tirto.id - Sebuah perusahaan baru yang berbasis di Boston, The Sync Project pernah mencari tahu apakah musik benar-benar bisa digunakan sebagai obat. Ide mendasar itu, seperti dikatakan oleh CEO-nya Alexis Kopikis, berangkat dari berbagai layanan streaming musik, termasuk Spotify, yang membuat daftar playlist yang berkaitan dengan suasana hati dan aktivitas tertentu.
"Jika teknologi bisa memprediksi bagaimana musik mempengaruhi tubuh, dapatkan teknologi menyarankan musik yang bisa mengobati gejala suatu penyakit?" demikian seperti dilansir The Atlantic.
Alexis Kopikis mengatakan, pengaruh musik terhadap pikiran dan tubuh telah diketahui sejak lama. Secara umum, banyak orang yang mencoba menggunakan musik untuk mempengaruhi suasana hati mereka.
The Sync Project kemudian membuat sebuah platform online dan seluler yang bisa memasangkan layanan streaming musik dengan tubuh manusia untuk melacak bagaimana musik berinteraksi dengan tubuh seseorang. Data yang terkumpul itu dibagikan kepada para ilmuwan untuk penelitian mereka sendiri.
“Ada beberapa penelitian yang sangat bagus di luar sana yang menunjukkan bahwa musik berpotensi membawa manfaat yang signifikan dalam banyak kondisi kesehatan, tetapi tidak semua penelitian dirancang dengan baik,” kata Ketki Karanam, salah satu pendiri dan kepala inovasi sains di The Sync Project.
Menurut penelitian yang dipublikasikan Clinical Rheumatology, musik dapat meringankan rasa sakit dan kecemasan pada orang yang mengalami osteoartritis lutut. Penyakit ini terjadi pada lutut-lutut yang pernah mengalami trauma, infeksi atau cedera lain.
Untuk menguji hal itu, para peneliti membagi ke dalam dua kelompok. Satu kelompok mendengarkan musik, sementara kelompok lain tidak. Mereka yang mendengarkan musik melaporkan tingkat kecemasan yang lebih rendah daripada yang tidak mendengarkan musik.
Menurut Don Knox, dosen audio senior dari Glasgow Caledonian University, musik memang terbukti mampu mengurangi kecemasan, ketakutan, depresi, nyeri dan tekanan darah. Selain itu, musik juga dapat membantu anak-anak saat menjalani berbagai prosedur medis terkait dengan masalah gigi, bedah dan anestesi.
Don juga menunjukkan bahwa musik memiliki efek positif yang lebih besar terhadap rasa sakit dan persepsi, mengurangi kecemasan dan meningkatkan perasaan kontrol atas rasa sakit.
Terkait hal itu, Peter Vuust dari Functionally Integrative Neuroscience (CFIN) di Aarhus University, Denmark, mengatakan pasien fibromyalgia cenderung membaik dari rasa sakit kronis setelah mendengarkan musik favorit.
“Musik juga dapat memiliki efek positif bagi penderita nyeri kronis yang menderita fibromyalgia, penyakit yang menyebabkan nyeri kronis parah pada otot dan sendi,” katanya dikutip dari ScienceNordic.
Untuk menguji pendapat itu, Peter dan kawan-kawan menguji secara langsung pasien yang mengalami rasa sakit. Mereka diminta mendengarkan musik favorit mereka. Para peneliti juga mengukur dampaknya dengan semua parameter. Hasilnya, para pasien melaporkan bahwa rasa sakit menjadi kurang.
"Jika musik dapat membantu kita untuk menurunkan dosis obat nyeri, itu fantastis." kata Peter.
Dalam kasus yang berbeda, Lisa Gallagher, terapis musik dan manajer program terapi musik di Institut Seni & Medicine di Cleveland Clinic, Ohio, mengatakan terapi musik juga dapat digunakan mengurangi nyeri pasca-operasi, nyeri sendi dan berbagai bentuk penyakit arthritis. Arthritis adalah peradangan kronis pada sendi yang menyebabkan rasa sakit, bengkak dan kaku pada persendian.
Selain itu, Xueli Tan, PhD, asisten profesor terapi ekspresif di Lesley University di Massachusetts mengatakan: "Pergeseran fokus pasien dari rangsang nyeri dengan rangsangan musik dapat membantu menurunkan persepsi mereka tentang rasa sakit," kata Dr Tan dikutip dari Everyday Health.
Terapi Musik di Indonesia
Terapi musik juga telah diterapkan di Indonesia. sejak Maret 2015 lalu, Conservatory OF Music Universitas Pelita Harapan telah membuka klinik terapi musik untuk umum. Klinik ini berlokasi di Gedung B Ruang 406E, kampus UPH, Karawaci.
Untuk memperkenalkan terapi musik, UPH bahkan telah membuka program peminatan terapi musik pada jurusan Seni Musik sejak tahun ajaran 2007/2008.
Dikutip dari laman resmi UPH, uph.edu, mata kuliah yang dipelajari pada peminatan ini gabungan antara ilmu psikologi dan musik. Selain itu, mahasiswa juga akan diperkenalkan dengan anatomi, fisiologi, dan neurologi guna mengenal lebih jauh gangguan-gangguan fisik maupun mental manusia.
Selain UPH, menurut riset yang dilakukan tirto.id, sejumlah klinik dan rumah sakit yang menerapkan terapi musik antara lain Pro Kids Clinic (Tanggerang), Siloam Hospital (Tanggerang), Tirtayu Healing Centre (Jakarta), RSIA Kemang (Jakarta), Rumah Sakit Bunda Jakarta.
Menurut beberapa pakar di Indonesia, selain meredakan nyeri, terapi musik juga dapat menyembukan berbagai macam penyakit.
Terkait hal itu, Profesor Tjut Nyak Deviana Daudsjah, pendiri Institut Musik Daya Indonesia (IMDI), mengatakan kepada Antara: "Berbagai penyakit yang bisa dibantu penyembuhannya itu (terapi musik) adalah stroke, penyakit jantung, gangguan neurologis, epilepsi, serta depresi."
Selain itu, dia mengatakan, terapi musik dapat membantu menyembuhkan berbagai aspek seperti fisik, mental, emosional, estetika dan spiritual serta peningkatan keterampilan motorik dan fungsi kognitif.
"Penyakit artritis rematoid atau yang dikenal dengan istilah rematik juga dapat dibantu penyembuhannya melalui terapi musik," katanya.
Hal itu diamini spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, dr Andry Reza Rahmadi SpPD MKes. Ia mengatakan rematik juga dapat disembuhkan melalui terapi musik. Rematik adalah penyakit sistemik progresif yang akan semakin parah dari waktu ke waktu.
"Adanya terapi pendukung pengobatan seperti terapi musik yang bisa membantu pasien mengatasi rasa depresi akan dapat membantu pasien melawan penyakit rematik," kata Andry.
Editor: Agung DH