tirto.id - Tidak hanya di Indonesia, penyalahgunaan narkoba banyak dilarang oleh negara-negara di dunia. Salah satu alasan dibalik ilegalnya narkoba di suatu negara adalah karena kandungannya yang berbahaya bagi kesehatan. Otak, adalah organ manusia yang akan terkena dampak langsung dari penyalahgunaan narkoba.
Narkoba sendiri merupakan akronim dari psikotropika, dan obat terlarang. Zat yang disebut sebagai narkoba dapat menimbulkan efek halusinasi, penurunan kesadaran, hingga daya rangsang. Efek-efek yang ditimbulkan tersebut tentunya berkaitan dengan kinerja otak.
Lalu, bagaimana sebenarnya narkoba memengaruhi fungsi otak? Sebelum mengetahui dampak narkoba pada otak, ada baiknya mengetahui bagaimana kerja otak pada manusia terlebih dahulu.
Otak manusia memiliki desain yang kompleks dan sangat rumit. National Institute on Drug Abuse mencatat bahwa organ pengontrol utama ini terdiri atas miliaran sel yang disebut dengan neuron. Neuron berfungsi menerima sinyal dari neuron lainnya melalui sebuah sirkuit.
Ketika mengirimkan pesan, neuron akan melepaskan neurotransmitter ke celah antar sel yang disebut sinapsis. Neurotransmitter diistilahkan sebagai kunci yang dapat membuka gembok neuron penerima.
Apabila seseorang mengonsumsi narkoba, fungsi pengiriman sinyal ini akan terganggu. Dalam kasus konsumsi heroin dan ganja (mariyuana) misalnya.
Kedua jenis narkoba itu dapat mengaktifkan neuron karena struktur kimianya meniru neurotransmiter yang diproduksi dalam tubuh. Meski ia dapat menempel dan mengaktifkan neuron, zat kimia yang dihasilkan oleh heroin atau ganja hanya akan menimbulkan pesan abnormal yang dikirim melalui jaringan.
Jenis narkoba lainnya, misal amfetamin atau kokain bekerja dengan melepaskan sejumlah besar neurotransmiter alami yang abnormal. Neurotransmiter yang dilepaskan mencegah daur ulang bahan kimia otak dengan mengganggu transporter dan komunikasi antar neuron.
Akibat gangguan fungsi otak ini, manusia dapat mengalami perubahan kondisi fisik maupun mental. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), gangguan otak yang disebabkan oleh penggunaan narkoba dapat mengakibatkan efek sebagai berikut:
Menyebabkan halusinasi
Kekacauan fungsi pengiriman sinyal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dapat memicu halusinasi pada pengguna narkoba. Hal ini yang menyebabkan narkoba disebut zat halusinogen.
Penggunaan narkoba seperti ganja atau Lysergic acid diethylamide (LSD) dapat meningkatkan daya khayal hingga mengacaukan persepsi ruang dan waktu. Kondisi ini kemudian dapat memengaruhi perilaku pengguna.
Memacu kinerja otak berlebihan
Efek narkoba lainnya adalah stimulan atau memacu kerja otak. Efek ini menyebabkan penggunanya merasa segar, semangat, dan kepercayaan diri meningkat. Namun, efek stimulan ini menyebabkan tekanan darah dan detak jantung meningkat, gelisah, dan kesulitan tidur.
Jenis narkoba yang dapat menyebabkan efek ini, antara lain amfetamin, ekstasi, shabu, dan kokain. Efek serupa juga bisa ditimbulkan oleh nikotin yang banyak terdapat pada tembakau.
Perubahan mood, perasaan, dan perilaku
Sebagai zat psikoaktif narkoba dapat menimbulkan efek perubahan mood, perasaan, serta perilaku pada penggunanya. Tidak hanya itu, narkoba juga menimbulkan efek disebut depresansia yaitu penurunan kesadaran yang menyebabkan penggunanya mengalami rasa kantuk.
Jenis narkoba yang dapat menyebabkan efek ini, antara lain morfin, heroin, petidin, obat penenang (sedativa dan hipnotika), Lexo, Rohyp, dan MG. Alkohol juga termasuk dalam zat yang dapat menimbulkan efek serupa.
Gangguan sistem saraf
Kinerja otak yang sebelumnya terganggu, kemudian dapat memengaruhi kerja saraf baik sensorik hingga motorik. Dalam hal ini narkoba dapat menyebabkan penggunanya kehilangan kemampuan sensorik seperti mati rasa hingga kehilangan pengelihatan.
Sementara pada gangguan motorik, pengguna narkoba dapat mengalami gangguan dalam menggerakkan anggota tubu. Misalnya, tidak dapat mengendalikan gerak kepala atau kesulitan berjalan.
Menimbulkan candu
Efek candu adalah yang paling umum terjadi pada kasus penyalahgunaan narkoba. Hal ini terjadi karena ketika narkoba dikonsumsi, manusia akan membuat neurotransmitter bernama dopamin, yang berperan memberi kesan menyenangkan.
karena kenikmatan tersebut, otak kemudian 'belajar' dan merekamnya sebagai sesuatu yang selalu dicari. Sehingga, otak kemudian membuat suatu program yang membuat seolah-olah penggunanya memerlukan efek kenikmatan tersebut sebagai kebutuhan pokok.
Orang yang sudah dalam kondisi ketergantungan atau kecanduan akan terus merasakan kesakitan dan ketidaknyamanan. Hal ini menyebabkan pecandu terus berusaha mendapatkan kembali narkoba dengan cara apapun, bahkan hingga menyakiti orang lain atau diri sendiri.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Nur Hidayah Perwitasari