tirto.id - Dua dus berisi ribuan KTP-elektronik jatuh dari truk di jalan Salabenda, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/5/2018) kemarin. Beberapa saksi mata mengatakan kartu identitas itu terjatuh dari truk engkel yang bergerak menuju Parung, sekitar pukul 13.30.
KTP ini milik penduduk yang berasal dari Sumsel, provinsi yang jaraknya 1.873 kilometer dari Kabupaten Bogor. Setidaknya demikian menurut pengakuan para saksi. Kejadian ini memunculkan spekulasi, apalagi di tahun politik. Tahun ini ajang besar Pilkada berlangsung di banyak daerah di Indonesia. Selain itu, pada tahun depan ada hajatan pemilihan presiden. "KTP liar" seperti ini mungkin saja dipakai untuk hal-hal ilegal, atau kepentingan kelompok tertentu dalam politik.
Dugaan semacam ini bukan tanpa alasan, karena sudah preseden sebelumnya. Tahun lalu misalnya Polda Jabar membongkar pembuatan KTP palsu di Cianjur. "Potensi pemalsuan yang terjadi bisa ratusan kali lebih besar dari temuan tersebut. Pemerintah bersama DPR harus serius dan membuka seluas-luasnya laporan masyarakat di seluruh Indonesia. Jaga menganggap remeh masalah ini," kata Almuzzammil dari Komisi II DPR dalam keterangan resmi.
Namun, anggapan sumir dan yang belum jelas ini buru-buru dibantah Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh. Menurutnya KTP-elektronik tersebut tak ada hubungannya dengan aktivitas ilegal apalagi dikait-kaitkan dengan Pemilu. Zudan menegaskan, dugaan itu hanyalah tudingan tanpa bukti.
Zudan menjelaskan truk pengangkut KTP yang tercecer di jalan itu adalah resmi. Pengemudi truk sedang memindahkan KTP resmi tapi semuanya dalam kondisi rusak. Zudan mengklaim kegiatan ini lazim, biasanya kegiatan memindahkan barang-barang rusak terjadi ke gudang Kemendagri di Semplak, Bogor, saat gudang di Pasar Minggu sedang penuh.
Beberapa barang lain yang kerap diantar jemput adalah lemari, laptop, kursi, dan meja. "Gudangnya yang luas di sana [Bogor]. Jadi gudang di sini [Pasar Minggu] sudah penuh. Itu saja alasannya," kata Zudan pada Tirto, Minggu (27/5/2018).
Zudan menjelaskan, tidak mungkin KTP tersebut disalahgunakan. Sebabnya, dari sekitar dua ribu KTP yang dibawa oleh truk pengangkut tersebut, semuanya dalam kondisi yang tidak layak untuk dijadikan kartu identitas.
"Nggak mungkin dipakai. Orang itu KTP rusak-rusak, invalid, reject. Misalnya cetakannya kabur, ada yang ketekuk, ada yang bergaris-garis."
"Kalau dalam pandangan saya ini hanya kecelakaan kecil, tapi yang jatuh itu KTP gitu loh, kenapa nggak lemarinya saja," tambah Zudan.
KTP tersebut dicetak pada 2013 lalu. Zudan mengatakan bisa jadi truk tak hanya membawa KTP warga dari Sumatera Selatan (koreksi: sebelumnya tertulis Sulawesi Selatan), tapi juga tempat lain.
"Itu cetak di pusat," terangnya.
Dari alasan yang disampaikan Zudan, seolah peristiwa tercecernya KTP rusak di jalan hanyalah insiden, dan tak punya konsekuensi lainnya. Padahal, bila KTP yang tercecer itu jatuh ke tangan orang yang salah, maka bisa jadi masalah baru. Misalnya aksi jual beli identitas untuk keperluan marketing yang bertebaran di jagat internet. Namun, menanggapi potensi semacam ini, Zudan kembali menepisnya.
"Tidak mungkin lah itu," katanya.
Tidak Bisa Dimusnahkan
Pria yang pernah menjadi pelaksana tugas (plt) Gubernur Gorontalo ini menilai, masyarakat terlalu khawatir soal isu KTP palsu jelang pemilihan umum. Ia mengaku, KTP yang rusak tidak dimusnahkan karena terbentur masalah kepentingan kasus, bukan untuk disalahgunakan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2016, pengelola barang milik negara sebetulnya boleh memusnahkan barang bukti. Pemusnahan bisa dilakukan asalkan memenuhi beberapa syarat, seperti barang bukti tidak layak digunakan dan ada surat pernyataan dari pengelola tentang ketidaklayakan tersebut.
Pengelola lantas bisa membuat keputusan untuk memusnahkan barang milik negara. Prosesnya cukup cepat, maksimal satu bulan setelah surat keputusan keluar, barang milik negara harus dimusnahkan.
Namun, Zudan menjelaskan masalahnya ada pada sidang korupsi pengadaan KTP-elektronik yang masih bergulir hingga sekarang. Blanko KTP memang salah satu objek yang dipersoalkan. Blanko tersebut telah digunakan untuk mencetak KTP, dan boleh jadi KTP yang rusak dan tercecer itu termasuk di dalamnya.
"Karena itu, kami nggak berani memusnahkannya. Memang bisa saja dengan surat pernyataan pemusnahan, tetapi proses kasusnya 'kan masih berjalan. Nanti kalau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya dan barangnya tidak ada, kami bisa disangka bohong."
Hari ini Inspektorat Jenderal Kemendagri akan melakukan peninjauan dan evaluasi terhadap peristiwa yang terjadi. Dari sana, akan diambil keputusan apakah barang-barang rusak tersebut akan dimusnahkan atau tetap disimpan saja demi kebutuhan kasus di pengadilan.
Selain BPK, yang bisa memutuskan pemusnahan barang adalah Inspektorat Jenderal Kemendagri. "Kalau ada persetujuan dari mereka, kami lebih mudah memusnahkan," katanya. "Jadi kalau harus musnahkan, ya kami musnahkan."
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyetujui pemusnahan ini. Tjahjo mengatakan dalam keterangan resminya bahwa seluruh KTP-elektronik yang rusak tersebut harus dimusnahkan agar tak terjadi penyalahgunaan.
"Dirjen Dukcapil diperintahkan sekarang juga, e-KTP yang rusak, salah atau invalid, harus dihancurkan/dibakar. Jangan dibawa ke gudang, waspada disalahgunakan," kata Tjahjo dalam keterangan resminya.
Namun, sebetulnya seruan ini sudah terlambat karena sejak kemarin barang-barang tersebut sudah berada di gudang.
Berujung Mutasi
Banyaknya spekulasi terkait KTP rusak tersebut membuat Tjahjo mengambil tindakan tegas. Tjahjo, misalnya, meminta agar polisi mengusut kasus ini hingga tuntas, karena menurutnya ada unsur kesengajaan dalam peristiwa jatuhnya dua dus KTP-elektronik yang rusak tersebut. Ia meminta ada investigasi.
Tjahjo juga meminta agar Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Ditjen Dukcapil dibebastugaskan dari jabatannya. "Selasa (29/5/2018) besok harus selesai usulan mutasi pejabat Dukcapil. Yang harus bertanggung jawab di non-job-kan," tegas Tjahjo.
Arahan Tjahjo ini segera dilaksanakan oleh Zudan. Ia menceritakan bahwa pada awalnya Kasubag Rumah Tangga Ditjen Dukcapil tidak terkena dampak apapun, tetapi hanya teguran karena lalai, tapi kenyataannya lebih dari itu.
"Ya mutasi 'kan biasa ya," kata Zudan. "Ini sudah selesai [jatuhnya e-KTP]. Yang belum selesai itu dampak viralnya yang bikin dia ditegur. Kemarin kan enggak masalah. Ibarat kami lempar batu, itu batu udah tenggelam, tapi gelombang atasnya itu yang belum selesai."
Zudan mengaku, langkah mutasi ini juga diambil karena rekomendasi dari Kemendagri. Hal ini juga akan menjadi evaluasi bagi pemindahan berikutnya agar tidak ada lagi yang memakai truk bak terbuka tanpa penutup apapun saat memindahkan barang-barang vital seperti KTP.
Ia mengklaim kasus ini tidak berlanjut di kepolisian. Alasannya tidak ada unsur pidana, karena kejadian murni kelalaian biasa. Polisi hanya memeriksa sopir dan beberapa staf Dukcapil untuk memahami kejadian yang ada.
"Pidana tidak ada. Kasusnya sudah selesai. Yang jelas penanggung jawab akan dimutasi, kami belum tentukan ke mana," tutup Zudan.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino