Menuju konten utama

Terapi Musik untuk Penderita Parkinson

Meski bisa disembuhkan melalui operasi, penderita parkinson juga bisa menjalani terapi musik sebagai media alternatif penyembuhan.

Terapi Musik untuk Penderita Parkinson
File foto - Petinju legendaris Muhammad Ali dan penyanyi Whitney Houston dalam acara malam anugerah GQ Men of The Year di New York, Muhammad Ali akhirnya harus menyerah pada penyakit parkinson yang lebih dari 30 tahun menggergoti kesehatannya. Antara Foto/Reuters/Jeff Christensen

tirto.id - Satu abad lalu, untuk pertama kalinya Dr. James Parkinson menemukan paralysis agitans, sebuah penyakit saraf degeneratif. James menganalisa penyakit ini memiliki gejala seperti tremor (getaran) pada tangan dan kaki secara tiba-tiba. Selain itu, penderita juga kesulitan untuk menggerakkan dan mengalami kekakuan pada otot. Belakangan, nama penyakit ini disebut Parkinson, sebagai penghormatan atas penemuannya.

Penyakit ini kembali ngetop setelah Muhammad Ali meninggal dunia. Petinju legendaris itu diketahui mengidap parkinson pada 1984, atau tiga tahun setelah pensiun. Secara perlahan, penyakit itu menggerogoti tubuh Ali, menghilangkan kemampuannya untuk berbicara dan beraktivitas normal. Ali berjuang melawan parkinson itu. Pada 1996, ia menjadi salah satu pembawa obor Olimpiade, sebagai salah satu penanda perlawanan terhadap penyakitnya.

Bagaimana sebenarnya penyakit parkinson ini?

Dikutip dari Antara April lalu, ahli saraf dari Rumah Sakit Siloam Jakarta dr. Frandy Susatia, SpS. menjelaskan pada stadium pertama, penderita parkinson biasanya merasa kesulitan beraktivitas karena terjadi tremor yang berirama dan tak terkendali. Selain itu, postur tubuh berubah menjadi buruk, hilang keseimbangan, dan ekspresi wajah tidak normal dari biasanya.

Stadium kedua, gejala tersebut mulai menyebar ke anggota tubuh lainnya, seperti terjadi tremor pada kedua sisi tubuh dan kedua kaki. Biasanya, pada stadium ini penderita akan kesulitan berjalan dan menjaga keseimbangan serta sulit melakukan kegiatan sehari-hari.

Stadium ketiga, penderita mengalami perlambatan gerakan pada tubuh dan tidak mampu berjalan lurus dan berdiri. Sementara stadium keempat, penderita akan mengalami kekakuan dan tidak mampu mengerjakan aktivitas sehari-hari seperti menulis, memasang kancing baju, dan berdandan.

Pada Parkinson primer, disebabkan oleh berkurangnya dopamin karena bertambahnya usia. Sedangkan parkinson sekunder disebabkan oleh terhambatnya pengaliran dopamin yang bisa dapat juga menyebabkan tumor, stroke, gangguan pembuluh darah dan trauma.

Meskipun demikian, gejala awal penyakit ini sangat sulit terdeteksi. "Pada awalnya banyak pasien yang datang ke dokter psikiatri karena sering cemas, sulit tidur. Kemudian ada juga pasien yang pergi ke dokter tulang, karena menganggap dirinya kena saraf kejepit. Selain itu ada juga yang pergi ke dokter penyakit dalam, karena gejala sering kembung, tidak bisa makan hingga sulit buang air besar," kata Frandy.

Sementara itu, dokter spesialis bedah dr. Made Agus M. Inggas, SpBS. menjelaskan, gejala utama penyakit ini disebabkan oleh berkurangnya dopamin di otak. Dopamin adalah zat yang mengirimkan sinyal dalam sistem saraf. Sedangkan penyebabnya dikarenakan oleh kematian sel substansia nigra atau otak tengah yang mengakibatkan lemahnya fungsi otak mengenali pesan.

Berdasarkan data dari American Academy of Neurology, Indonesia merupakan wilayah yang berpotensi terserang parkinson dengan pertumbuhan sebesar 100 persen. Tidak hanya itu, hampir 15 juta orang berusia 65 tahun menderita parkinson, walaupun secara umum penyakit ini menyerang usia 40-70 tahun.

Sementara berdasarkan data dari Yayasan Peduli Parkinson Indonesia (YPPI), sekitar lima dari 1.000 orang di usia 60-an, dan sekitar 40 dari 1.000 orang berusia 80-an terkena penyakit parkinson.

Sedangkan menurut catatan Kementerian Kesehatan Indonesia, di Asia jumlah pasien parkinson akan meningkat dari 2,7 juta pada 2005 menjadi 6,17 juta pada 2030.

Dari sekian banyak penderita Parkinson yang paling diingat Muhamad Ali. Ia diduga terkena parkinson karena sering mendapat benturan keras di bagian kepalanya.

Tidak hanya Ali, Komedian Robin Williams juga mengidap penyakit tersebut. Williams mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri menggunakan ikat pinggang di rumahnya di California.

Terapi Musik Bagi Penderita Parkinson

Robin Williams mungkin saja frustasi akibat penyakit yang ia derita. Sebab, menurut medis, kemungkinan sembuh dari Parkinson sangat kecil.

"Penderita parkinson stadium tiga dan empat sebaiknya melakukan operasi," terang Frandy.

Pengobatan penyakit parkinson bisa dilakukan dengan cara operasi stimulasi otak dalam atau yang dikenal dengan istilah deep brain stimulation (DBS). Operasi ini bertujuan untuk meransang sel dopamin untuk kembali memproduksi hormon dopamin.

Teknik operasi ini dilakukan dengan cara menanam elektroda pada area bagian dalam otak. Operasi DBS dapat mengatasi tremor, kaku, dan gerak lambat.

Meski bisa disembuhkan melalui operasi, penderita parkinson juga bisa menjalani terapi musik sebagai media alternatif penyembuhan.

Dosen Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Djohan, dalam buku “Psikologi Musik” menjelaskan, terapi musik mulai dikenal di akhir abad 18. Cerita awal tentang ini bermula dari catatan kitab suci dan manuskrip yang membicarakan tentang pengobatan di Arab, Cina, India, Yunani dan Roma.

Tetapi secara kronologis, profesi terapi musik mulai berkembang di negara maju seperti Amerika Serikat selama Perang Dunia I. Saat itu, rumah sakit menggunakan musik untuk menyembuhkan gangguan trauma serta mengurangi persepsi terhadap rasa sakit para veteran perang.

Pada tahun 1950, para terapis musik yang pernah menangani veteran perang, klien gangguan mental, gangguan pendengaran/penglihatan, dan sebagian pasien psikiatri membuat organisasi yang bernama National Association for Music Therapy (NAMT). Organisasi tersebut terus berkembang, sehingga pada tahun 1998, NAMT bekerja sama dengan terapis musik lainnya dan mengganti namanya menjadi American Music Therapy Association (AMTA) dan masih aktif hingga saat ini.

Menurut penelitian yang dilakukan di Beth Abraham Healt Service di Newyork, pasien yang menderita parkinson berhasil menunjukkan kembali kemampuannya untuk mengorganisir kemampuan kinerja otaknya yang sempat hilang setelah diterapi dengan musik. Hampir dapat dipastikan musik dapat membantu pasien dalam membangkitkan respons dalam menggerakkan fisiologis tertentu, seperti berjalan.

Hal tersebut dipertegas oleh Thaut, dkk (1994) yang mengatakan bahwa musik ternyata memberikan pengaruh terhadap rehabilitasi neuorologis karena saraf tertentu menunjukkan gerak langkah yang lebih panjang dan mengembangkan kekuatan berjalan sampai rata-rata 25 persen. Data ini secara valid menunjukkan bahwa ritme auditori dapat meningkatkan gerak melalui serangkaian irama dari sistem auditori dan sistem motor.

Tidak hanya itu, Lee Bartel, PhD, seorang profesor musik di Universitas Toronto juga pernah memimpin beberapa penelitian mengenai getaran suara yang diserap oleh tubuh dapat membantu meringankan gejala parkinson dan depresi. Mereka menggunakan suara berfrekuensi rendah untuk menghasilkan getaran ke tubuh.

Selama terapi vibroacoustic, pasien berbaring di atas tempat tidur atau duduk di kursi, getaran suara tersebut dikirim melalui speaker yang dihasilkan dari komputer khusus.

Penggunaan terapi vibroacoustic jangka pendek diketahui membawa perubahan perbaikan pada gejala penyakit parkinson, termasuk berkurangnya kekakuan. Tidak hanya itu, kecepatan berjalan pasien juga lebih baik serta mengurangi tremor pada tubuh.

Tidak hanya di luar negeri, para dokter di Indonesia juga pernah menganjurkan para penderita parkinson untuk melakukan terapi musik.

Ahli saraf dari Siloam Hospital Lippo Karawaci dr. Rocksy Fransisca.V.SpS menjelaskan, penderita penyakit parkinson dianjurkan untuk mendengarkan musik mars yang dapat membantu meningkatkan dopamin di dalam tubuh.

Musik mars adalah komposisi musik dengan irama teratur dan kuat. Jenis musik ini secara khusus diciptakan untuk meningkatkan keteraturan dalam baris berbaris dan paling sering dimainkan oleh korps musik militer.

Sementara itu, dr. Banon Sukoandri juga menjelaskan, mendengarkan musik dengan ketukan teratur juga dapat membantu pasien parkinson yang memiliki kemampuan gerak terbatas. "Musik bisa menjadi trigger penggerak, sehingga tidak macet lagi," katanya seperti dilansir dari Antara.

Ia juga menjelaskan, selain musik, kegiatan seni seperti melukis juga dapat digunakan sebagai terapi karena pasien bisa bersentuhan langsung dengan benda-benda seperti kuas, cat dan kanvas.

Tidak sampai di sana, sebagai bentuk solidaritas terhadap penyandang parkinson, Yayasan Peduli Parkinson dan Novartis juga pernah menggelar acara bertajuk “Senada Seirama Bersama Parkinson: Yuk Main Angklung”. Acara tersebut digelar tepat pada 11 April yang menjadi hari parkinson sedunia.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti