Menuju konten utama

Arcandra Sebut Konversi ke BBG Sudah Mendesak Dilakukan

Konversi BBM ke BBG semakin mendesak dilakukan mengingat angka pertumbuhan sektor transportasi telah mencapai lebih dari dua kali lipat pertumbuhan ekonomi.

Arcandra Sebut Konversi ke BBG Sudah Mendesak Dilakukan
Sales Area Head PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) Area Bogor, Elda Sutarda berbincang dengan sopir angkot yang sedang mengisi Bahan Bakar Gas (BBG) di SPBG Jalan Raya Merdeka, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/11/2016). Pemakaian gas bumi oleh angkot terus meningkat, saat ini sekitar 400 angkot di Bogor telah beralih menggunakan BBG yang bersih dan hemat. PGN baru saja menambah satu unit SPBG di Sukabumi, sebelumnya PGN telah mengoperasikan tujuh SPBG, suplai gas ke delapan SPBG mitra, dan lima MRU (SPBG Mobile). ANTARA FOTO/Rista Rama Dhany.

tirto.id - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) di Indonesia semakin mendesak dilakukan.

Hal ini mengingat semakin tingginya angka penambahan jumlah kendaraan. Ia mencatat pertumbuhan di sektor transportasi telah mencapai dua kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional. Tak heran konsumsi BBM meningkat drastis di setiap tahun.

"Pertumbuhan transportasi 13 persen per tahunnya. Sementara pertumbuhan ekonomi hanya 5,1 sampai 5,2 persen," kata Arcandra saat membuka Roadshow Kendaraan BBG di Monumen Nasional, Jakarta, pada Senin (13/3/2017).

Selama ini, Arcandra mengimbuhkan, pemerintah masih berupaya memperluas jangkauan sosialisasi penggunaan BBG ke masyarakat. Ia mencontohkan di tahun ini pemerintah menargetkan bisa membagikan 5000 converter kit gratis.

"Harga satu converter kit sekitar Rp23 juta. Ini semacam teaser. Biar semakin banyak yang kenal, lalu semakin banyak yang mau beralih. Jadi, tidak perlu lagi lewat subsidi," kata Arcandra.

Ia berharap semakin banyak masyarakat memahami keuntungan dari pemakaian BBG. Selain hemat, biaya modal untuk konversi dari BBM ke BBG juga terjangkau.

Menurut Arcandra, berdasar hitungan kasarnya, biaya konsumsi BBM bagi mobil, yang menempuh jarak 180 kilometer setiap hari dalam 26 hari kerja, bisa mencapai Rp3 juta sebulan. Sementara harga converter kit cuma Rp23 juta per-unit.

“Bisa balik modal (biaya converter kit) dalam waktu lebih kurang 9 bulan," ujar Arcandra.

Akan tetapi, Arcandra melanjutkan, faktor terpenting dalam percepatan konversi BBM ke BBG di Indonesia ialah penyediaan infrastruktur. Jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), menurut dia, perlu segera diperbanyak.

"Persoalan kalau sekian persen konversi BBM ke BBG, apakah kita sudah cukup bangun SPBG? Infrastrukturnya sudah terbangun apa belum? Lalu selanjutnya apakah sudah ada juga yang memenuhi syarat SPBG tersebut?"

Berdasarkan catatan Tirto, program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor sebenarnya sudah digagas sejak 31 tahun lalu atau pada 1986. Sayangnya, realisasi rencana ini berjalan lelet. Saat itu, BBG sudah diklaim jauh lebih murah dan ramah lingkungan ketimbang BBM.

Pada 2002, program konversi ke BBG pernah digalakkan. Sebuah insiden tabung gas taksi yang meledak di Jakarta membuat program konversi lekas tak populer. Lalu, pada 2012 dan 2015, pemerintah menerbitkan dua Perpres berkaitan dengan konversi BBM ke BBG.

Namun, berdasarkan data Kementerian ESDM per 2015, jumlah SPBG yang beroperasi di Indonesia baru sekitar 61 unit, ditambah 12 unit Mobile Refueling Unit (MRU). Bandingkan saja dengan jumlah SPBU Pertamina per Juni 2012 di Jawa-Bali saja sudah mencapai 3.083 unit.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN ESDM atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom