Menuju konten utama

Apindo Akui Perizinan Investasi di RI Rumit, Kalah dari India

Shinta W Kamdani menuturkan persoalan perizinan yang masih rumit di Indonesia sering kali mempersulit investasi untuk masuk.

Apindo Akui Perizinan Investasi di RI Rumit, Kalah dari India
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani memberikan keterangan saat konferensi pers terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Jakarta, Jumat (31/5/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Spt.

tirto.id - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, menuturkan persoalan perizinan yang masih rumit di Indonesia sering kali mempersulit investasi untuk masuk. Hal ini yang berbeda dengan negara India, di mana lebih terbuka mengenai proses perizinan.

"Terus terang India itu bukan negara yang gampang karena dia juga kayak Indonesia ribet banget, izin dan sebagainya, tapi somehow dia mungkin sangat terbuka, sehingga mereka bisa dapat mendatangkan banyak sekali investasi," ungkap Shinta dalam acara Indef, Selasa (25/6/2024).

Menurut dia, ada dua aspek yang mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yakni investasi dan ekspor. Jika perizinan tak mudah maka investasi akan sulit masuk ke Tanah Air. Hal sebaliknya yang justru terjadi di India.

Shinta menyoroti arus modal internasional atau Foreign Direct Investment (FDI) dan ekspor sejalan dengan baik di India karena dukungan pemerintah dalam dunia usaha.

"Kalau India coba kita lihat, India seperti apa, India marketnya juga seperti Indonesia tapi bagaimana dengan FDI dan ekspor dia, mungkin itu menjadi harus diperhatikan juga," ujarnya.

"Kalau kita mau jadi negara yang bisa produksi, industrialisasi jalan, berarti harus diperhatikan, industri hulu perlu dikembangkan," imbuh Shinta.

Selain masalah perizinan, Shinta juga menyoroti masalah sumber daya manusia (SDM) di Indonesia yang susah untuk naik kelas dari low skill ke high skill. Masalah ini yang perlu diperhatikan pemerintah dalam jangka panjang, misalnya melalui kualitas pendidikan.

Dalam kesempatan yang lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat memperhatikan ruwetnya proses perizinan penyelenggaraan acara di Indonesia yang menyebabkan salah satu penyanyi internasional asal Amerika Serikat, Taylor Swift, memilih konser di Singapura.

Dia mengatakan, Indonesia kalah cepat dalam urusan perizinan penyelenggaraan acara, kemudahan akses, dan pelayanan untuk mendatangkan artis-artis internasional.

"Kita tahu yang baru saja diselenggarakan [konser] Taylor Swift di Singapura pada Maret lalu. Diselenggarakan enam hari di Singapura dan Singapura adalah satu-satunya negara ASEAN yang menyelenggarakan itu,” kata dia dalam Peresmian Peluncuran Digitalisasi Layanan Perizinan Penyelenggaraan Event di Jakarta, Senin (24/6/2024).

Jokowi mengatakan, penggemar Taylor Swift mencapai 2,2 juta orang dan konser tersebut digelar selama 3 jam setiap hari dalam kurun waktu 6 hari. Dia pun meyakini, penonton yang mencapai 360 ribu orang itu setengahnya berasal dari Indonesia. Hal ini yang dia tekankan sebagai capital outflow yang lari ke Singapura.

"Apa yang terjadi kalau kita berbondong-bondong ke Singapura? Itu ada yang namanya capital outflow, aliran uang dari Indonesia menuju ke Singapura, kita kehilangan, kehilangan bukan hanya untuk beli tiket, tapi kehilangan uang Indonesia untuk bayar hotel, makan, untuk transport dan lain-lainnya," lanjut Jokowi.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Flash news
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang