia semakin mendesak dilakukan.
Hal ini mengingat semakin tingginya angka penambahan jumlah kendaraan. Ia mencatat pertumbuhan di sektor transportasi telah mencapai dua kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional. Tak heran konsumsi BBM meningkat drastis di setiap tahun.
"Pertumbuhan transportasi 13 persen per tahunnya. Sementara pertumbuhan ekonomi hanya 5,1 sampai 5,2 persen," kata Arcandra saat membuka Roadshow Kendaraan BBG di Monumen Nasional, Jakarta, pada Senin (13/3/2017).
Selama ini, Arcandra mengimbuhkan, pemerintah masih berupaya memperluas jangkauan sosialisasi penggunaan BBG ke masyarakat. Ia mencontohkan di tahun ini pemerintah menargetkan bisa membagikan 5000 converter kit gratis.
"Harga satu converter kit sekitar Rp23 juta. Ini semacam teaser. Biar semakin banyak yang kenal, lalu semakin banyak yang mau beralih. Jadi, tidak perlu lagi lewat subsidi," kata Arcandra.
Ia berharap semakin banyak masyarakat memahami keuntungan dari pemakaian BBG. Selain hemat, biaya modal untuk konversi dari BBM ke BBG juga terjangkau.
Menurut Arcandra, berdasar hitungan kasarnya, biaya konsumsi BBM bagi mobil, yang menempuh jarak 180 kilometer setiap hari dalam 26 hari kerja, bisa mencapai Rp3 juta sebulan. Sementara harga converter kit cuma Rp23 juta per-unit.
“Bisa balik modal (biaya converter kit) dalam waktu lebih kurang 9 bulan," ujar Arcandra.
Akan tetapi, Arcandra melanjutkan, faktor terpenting dalam percepatan konversi BBM ke BBG di Indonesia ialah penyediaan infrastruktur. Jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), menurut dia, perlu segera diperbanyak.
"Persoalan kalau sekian persen konversi BBM ke BBG, apakah kita sudah cukup bangun SPBG? Infrastrukturnya sudah terbangun apa belum? Lalu selanjutnya apakah sudah ada juga yang memenuhi syarat SPBG tersebut?"
Pada 2002, program konversi ke BBG pernah digalakkan. Sebuah insiden tabung gas taksi yang meledak di Jakarta membuat program konversi lekas tak populer. Lalu, pada 2012 dan 2015, pemerintah menerbitkan dua Perpres berkaitan dengan konversi BBM ke BBG.
Namun, berdasarkan data Kementerian ESDM per 2015, jumlah SPBG yang beroperasi di Indonesia baru sekitar 61 unit, ditambah 12 unit Mobile Refueling Unit (MRU). Bandingkan saja dengan jumlah SPBU Pertamina per Juni 2012 di Jawa-Bali saja sudah mencapai 3.083 unit.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom